`

`

Minggu, 27 September 2009

SEBUAH DILEMA PERJALANAN

Beberapa waktu yang lalu kita berkumpul membahas beberapa agenda penting di tingkatan komunitas kita. Saat itu forum begitu dinamis dan produktif memberikan sebuah indikasi seriusnya orang-orang ini dalam membahas agenda-agenda keummatan, menandakan bahwa orang-orang ini cukup profesional dalam kerja-kerjanya. Dinamika diforum ini mengantarkan sampai pada pilihan-pilihan strategis kita dalam melangkah kedepan. Ditengah kelelahan dan ketegangan berpikir karena terkuras memikirkan analisa dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kita disegarkan dengan kebersamaan, ukhuwah, kekeluargaan dan proses belajar untuk persiapan hari esok. Haripun hampir senja dan pembahasan selesai, kita pun pulang dengan perasaan tenang karena satu tugas yang telah selesai dibahas walaupun sisi yang lain kita masih memikirkan strategi teknis untuk aksi lapangan.

Semua pulang dan kembali beraksi mengeksekusi setiap apa yang sudah menjadi konsensus kita dikomunitas itu. Semua membawa amanah masing-masng, semua memiliki tanggung jawab masing-masing, dan semua berkerja atas apa yang sudah diputuskan bersama. Wujud konsistensi terhadap pengambilan keputusan, kita ekspresikan dalam bentuk aksi yang tidak seolah kemudian menganulir apa yang sudah disepakati. Karena semua dalam paradigma proses maka semua kita ukur dengan parmeter proses tanpa kemudian menyepelekan setiap proses itu.

Seiring dengan waktu yang terus berjalan, semua berperan sesuai skenario, sesuai dengan arahan dan sesuai dengan apa yang sudah menjadi rencana sebelumnya. Dalam perjalanannya ternyata memang kita harus banyak belajar; belajar tentang bagaimana mengeksekusi sebuah keputusan, bagaimana memanajemen sebuah tim, yang lebih esensial bagaimana kita konsisten terhadap keputusan dan pilihan yang sudah diambil bersama.

Hari ini kita ibarat anak ayam kehilangan induknya, yang kebingungan mencari makna hidup, dan gagap menghadapi realitas yang menjadi hadapan kita. Kita seolah tidak punya energi untuk menundukkan segala egoisitas individu, kita sepertinya menutup mata dengan setiap konstalasi yang ada. Yang lebih fundamental adalah nilai konsistensi dan independensi kita sepertinya harus dimaknai lagi sebagai sebuah nilai yang tidak hanya gincu tetapi menjadi spirit individu dan ruh kolektif dalam kerja-kerja transformasi kita.

Kekhawatiran begitu terjiwai dalam setiap kontemplasi ketika ada fenomena khusus yang butuh segera diatasi, fenomena yang membungkus citra diri setiap aktivis, fenomena yang terekspresi dalam beberapa komunitas yang mengklaim mengemban tugas transformasi, dan pun kita. Entah siapa dan yang mana tapi yang pasti kita melihatnya sebagai fenomena umum yang terjadi pada generasi muslim.

Kekerdilan berfikir dalam memandang setiap hadapan realitasnya, bukan menarik mereka pada kesimpulan bahwa kita harus berproses menjadi lebih maju dalam segala hal tetapi kemudian mengungkung mereka pada titik eksklusifitas yang tak beralasan. Ekspresi sikap kemudian memberikan persepsi bahwa generasi muda Islam hari ini tidak siap menghadapi masa depannya esok hari. Mudah-mudahan ini juga hanya justifikasi yang tak beralasan dan hanya kekhawatiran yang syarat subyektifitas.

Pada hari ini serasa terhegemoni oleh dilematika persoalan yang kemudian pada akhirnya menuntut ada pertanyaan tentang eksistensi masing-masing. Eksistensi kita sebagai pejuang hari ini, dan nostalgia masa lalu yang kokoh dengan idealisme yang kemudian membuat masing-masing harus menggunakan logika idealisme dan realisme. Tetapi sebenarnya tanpa bermaksud pretentif, kita sebenarnya bisa menggunakan teori rekayasa sosial dengan memperjelas kapasitas masing-masing. Tumpang tindihnya logika otoritas kemudian membuat semuanya semakin abstrak dan bisa saja dalam perkembangannya tidak akan sampai pada titik solutif. Dinamisasinya semakin tidak terelakkan, semakin tidak jelas siapa subyek pengambil keputusan dan obyek segala keputusan yang diambil. Tidak jelas mana akar dari segala fenomena yang muncul di permukaan, agak susah mengidentifikasinya, apakah ekspresi akomodatif karena kengambangan menatap masa depan, referensi yang kemudian akan diramu dalam menentukan langkah, atau memang ekspresi inkonsistensi terhadap pijakan awal. Ditengah kompleksitas hadapan hari ini sedikit sulit untuk menentukan prioritas penyelesaian karena idealnya tahapan ini sudah selesai dan kita akan melakukan ekspansi aksi untuk konstruksi gerakan.

Realitas ini semakin memberikan porsi beban berfikir dalam melangkah kedepan karena, tugas lain semakin menumpuk. Kita berada dititik ambivalensi dimana kita ingin apriori dengan segala kerunyaman yang ada karena harus melakukan lompatan panjang atas segala ketertinggalan tetapi ini cukup menjadi hambatan karena ada yang masih merangkak ditengah kondisi yang menuntut kita harus berlari.

Segala aspeknya cukup variatif dalam menatap kondisi ini, sebanding dengan strategi penyelesaian yang tidak pernah applicable. Kondisinya hanya cukup punya spesifikasi dalam mengidentifikasi segala problem dan fenomena yang muncul tetapi tidak cukup punya potensi dalam menformulasi solusi dan strategi gerakan mendepan. Ini cukup jadi alasan pembenaran yang mengimplikasikan terjadinya stagnasi gerakan. Sisi yang lain sebenarnya bisa produktif jika berperan sesuai dengan kebutuhan dan potensi msing-masing sehingga kemudian bisa saling melengkapi.

Tapi entah apa gerangan yang harus diperbuat, senjata pamungkas sudah tidak dimiliki oleh para pendekar untuk mempertahankan nama baik perguruan. Semua rapuh, bercelah, dan tak memiliki resistensi dalam menghadapi represifitas yang lahir dari sesuatu yang perlu kemudian dipertanyakan kapasitasnya. Sebenarnya semua bisa dipandang positif ketika masing-masing bisa berjalan mutualistik tanpa melewati garis yang sudah menjadi konsensus. Saling percaya atas dasar kepahaman bahwa semua akan melewati masanya masing-masing dengan segala kondisi dan realitas yang tidak bisa disamakan dengan masa yang sudah berlalu maupun akan terjadi besoknya. Tak ada maksud untuk eksklusif menolak segala kebaikan yang muncuk dari manapun tetapi ada kekhawatiran akan muncul interdependensi, nuansa superioritas yang kemudian justru tidak edukatif, apalagi kemudian pada akhirya akan tertutup ruang-ruang aktualisasi.

Pola sikap dan pola fikir individu komunitas kita hari ini sebenarnya adalah ekspresi dari sejauh mana tingkat kepahaman kita terhadap gerakan dan konsepsi kita tentang hal-hal yang tidak bisa dilepaskan dengan gerakan itu sendiri. Maka kemudian sekali lagi butuh kepercayaan penuh untuk memberikan ruang ekspresi sebebas mungkin kepada para eksekutor hari ini, eksekutor-eksekutor ini juga harus selesai pada tingkat kepahaman tentang eksistensi mereka hari ini bahwa ini zamannya mereka, maka berkaryalah sebanyak mungkin.

Ini diskursus yang semakin bertambahnya waktu semakin mengental, menembus ruang otoritas, menembus prinsip independensi, dan memantik interdepensi. Butuh kejernihan berfikir dalam mendudukan setiap pointer problem ini dengan sebelumnya mengikhlaskan semua hanya diniatkan untuk Allah, dan dengan satu persepsi bahwa apapun dinamisasinya kemudian hanya menjadi dinamika perjuangan. Kemudian kita mencoba berperan sesuai dengan kapasitas kita tanpa meninggalkan proses saling meningatkan dan menjaga nuansa-nuansa ukhuwah.

Sekarang, benang merah itu harus diurai, apapun strateginya, apapun implikasinya tetap dalam kerangka profesionalisme. Saatnya melepas segala keterkungkungan, nuansa hegemonis, saatnya mengaliri semangat kita pada ruang-ruang yang tak pernah dijarah, saatnya menghantam segala hambatan, menyerang segala sesuatu yang menghambat perjuangan ini. Kita harus bergerak, kita harus mandiri menentukan hidup dan langkah kita, tak ada yang bisa diandalkan kita harus punya khasanah yang kemudian membuat kita menatap masa depan ini dengan segala strategi terencana, tinggalkan masa lalu yang suram dan kita harus meraih masa depan dengan segala optimisme dan militansi yang tak pernah pudar.

Surabaya, 01 Februari 2008

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin