![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhn5HC_C4hP8-1vFjoFHPTKkBetaSCTASCLXWVrwgYfE9YTkMWmLOx3u3XRAvQcq5Yq-0cRD4CWdKs9vdgYF8O8O8d1CxRb1O04DUr7gnstDVJtVi9hfvyp2d3lM1EXNAIXdcT69v3hC7VU/s200/akal.jpg)
Akal sehat memang harus diperjuangkan terutama pada masyarakat yang memiliki kultur yang tidak pernah membuka ruang kepada akal sehat. Sebenarnya pada masyarakat, akal sehat sudah menjadi satu hal yang melekat tetapi minoritas, suara minoritas yang pasif dan pasrah dengan realita. Nah, ini tidak bisa dibiarkan, alias harus dilawan, dan diperjuangkan untuk menjadi suara mayoritas. Harus ada pionir, atau entitas kecil yang menggugah, memulai dan menggagas, kemudian mendobrak karena jika tidak dia akan termakan.
Suara minoritas kadang-kadang berkarakter pasrah dan menyerah, menyerah karena ketidak mampuan dan ketakutan untuk ditindas. Disisi lain ketika sudah menjadi suara mayoritas, tidak berani menyuarakan akal sehatya. Tunduk kepada kekuasaan, kekuasaan yang seharusnya dilawan, tunduk kepada kebodohan, kemalasan, awalnya menjadi apatis, kemudian menjadi tradisi dan pada akhirnya menjadi kultur, kultur yang oleh Dahlan Iskan menyebutnya akal sehat yang telah menjadi “mayoritas yang diam”.
Biasanya orang-orang seperti ini tidak jujur dengan suara hatinya, selalu tenggelam dalam teriakan nurani yang tak pernah tersampaikan, tak pernah didengar, dan akhirnya tak pernah mampu merubah apa-apa. Banyak yang memilih sesuatu bukan atas akal sehatnya tetapi karena pengaruh dari luar dirinya, pilihan itupun tidak menjadi pilihan hati sehingga tidak pernah menjadi pilihan yang sungguh-sungguh. Hampir sebagian besar merasa pilihan ini bukanlah berdasarkan pilihan sadar dari akal sehatnya tetapi masih terus menjadi pilihan.
Akal sehat harus di asah dan dibiasakan, karena jika tidak-kita akan terbawa arus tradisi berfikir yang keliru, yang pada umumnya tetapi tidak memiki standar dan parameter yang jelas. Akal sehat akan merubah dunia, menggugat dan menerobos tradisi yang salah dalam masyarkat, parameter-parameter yang dipasang tanpa logika dan keilmuan, mengklaim salah pada sesuatu tanpa mencerna terlebih dahulu, dan memberi standar kualitas orang dengan ijazah. Tapi mungkin dengan inilah orang-orang cerdas bisa dijegal, dibunuh karakternya, dan tak punya ruang lagi untuk menyuarakan sesuatu yang mestinya didengarkan.
Dan satu hal lagi yang menarik dari cerita tulisan Dahlan Iskan adalah ketika bercerita tentang Bupati yang dipersoalkan pencalonannya karena ijazah SMA. Banyak yang menduga dia tidak memiliki ijazah, padahal secara legal dan resmi dia memiliki ijazah. Sehingga tidak ada alasan untuk menolaknya. Apalagi orang tersebut terlihat pandai dan ketika dibilang sarjanapun tidak ada yang meragukan. Dan ketika menjabat Gubernurpun masih pantas. Akal sehatnya begitu mengendalikan sehingga jujur dengan realitas diri yang sesungguhnya.
Berkata dan berbuat dikendalikan oleh akal sehat. Jika demikian tak ada yang berdusta dengan suara hati. Tak ada yang tertidas dan terpaksa berbuat untuk sesuatu. Tradisi keilmuan dan bermasyarakat sangat berkembang, semua dihadirkan tanpa rasa negatif, apalagi diperbudak oleh beberapa kenyataan yang mempertuhankan system dan tradisi yang tak pernah memiliki sejarah gemilang.