`

`

Menulis bersama Cinta

Aku akan menulis bersama cinta. Itu kalimatku. Ini langkah pertamaku untuk memulai merangkai kembali segala ide ini. Semoga memberi manfaat pada kita semua. Memberi manfaat pada dunia.

Usiamu Bertambah, Cinta

Perasaan menemukan ruang untuk menulis ini ketika aku harus memikirkan satu ruang untuk menempatkan ucapan “Selamat Milad ke-23” kepada dikau, istriku sepanjang sejarah.

Dia Hadir Lagi

Malam ini kenapa rasanya ia hadir lagi mengisi ruang rindu ini. Setelah setahun lebih dia meninggalkan kami dengan senyum kasih sayangnya. Entah apa gerangan yang membuat air mata ini tiba-tiba menetes di sudut mataku. Tiba-tiba aku merindukannya.

Menikah Mengajarkan Banyak hal

Menikah seharusnya difahami sebagai lompatan menuju keridhaan dan surga Allah yang tidak pernah putus kenikmatannya. Maka dalam melewatinya semestinya bertabur amal sholeh.

Memaknai Tahun Baru 2014

Silahkan tulis mimpimu. Yakinlah bahwa ini hal terkecil yang bisa kita lakukan untuk merubah keterpurukan menjadi kebangkitan. Kita tidak akan sampai di ujung titik kesuksesan jika kerja-kerja yang kita lakukan hanyalah berhenti pada kesibukan kita mendefinisi makna fundamental tentang hadapan kita saat ini.

Hanya Ingin Menulis

SAYA INGIN MENULIS. Adalah sebuah cita-cita akan perubahan yang pelan tetapi pasti. Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan.

Jejak Usia Menuju 29 Tahun

Sesaat,waktu seolah memberi ruang untuk berkontemplasi panjang,memandangi kembali jejak dan sisa perjalanan yang telah dilewati

Bunda Tersayang, Semangat dan Inspirasimu Selalu Hidup

Semoga semangat dan inspirasimu selalu hidup sampai generasi kami menggantikan peran-peran ini. Dan semoga Allah meridhainya. #Bundatersayang.Spesial untukmu #Bundatersayang, bahwa semoga Allah mengampuni dosamu dan menempatkan engkau ditempat yang terbaik. Amin

Catatan Perjalanan Ber-LSM

Sekedar mengenang jejak #berLSM yang telah setahun tidak ku geluti lagi.#berLSM Gerbang baru, tempatku menemukan warna-warni aktivitas yang tak asing.Aktivitas #berLSM memang fase tetapi bagiku untuk beberapa hal adalah seperti melanjutkan perjalanan. #berLSM itu; penuh dengan ruang-ruang dialektika,motivasi mengembangkan diri,dan egaliter.Ya sudah pasti kita bisa memelihara idealisme.

Jika Boleh Memilih (Part 1)

Jika boleh memilih, aku ingin kembali ke masa kecil. Disaat mengenyam bangku sekolah di Sekolah Dasar (SD). Hidup bagiku disaat itu adalah mandi pagi, berseragam dan berangkat sekolah. Bermain sesuka hati, belajar semampuku, makan lalu istirahat. Hidup mengalir tanpa beban. Yang ada adalah tumbuh dan besar ditengah orang-orang yang menyayangi.

Antara Pilihan

Tak ingin rasanya beranjak pergi meninggalkan persinggahan ini ruang sepi yang buatku terhenti diujung jejak-jejak perjalanan itu

Sepi ditengah Keramaian

Sepi ditengah keramaian ini semoga menjadi peristiwa-peristiwa yang indah jika dikenang kembali kelak. Bahwa bagian dari perjalanan ini adalah memupuk cinta diseberang pulau. Atau cinta bersemi dalam kejauhan. atau mungkin Cinta dalam ruang yang berbeda. Atau apapun lah yang menggambarkan cinta yang selalu membersamai waktu-waktu kami.

Untuk yang Terkasih

Sayang..Cinta itu menyembuhkan..ada yang beda saat dirimu hadir disini..dengan segunung rasa yang kau punya..kau menyebutnya cinta..ya sering sekali kau menyebut kata itu,menulisnya,mengungkapkannya,menuliskannya lagi,begitu,sering sekali,terus begitu,seperti tak mampu diungkap oleh kata,seperti tak selesai ditulis dengan pena.

9 Bulan Lagi Jadi Ayah

"Kak barusan saya test pack. Alhamdulillah positif..Sembilan bulan lagi sampean jadi abi..In shaa Allah..:)" Memang baru saja menyapa di perut ibunya. Belum genap sebulan. Masa-masa berat yang mesti dilewati dengan kesabaran. Semoga tidak ada halangan ataupun hambatan yang berarti. Selanjutnya harus mengatur aktivitas sebaik-baiknya sehingga dia tetap terpelihara hingga menjadi manusia seutuhnya dan hadir menyapa dunia. Amin

Dua Hari Cukup

Satu bulan berada berjauhan dan sudah saatnya waktu ini berdialog dengan cinta kembali. Membersamai hari-hari berdua bersamanya, kekasih hatiku. Aku meski sadar bahwa karena pertarungan ini masih berhelat maka tidak ada cukup waktu untuk menyapanya. Dua hari saja cukup untuk dia, untuk memupuk senyum dan bahagia dihatinya.

Dari Politik Ke Peradaban (part 1)

Semangat saya kembali ber-api membaca transkrip taujih @anismatta "Dari Politik ke Peradaban" dalam buku Integritas Politik dan Dakwah.Ini kira-kira isi taujih yang membuat saya bersemangat. Momentumnya tepat untuk membakar jiwa ditengah perang saat ini. Monggo dinikmati..Kedepan ada 3 cita-cita yang akan kita kejar, yaitu: cita-cita politk, cita-cita dakwah, dan cita-cita peradaban.

Dari Politik Ke Peradaban (part 2)

Cita-cita yang harus kita kejar yang ketiga adalah Cita-cita peradaban.Terjemahan implementasi dari apa yang disebutkan oleh Imam Hasan Al Banna sebagai cita-cita tertinggi dakwah kita,yaitu Ustaziatul Alam.Sementara sekarang peradaban barat tidak lagi mampu memberikan semua unsur yang diperlukan manusia untuk berbahagia.Sekarang ada kekeringan yang luar biasa. Sehingga yang dipikirkan oleh barat adalah mempertahankan hegemoni.

Merangkai Hidup Baru

#MerangkaiHidupBaru adalah episode baru yang aku adalah sutradara sekaligus pemainnya.Kenapa kok #MerangkaiHidupBaru padahal kan sudah 1 tahun lebih menikah? 1 tahun lebih menikah adalah episode yang berbeda karena muatan ujiannya berbeda.Kalau boleh aku ingin memberinya nama #MencariFormatHidup

Perjalanan Menuju Menang

Ingin mengurai satu demi satu cerita perjalanan #menang di 2014 ini. Karena ada banyak hikmah yang akan menjadi penguat langkah kedepan..Perjalanan ini harus dicatat karena ada pelajaran tentang perjuangan sungguh-sungguh kita untuk #menang..Kami ingin sefaham bahwa amanah berat ini adalah amanah semua..tugas saja yang beda..Masyarakat sudah tunggu bukti..semoga kami bisa amanah..Semoga ustad Nasaruddin diberi kuat,sehat, untuk penuhi dan perjuangkan hak rakyat.. Semoga istiqomah..Amin

Tebar Inspirasi Hingga Tak Terbendung

Tanggal 10 Mei 2014. Selamat Milad. Semoga usianya berkah. Semoga istiqomah. Semoga menjadi istri sholehah dan kemudian menjadi ibu teladan bagi anak-anaknya. Waktu-waktu belum habis untuk belajar semoga tetap mau belajar, semoga selalu memberi manfaat dimanapun, dan menjadi apapun. Tebar inspirasi hingga sekat tak mampu lagi membendungi arusnya.

Jumat, 16 November 2012

POTRET PERJALANAN DAN MIMPI MENUJU ANGKA 28.


Ternyata hari ini tanggal 16 November 2012, bertepatan dengan tanggal kelahiranku. Setelah 28 tahun yang lalu dilahirkan oleh seorang ibu tersayang yang sekarang sedang melanjutkan perjalanan menuju surga-Nya (Amin). Diusia yang sudah sangat muda ini tentu banyak perhelatan kehidupan yang telah ku lalui, kalau diingat-ingat tidak cukup kapasitas memoriku untuk memutar kembali segala perhelatan itu. Sebagai sebuah estafeta perjalanan aku hanya mampu mereview beberapa waktu terakhir. Ingin mencoba memutar kembali potret perjalanan setahun sebelum menuju 28 tahun hingga hari ini. Banyak inseden luar biasa, peristiwa berharga, serta kejadian-kejadian yang membuatku harus berkesimpulan bahwa tahun ini-aku melewati tanjakan kehidupan yang sangat berat. Melaluinya dengan tertatih-tatih, tetapi bersama semua ini pula membuatku belajar untuk bijaksana, dewasa menempatkan diri bahwa sedih itu tak harus melepasnya dengan air mata, dan bahagia itu tidak harus membuatku harus tertawa bahagia dengan hidup ini. Tetapi pergantian cerita senang hingga perih dihati membelajarkanku untuk membaca hikmah dibalik semua cerita itu. Dan aku ingin memotret semua perjalanan ku setahun ini serta mimpi menuju dan melewati angka 28 tahun.

Bertahan ditengah Perbedaan
Pada saat mengawali usia ke-27 lalu aku genap setahun di LSM. Ruang proses sekaligus tempatku menggantung sisi materi dalam menopang ekonomi di keluarga. Hal-hal yang terlewatkan sangat berarti dalam peningkatan kapasitas dan kepemimpinan diri yang terus ditempa. Saat itu merupakan tahun pertama aku bekerja sebagai petugas lapangan di sebuah LSM yang sedang konsentrasi dibidang pelayanan publik terutama di ranah pelayanan kesehatan. Mendampingi 5 desa tentu bagi aktivis pemula LSM merupakan hal yang tidak sederhana juga, karena indikator keberhasilan program yang sedang diseriusi oleh Lembaga bergantung pada sejauh mana capaian-capain serta keberhasilan-keberhasilan yang ada di desa. Kita mendampingi warga untuk peningkatan kapasitas warga dalam mendorong Pelayanan publik terutama kesehatan yang pro masyarakat miskin, perempuan, dan masyarakat marginal. Kemudian selama setahun capaian berkaitan dengan perubahan perilaku ditingkat kader dampingan dan pelayan kesehatan yang diintervensi oleh teman-teman aktor di desa semakin bagus.

Modalku sebenarnya adalah keyakinan akan pengalaman proses yang dulu pernah ku geluti ketika masih bersematkan aktivis PII. Aktivitas mengelola training yang berorientasi proses pada paradigma orang dewasa membuatku bekerja serasa memainkan peran ketika dahulu sering terlibat menjadi instruktur di training-training PII.

Aku merasa nyaman. Itu yang bisa ku sampaikan setelah merasa idealisme kampus dan suasana setelah bermasyarakat mengalami kesenjangan yang sangat jauh. Tetapi “ber-LSM” membuatku menemukan kembali duniaku dahulu meski tidak persis sama, tetapi kultur diskusi, apresiasi terhadap sebuah kapasitas, menghargai perbedaan, egalitas, membuatku nyaman. Aku merasa sangat nyaman karena dunia birokrasi yang begitu otoriter dengan logika raja dan pelayan menjadi pembanding bagiku disaat semua orang mengejar dunia birokrasi sebagai satu-satunya ruang memperoleh rejeki.

Bijaksana. Kata ini juga yang bisa aku rasakan mengalir bersama aliran darah prosesku menempa diri menjadi orang sedang belajar menjadi pemimpin. Tentu ini kata yang meski menyatu dalam diri ketika dahulu menjadi aktivis LDK dengan nilai normatif memandang interaksi sebagai sebuah hal yang sangat kaku. Aku ingin katakan bahwa disini aku belajar mempertahankan nilai normatif yang ku fahami ditengah kebebasan berekspresi dengan gaya yang begitu halus. Disini juga aku semakin kuat karena kebebasan berekspresi salah satu terjemahannya adalah kita bebas memilih nilai mana yang kita jadikan pijakan dalam memilih spektrum berfikir kita. Aku tentu merasa bahwa kader umat itu justru semakin kuat ketika berada diantara kemajemukan berfikir manusia karena kita tahu tantangan apa yang sedang kita hadapi.

Hingga kini aku ingin tetap menjadi agen perubahan lewat model perjuangan dengan kawan-kawan di LSM, memulai dan mengawal perubahan berbasis masyarakat lalu pada saatnya mampu mengintervensi kebijakan yang pro terhadap kepentingan rakyat.

Srikandi, Inspirasi Kehidupanku
Momentum sekaligus insiden luar biasa juga yang ku hadapi di usia menuju 28 tahun adalah saat-saat dimana aku melewati pembekalan untuk sebuah masa transisi yang sangat luar biasa beratnya. Bermula dari aku harus menunda kesempatan menaklukan ketinggian gunung rinjani karena menuruti permintaan seorang ibu tercinta yang minta ditemani sakitnya. Ternyata beberapa waktu kemudian beliau kembali untuk menuju kehidupan yang abadi. Beliau meninggal dunia. Pasca itu setelah beliau meninggal pada tanggal 2 Desember 2011 aku baru merasa bahwa selama 6 bulan lamanya beliau membekali aku dengan segala peran untuk menggantikan beliau. Tiba-tiba hati ini merasakan perhatian yang sangat luar biasa bedanya, seolah menumpahkan air dari bak air hingga tak tersisa. Tiba-tiba sering berbicara tentang harapannya untuk menikahkan aku sebagai anak sulung. Lalu ditengah peliknya persoalan yang tengah ia hadapi seolah mengalirkan doktrin ketegaran dan optimisme ke dalam setiap aliran darahku. Kemudian hati ku begitu merasa beliau sangat memberi inspirasi tentang kehidupan, ide-ide yang sederhana tetapi logis dan rasional. Serta banyak peran dirumah tangga yang secara langsung beliau ajarkan dengan prakteknya dalam kehidupan sehari-hari. Hingga setelah ia kita antarkan ke tempat peristirahatan terakhir namanya tetap harum hingga air mata perpisahan tertahan oleh senyum kebanggaan karena terlahir dari lahir seorang Srikandi yang tetap menjadi inspirasi kehidupanku hingga bersamanya nanti di alam baka.

Peran ini Berat
Ibu memang hanya melahirkan kami berdua-yaitu kedua anak laki-lakinya yang sangat dia sayangi. Ekspresi sayang yang tidak bisa diapresiasi dengan sekedar kata pujian. Hanya do’a yang bisa kami berikan untuk keselamatan dan kebahagiaan hidupnya di alam sana. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya, dijauhkan dari siksa kubur, diberikan kenikmatan kubur, hingga saatnya beliau menikmati syurga Allah SWT.

Rumah sepeninggal ibu diisi oleh kami berdua dan seorang Bapak yang sudah menyembunyikan rasa lelahnya menemani ibu yang berobat di Bali, belum selesai merasakan kesedihan beliau juga harus memainkan peran yang pincang tanpa pasangan peran untuk menyempurnakan pilihan dan hadapan kehidupannya sehari-hari. Dan aku pribadi merasa segala beban itu bertumpuk pada bahu mungilku yang masih terlalu dini untuk menanggung beban yang seberat ini. Tetapi aku tetaplah sebagai Noval yang sangat pintar menyembunyikan keluh dan kesedihan didepan orang lain, hanya sajadah dan sujudku yang mendengarkan isak tangis perpisahan serta adaptasiku akan kehidupan baru saat itu. Pada saat itu pula sangat terasa aliran peralihan beban yang sangat mengundang tangis dalam mata hati.
“Semua sudah jadi Takdir-Nya. Allah yang mensutradarai semua cerita ini tentu Dia yang paling tau hikmah terbaik apa yang hendak dititipkan dalam fase ini. Dia pula Pemilik segala yang ada dan dititipkan kepada manusia, sehingga meratapi segala hal yang telah berlalu hanya mengurangi waktu berharga untuk merencakan kehidupan terbaik esok hari. Ibu boleh hilang dari kehidupanku tetapi semangat dan motivasinya selalu hidup dan menjadi inpirasi bagi kehidupanku sehari-hari. Semoga engkau diberikan tempat yang tebaik disana.”
Kalimat ini membuatku kembali belajar tentang hidup. Bagiku ini adalah fase yang pasti menjadi siklus. Setiap orang pasti melewatinya, dan aku hanya satu diantara semua manusia yang hidup dimuka bumi ini yang juga melewati fase yang sama. Aku tegar dan aku yakin ketegaranku akan mengembalikan kondisi dikeluargaku.

Hari-hari tentu aku lewati dan perankan dengan berat. Lalu rasa yang sering melankolik entah kemana perginya, mungkin sudah hilang bersama hembusan angin yang tak tau ujung kembali. Yang ada tinggal bertahan dengan segala rasa yang mungkin tak berasa lagi. Tetapi aku merasa justru semakin tegar dan bijak menghadapi aliran kehidupan yang tidak searus dengan fikiran manusiaku. Aku justru belajar untuk selalu melihat kehidupan dengan sisi yang lain yang beda dengan keumuman orang banyak.

Aku sudah terbiasa dengan soal-soal yang berbeda meski belum pernahku temukan jawaban sebelumnya. Hingga saatnya aku meminta dan mensukseskan bapak untuk menikah kedua kalinya. Aku hanya sebagai seorang anak yang tidak mungkin mewakilkan diriku untuk memerankan segala peran yang akan dimainkan oleh seorang ibu bagi kami sekaligus sebagai istri bagi bapak. Dan kebutuhan dan fase kehidupan yang dihadapi oleh bapak jelas berbeda dengan aku yang masih melajang. Aku mencoba memahami dan membijaksanai itu. Aku tetap meyakini bahwa menikah sebagai sebuah sunnatullah tidak mungkin menjadi sumber keterpurukan bagi siapapun yang memilihnya. Menikah bahkan menjadi solusi. Pada akhirnya bapak menikah kedua kalinya dengan seorang wanita yang terbaik kedua setelah ibuku. Dan alhamdulillah juga menjadi sumber pahala bagi kami sebagai anaknya untuk selalu mendapatkan pahala berbakti kepada mereka.

Saatnya Untuk Menikah
Saatnya untuk menikah mungkin mengingatkan kita semua dengan bukunya Muhammad Fauzil Adhim. Tetapi aku tidak sedang bicara tentang buku itu aku ingin katakan momentum menikah saat ini membuka ruangnya untuk aku pilih. Jika dahulu ada beberapa alasan yang membuatku begitu berat menjatuhkan pilihan pada pilihan menggenapkan separuh Dien ini karena pilihan “berbakti kepada orang tua” serta ibu masih belum bisa diduakan karena menderita sakit tumor payudara dan harus dirawat intensif.

Momentum menikah ini terasa sudah sangat dekat. Aku mencoba menghadirkan alasan-alasan yang membuatku menunda justru alasan-alasan itu menjawab dirinya sendiri. Dan aku yakin saatnya untuk menikah. 10 hari terakhir bulan Ramadhan 1433 H kemarin aku menengadahkan tangan dan menundukkan kepala kepada Rabbi sekalian alam, menabur mimpi dan meminta untuk dijaga diistiqomahkan oleh Allah SWT sehingga niat menyempurnakan agama ini mampu kutunaikan tahun ini.

Aku menanam komitmen untuk menikah tahun ini, tahun 2012 yang tersisa tidak sampai dua bulan. Takdir harus diikhtiari. Takdir tidak mungkin hanya ditunggu didalam rumah, tetapi harus dijemput. Dikejar waktu tentu lebih menakutkan dari pada dikejar hewan buas karena waktu tidak mungkin bisa diputar kembali, tetapi jika melawan hewan buas masih ada pilihan untuk mati dan hidup. Karena waktu sangat berharga!

Diwaktu yang tinggal beberapa saat ini, semoga tulisan ini menjadi bagian dari do’a untuk didekatkan dengan jodoh terbaik yang Allah berikan. Karena kita semua sudah terlahir dengan takdir jodoh masing-masing dan selanjutnya adalah meyakini bahwa jodoh itu tidak mungkin tertukar.

Bertambahnya Usia menjadi Momentum untuk Berdo’a
Pada pertambahan usia yang ke-28 ini, pertama kali yang bisa ku katakan adalah menyadari bahwa sesungguhnya jatah umur ini semakin berkurang. Kemudian mencoba introspeksi, sampai dititik ini sudah sebaik apa kualitas diri, kapasitas semakin bertambah atau malah terdegradasi oleh keadaan, untuk kesuksesan sudah sampai pada tahan mana?hal-hal yang perlu direnungkan untuk lembaran baru mulai esok hari.

Milad yang bertepatan dengan momentum tahun baru hijriah ini memebuatku merenung sejenak, menggali kedalaman obsesi dan mimpi tentang hari esok. Atau menambal sulam mimpi yang telah ditanam dahulu dengan strategi pencapaian yang lebih efektif.

Aku ingin mengawalinya dengan memupuk benih kedewasaan yang masih terlalu kerdil, sehingga kedepan dia bisa tumbuh, tinggi, berbuah besar, dan tidak mudah dimakan oleh ulat yang membuatnya tak bermakna. Sekaligus adalah proyek penaklukan ego diri yang masih tersisa hingga saat ini.
Implikasi dari kedua hal di atas adalah kerja profesional. Sampai hari ini aku belum terlalu bijak untuk menatap kelemahan-kelemahan proses dikantor sebagai sesuatu peluang untuk berbuat baik. Aku perlu belajar banyak untuk meraih salah satu tahapan ini. Dan komitmen untuk menuju kesana selalu terjaga dalam prosesnya.
Istiqomah, ini doa yang selalu ku panjatkan, karena sampai detik ini aku masih merasa menjadi orang yang belum terlalu istiqomah dengan amal yaumiah padahal penopang istiqomah sebagiannya ada disana.
Menikah, aku merasa tahun ini adalah kesempatanku untuk menciptakan momentum terbaik ini. Semoga diberikan kemudahan dan kelancaran dalam proses menuju pernikahan. Insya Allah.
Aku ingin menjadi penulis. Mimpi yang sudah hampir 5 (lima) tahun terlewatkan tanpa bekas, ada bekas tetapi tersendat kualitas, ada harapan terhadap kualitas tetapi lusuh oleh kepercayaan diri. Semoga menulis ini mampu ku raih di usia 28 tahun ini.
Dan semoga beberapa impian ini disaat mengurutkan huruf-huruf ini sekaligus menjadi do’a di usia yang makin bertambah dan lembaran baru di tahun hijriah ini, dan semoga Allah membimbing langkah ku mencapainya. Amien

*Usia ini sudah tidak muda tapi tidak mau terlalu renta untuk menjemput mimpi
*Milad ke 28 tahun

Rabu, 17 Oktober 2012

UNTUK MIMPI INI




Membaca makna tersirat..
Kala waktu mengharuskan jarak                                              
bukan kematian
tetapi kehidupan
untuk besok katanya
untuk lusa ucapnya
aku yakin ini untuk masa depan
ruang waktu yang tidak bisa ditafsir kapan akhirnya
beribu tanya menghujam
bertumpuk bersama kertas sisa dibak sampah
aku tak bisa memberi jawaban hari ini
apa lagi kepastian yang hanya DIA yang bisa mengatur
namun..
aku hanya bisa membentangkan azzam yang kuat dihati kecil ini
memberi jawab itu pada yakinmu atas  obsesi itu
ribuan tantangan ini berbaris seperti pasukan semut merah
bagai prajurit yang tak memberi ampun pada musuh perangnya
lalu tak ada ruang celah untuk menerobos mimpi itu
tetapi sekali lagi
ada Allah...Zat Yang Maha Segalanya
Mari menghadirkan kejernihan pada keajaiban hati yang Allah titipkan
Sanubari halus yang mampu menatap kejujuran disamudera terdalam hari setiap insan
Maka..
Dengannya yakin ku kokohkan dalam nurani kecil ini
Bahwa keberkahan ini pasti
Tinggal memberi ruang pilihan pada keberanian
Kecuali kita ingin menjadi pecundang atas setiap rangkaian mimpi kita
Lalu yang pasti adalah satunya obsesi
Peta yang sama tentang masa depan yang maya
Tetapi awal nyata itu adalah mimpi
Merangkailah..
Menyusun kepingan-kepingan masa depan yang masih berserakan
Bersabar hingga semua sempurna
Menghadirkan berkahnya setiap ikhtiar
Hingga Dien itu sempurna separuhnya
Oleh mimpi ini
Dan mimpi membangun peradaban Ilahi di bumi
Sampai senyum ini tak terasa ada di Jannah-Nya

*Masa batas yang masih maya

Sabtu, 08 September 2012

DIANTARA KEKANGAN GELAP

Malam larut bersama waktu
Tinggalkan aku sendiri yang tak bersahabat dengan waktu
semakin larut mata susah terpejam
Merebah lelah, memelas waktu berbalas
ingin penuhi hak jasad ini
semakin larut tapi terasa menyangsikan masa
tersiksa,,,
menghela nafas panjang 
tak mengerti,..
gerah dengan sumbat fikir ini
ingin terbawa amarah
tetapi mencoba bijak dengan fakta
mencoba damai dengan diri
mencoba faham dengan alam yang bernyanyi
Malam,..inginku kau kau menemaniku
tak ikhlas rasanya kau menjemput pagi
jangan kau membisu
berbalaslah dengan keluhku
menjawab kesah yang aku tak bisa pecahkan
Mimpi,..maafkanlah
Malam ini aku tak bisa menemanimu seromantis masa lalu
Hati gundah tak pecahkan apa-apa
Jantungku berdetak kencang tak biasa
Entah suara apa yang tak jelas ku dengar itu
inikah transisi kembali yang pernah mendekat?
ataukah kegundahan yang tak akan pernah habis?
Malam,..aku tau bisumu membaca detak jantungku
yang bernyanyi tak berirama
Ya Rabb...Kuatkanlah..
Aku ingin selalu berada dalam dekapan-MU
dan bermanfaat bagi yang lain selayaknya matahari

* Diantara kekangan gelap dan kepelikan kenyataan hari ini
   Pukul 03.00 dini hari

Jumat, 07 September 2012

USAI REHAT MENULIS


Alhamdulillah, setelah melewati perjuangan hampir tiga jam mengingat kembali kunci (password) Rumah ku Sang Musafir akhirnya bisa dan sukses dibuka kembali. Luar biasa, begitu penuh mengisi ruang hati antara pasrah menjadikan malam ini adalah terakhir untuk bersua dengannya, dengan kesungguhanku memutar kembali memory yang menyimpan kata sandi blog ini. Satu yang terlintas dalam fikiranku-adalah hanya dia yang selama ini khusu' mendengarkan ocehan jemariku mencatat jejak-jejak berwarna dalam perjalananku.Itu yang buatku tidak sekedar persoalan mengikhlaskan dia dalam keadaan pintunya tertutup untuk selamanya.Tetapi ada kebersamaan yang tidak bisa ku lepaskan begitu saja.
Terimakasih Tuhan, Tidak ada secuil kejadianpun di atas dunia ini yang terjadi diluar kehendak-MU.

Dua bulan rasanya mengurung diri dalam cerita-cerita hidup. Perjalanan-perjalanan yang mendebarkan, menggetarkan diri, membuat tersenyum kecut menghiasi bibir, membuka jala keterbatasan semakin menguat, tentu membunuh produktivitas berkarya.

Dua bulan adalah waktu yang tidak sebentar untuk sebuah kesuksesan, waktu yang lama untuk mengumpulkan kemenangan-kemenangan kecil. Begitu pula rasanya, sumbat fikir telah membanjir melewati batas normal. Kekangan ini membuat fikiran ini memberontak, mendemonstrasi cara hidup yang tidak bernilai. Itu rasanya pula tangan ini beradu dengan jumlah huruf yang berbaris rapi pada keyboard komputerku. Tak ada alasan lagi untuk menahan ia melompat mengekspresikan rasa bahagianya yang telah lama terhenti.

Aku ingin menulis lagi, seolah itu pesannya. Aku mencoba menderetkan poin-poin penting mempersiapkan jika jemari ini mendekat untuk berdialog. Yang pasti semua kebaikan dan cerita sukses itu harus di share kepada semua orang, semoga lagi-lagi memberi inspirasi.

Dan foto itu membuatku bangkit dalam kefakuman. Bergegas dari tempat singgah yang tak produktif. Cukup untuk sebuah aktivitas yang menggores sejarah biasa-biasa saja.

Mari kembali merefresh sebuah perjalanan panjang itu, urutkan segala ceritanya menjadi episode-episode yang bermakna bagi orang lain. Kepelikan yang memberi pesan kebaikan kepada banyak orang, serta kebijaksanaan yang memotivasi orang lain untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang lain.

Selamat berkarya kembali,.

Rabu, 30 Mei 2012

AKU GILA DENGAN OBSESI INI




Sudah dua tahun aku melewati dunia pasca kampus. Dunia yang pastinya sangat berbeda. Dunia yang sering membenturkan idealisme kita dengan kenyataan hidup yang sesungguhnya. Dunia yang pada akhirnya kita selalu berkesimpulan bahwa hidup ini harus realistis. Tetapi aku berbeda. Aku masih belum mampu memaknai bahasa realistis itu  kedalam pilihan konsen perjuangan untuk mensukseskan misi profetik.

Ketika didunia kampus dahulu garis besar gaya hidup kita hanya tiga, adalah menjadi mahasiswa yang sukses secara akademis, belajar bahwa dengan moralitas yang baiklah harapan kejayaan bangsa ini akan terjaga, dan berikut menjadi aktivis mahasiswa yang berteriak sekeras mungkin ketika ada masalah yang tidak pro rakyat dan anti kebenaran. Sungguh situasi yang membentuk kita menjadi orang yang sangat idealis. Tidak jarang juga kita temukan mahasiswa yang sangat utopis dengan dunianya dan dunia disekelilingnya.

Pada fase itu kita merasa tingkat aktualisasi kita sudah sangat purna. Ada kepuasan tersendiri, jika kita bisa mengilustrasikannya dalam sebuah model grafik-saat itu mungkin kita sudah ada titik paling atas. Titik yang dimana kita merasa bahwa gelar sarjana dan gelar aktivis menjadi satu pencapaian yang tidak bisa tertandingin dalam sejarah apapun dalam hidup kita. Begitu pula yang aku rasa memenuhi relung hatiku. Ada kepuasan karena sejarah sukses menurutku itu ku goreskan sendiri bersama tumbangnya waktu, bersama terisinya segala kesempatan untuk berproses menjadi-aku artikan sebagai mahasiswa yang sesungguhnya.
Waktu ini berlalu ternyata membuat aku harus mengatakan bahwa waktu adalah makhluk misterius. Ia selalu memberi kejutan. Selalu menawarkan sesuatu yang baru. Tidak jarang ia membuatku memompa adrenalin. Dan sangat sering ia menegangkan urat-uratku, mengerutkan dahi dan memusingkan kepala. 

Menjadi sarjana dan bergelar aktivis ternyata hanya mampu menciptakan ketenangan dalam waktu yang sangat terbatas. Pasca kampus aku merasa dua gelar itu justru tumpul dan tidak mampu memberikan kekuatan tersendiri menepis segala beban fikir yang muncul. Aku mahasiswa yang kuliah jauh sampai ke pulau jawa. Masuk Universitas ternama. Menjadi aktivis. Lalu pulang kampung tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Harapan dieluk-elukan sebagai lulusan universitas di pulau jawa hanyalah menjadi pepesan kosong dan mimpi disiang bolong. Justru semakin kuat kabar angin yang menyerang seperti badai yang mengisi halaman-halaman rumah tetangga. Mengatakan “Tak ada gunanya kuliah jauh tetapi tidak bisa apa-apa dan tidak punya pekerjaan”. Kata-kata yang menyesakkan dada ini membuat aku semakin sering mengurung diri dikamarku. Hanya bisa mengeluh dan mencibir netbook yang selalu menatap sayup ketika aku mengekspresikan amarah lewat tulisan-tulisanku.

Beberapa waktu kemudian aku sudah bekerja. Aku diterima bekerja di sebuah LSM yang bergerak dibidang Advokasi pelayanan Publik. Enam bulan ketika aku magang disana, aku yakin bahwa inilah wadah yang membuatku mampu memelihara idealismeku, kultur intelektual, budaya diskusi, dan seabrek model aktivitas yang sewarna dengan dunia mahasiswa. Aku memang sangat khawatir ketika disuatu saat nanti idealisme yang melekat hari ini terkikis dan terbuang lalu berterbangan seperti kapas yang tidak jelas mengikuti angin yang membawanya. Tetapi dunia LSM membuatku yakin bahwa idealisme ini akan semakin mendarah daging. Nilai-nilai yang disebut Tata Kepemerintahan Lokal yang Demokratis yang jadi ruh disana terinternalisasi dalam gerak aku dan kawan-kawan. Nilai-nilai partisipatif, transparan, akuntabel, keswadayaan, kesetaraan, berpihak, keberlanjutan, kemandirian, pemberdayaan dan pengkaderan, dan demokratis. Kita bekerja meningkatkan Kapasitas warga dan organisasi warga dalam mendorong pelayanan kesehatan yang optimal. Mendampingi sepuluh desa, menjajaki semua problem pelayanan kesehatan, kemudian memilih kader terbaik desa untuk menjadi pioner dan mereka menginisiasi lahirnya organisasi warga yang konsen memberikan informasi berkaitan dengan standar pelayanan, lalu membelajarkan organisasi ini dan masyarakat menjadi warga yang berdaya, serta menampung segala keluhan dan pengaduan masyarakat untuk diadvokasi di pihak pelayan kesehatan dan pengambil kebijakan. Lalu diantara aktivitas-aktivitas itu ada peningkatan kapasitas kita sebagai NGO dan warga serta organisasi warga tentang regulasi-regulasi yang berkaitan dengan isu yang sedang kita perjuangkan. 

Aktivitas-aktivitas ini sangat mulia. Aku begitu nyaman. Aku bisa memenuhi kebutuhan otak-ku untuk bergulat dengan segala diskursus tentang konsep pengorganisasian, dan tekhnik fasilitator. Dan secara langsung menyiapkan diri untuk berlajar menjadi konseptor perubahan. Inilah mungkin cara aku dan kawan-kawan di LSM melakukan rekayasa untuk perubahan sosial. Menjiwai dan berubah wujud menjadi aktivis LSM mengajarkan aku untuk selalu meningkatkan kapasitas, karena fungsi pendampingan dan pengorganisasian ditingkat warga menuntut kita untuk memberi banyak hal untuk itu. 

Dalam kenyamanan ini aku merasa tidak ingin berpindah dari tempat dudukku yang begitu banyak memberi input kapasitas. Lalu bersama dengan waktu ini pula aku merasa seperti ada sesuatu yang masih kurang. Ada sesuatu yang masih perlu aku kejar. Bergelar aktivis mahasiswa sudah aku tempuh, memelihara idealisme dengan tempat bekerja yang cukup nyaman sedang juga aku alami dengan sepenuh hati. Bahkan mencoba membentuk kultur baca dan diskusi di taman kota sudah aku seriusi. Tetapi aku merasa masih ada yang tersumbat dalam obsesiku. Beberapa kali mendapat sindiran sebagai orang yang tidak jelas arah tujuannya. Seringkali juga dianggap sebagai kutu loncat. Hanya karena aku melakukan pekerjaan lebih dari satu tetapi masih merasa ini bukan sesuatu yang ku kejar selama ini. Bahkan ketika aku menjadi dosen yang menurutku nanti mampu menemukan sesuatu yang sedang aku cari. Ternyata tetap saja aku merasa melewatinya sebagai rutinitas ansih. 

Ada keinginan besar yang masih harus ku tuntaskan dalam perjalananku. Entah apa dia. Tetapi aku menafsirkan ini adalah keinginan untuk menjadi penulis dan menerbitkan buku karyaku sendiri. Aku serasa gila dengan obsesi ini. Tidak jarang waktuku terkuras hanya dengan memandangi buku-buku yang berbaris di mejaku. Hanya untuk melihat dan ter-kagum-kagum dengan karya luar biasa yang mereka ciptakan. Ada juga terkadang aku mencibir beberapa buku yang ku anggap tulisannya sangat sederhana tetapi laku di pasaran. Sungguh menyentil untuk beradu ide dan karya. Aku sering belajar menulis mengikuti gaya mereka menulis, sering belajar tentang cara mereka mengungkap keluh kesah, belajar mengekspresikan bahagia lewat artikulasi bahasa yang bisa membuat pembaca ikut tersenyum, dan belajar tentang cara para penulis itu mengungkap kebobrokan pemerintah dengan bahasa yang eufimistik.

Dan aku puas dengan semua itu. Ingin rasanya berteriak dan mengangkat tangan serta mengatakan “Aku merdeka dari segala keluh kesah yang membuat hidupku redup dan senyumku mengkerut”. Maka dari itu aku ingin benar-benar menjadi penulis dan disaatnya nanti menciptakan buku yang bisa membuat orang lain tersenyum, ter-inspirasi, terdorong melakukan kebaikan, dan merdeka dari segala kepelikan hidup. Tentu sekali lagi ini bukan untuk kepentingan prestise tetapi dalam rangka mengambil bagian dalam upaya mencerdaskan manusia. Dalam rangka berperang melawan kebobrokan moralitas. Hanya dengan menulis membuat orang lain bisa menyelami makna kebaikan yang selama ini menggerakkan kita. Hanya dengan menulis membuat pesan-pesan kebaikan yang kita sampaikan bisa dibaca oleh manusia diseantero negeri. Menulis ini mencoba menyampaikan kecemerlangan ide yang kita dapatkan dari suara langit. Suara Penguasa Abadi.

Mari menulis.  

*Merapat bersama obsesi ini

Sabtu, 05 Mei 2012

GENERASI EMAS PII, OSIS, DAN OSES

Oleh Muhadjir Effendy (Ketua Perhimpunan KB PII Jawa Timur)
Jawapos, Sabtu, 5 Mei 2012

PADA 4 Mei 1947 di ibu kota Republik Indonesia, waktu itu Jogjakarta, berdiri organisasi yang diberi nama Pelajar Islam Indonesia (PII). PII menjadi organisasi pelajar pertama yang berdiri di era setelah kemerdekaan. Tatkala Jogjakarta menjadi pusat perlawanan untuk mempertahankan kemerdekaan, anak-anak sekolahan dalam PII yang baru lahir itu langsung ikut menjadi pejuang. Momentum dan suasana kelahiran tersebut, dipadu dengan anutan ideologi plus gejolak usia remaja, membuat watak organisasi itu menjadi khas, yaitu fanatik, militan, idealis-utopis dibumbui dengan romantisme perjuangan.

Watak semacam itu tetap terbawa ketika bangsa Indonesia memasuki tahap mengisi kemerdekaan. Ketika itu berbagai kekuatan ideologi menjelma menjadi partai-partai politik yang saling bersaing. Ada dua ideologi dan partai yang jelas-jelas tidak mungkin dipersatukan, yaitu Masyumi (Majelis Syura Muslimin) yang mewakili agama dan PKI (Partai Komunis Indonesia) yang komunis-ateis. Di tengah persaingan sengit itu, sekalipun menyatakan diri sebagai organisasi independen, PII mau tidak mau memiliki kedekatan dengan Partai Masyumi. Saking dekatnya, orang-orang PKI menjulukinya “Masyumi berkatok pendek”.

Sikap antikomunis PII termanifestasi dalam kegiatan pengaderan. Baik sebagai bagian dari materi training, yel-yelnya, maupun nyanyian-nyanyian. Misalnya yang terdapat dalam sebuah lirik: …hai PII! Maju terus maju, galanglah ukhuwah islamiah, jadilah pemersatu umat, jadilah pedang umat Islam, hancur leburkan ateisme, maju terus pantang mundur!

Bagi PII, keberadaan Partai Masyumi dan dirinya memang memiliki sejarah khusus. Salah satu doktrin yang ditanamkan kepada kader PII adalah pentingnya menggalang persatuan umat Islam. Dalam Ikrar Malioboro para pemimpin Islam bersepakat akan pentingnya satu kesatuan umat Islam. Mereka berikrar hanya Masyumi-lah satu-satunya partai Islam, organisasi pelajarnya adalah PII, organisasi mahasiswanya HMI, organisasi pemudanya adalah GPII, dan Pandu Islam (PI) satu-satunya organisasi kepanduannya. PII juga merujuk fatwa yang pernah diucapkan Hadhratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU, bahwa haram hukumnya partai Islam selain Masyumi. Namun, kesepakatan itu berlangsung tidak lama karena pada 1948 PSII keluar dari Masyumi untuk menjadi partai politik sendiri dan disusul NU pada 1952.

PII pelan-pelan mulai kehilangan hak monopolinya ketika ormas dan orpol Islam mulai membentuk organisasi sayap pelajarnya sendiri. Di NU berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) pada 1954. Di Muhammadiyah, setelah terjadi pro-kontra akhirnya pada 1961 juga berdiri Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Kendati begitu, doktrin akan pentingnya satu kesatuan umat Islam tetap menjadi cita-cita utopia PII. Ketika pada 1960 Presiden Soekarno membubarkan Partai Masyumi, PII terkena imbasnya. PKI dan onderbouw-nya kian beringas terhadap si Masyumi bercelana pendek itu. Kasus yang sangat terkenal, misalnya, peristiwa Kanigoro pada 1965. Ketika itu BTI, organisasi onderbouw PKI, menyerbu tempat terselenggaranya training PII di Kanigoro, Kediri.

PII dan TNI

Pada 1966 keadaan jadi berbalik. Para aktivis PII -bersama IPNU, IPM, GSNI, dan lain-lain- dengan dukungan ABRI ramai-ramai mengganyang PKI melalui Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Beda dengan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang wilayah operasinya terbatas di kota-kota perguruan tinggi, jangkauan KAPPI bisa sampai ke pelosok tempat sekolah. Mereka bekerja sama dengan ABRI sampai level komando paling bawah, yaitu koramil. Saking dekatnya para aktivis KAPPI dengan ABRI, mereka semacam mendapat prioritas diterima di Akabri. Terutama ketika gubernur Akabri dijabat Sarwo Edhie (1970-1973). Banyak lulusan Akabri angkatan tahun ’70-an yang berasal dari aktivis KAPPI, terutama PII. Sebagaimana kita tahu, mertua Presiden SBY itu tatkala menjadi komandan RPKAD (1964-1967) sangat terkenal dalam memimpin penumpasan G 30 S/PKI.

Seperti melupakan andil organisasi-organisasi siswa ekstrasekolah (OSES), justru kemudian pemerintah Orde Baru secara sistematis mencegah kehadiran organisasi ekstrasekolah masuk di sekolah. Di sekolah hanya boleh ada OSIS (organisasi siswa intrasekolah) dan pramuka.

Bagaimanapun, organisasi ekstrasekolah telah menunjukkan keunggulannya dalam menyiapkan pemimpin-pemimpin bangsa. Sebut saja, misalnya, PII telah melahirkan Jusuf Kalla. GSNI melahirkan Taufik Kiemas, dari IPM memunculkan Busyro Muqoddas. Kalau ada kekhawatiran organisasi ekstra memunculkan sikap fanatisme sempit dan kaku, itu tidak sepenuhnya benar. Bisa disaksikan bahwa PII bisa melahirkan tokoh NU seperti KH Hasyim Muzadi sekaligus tokoh Muhammadiyah seperti Prof A. Malik Fadjar. IPNU yang notabene organisasi sayap NU bisa melahirkan tokoh Muhammadiyah seperti Prof M. Din Syamsuddin. Di jajaran kabinet saat ini ada para menteri yang mulai mengasah bakat kepemimpinan sejak usia remaja melalui organisasi ekstrasekolah.

Generasi Emas Perlu Utopia

Masa remaja ibarat lempengan besi yang sedang membara, saat yang mudah ditempa untuk dibikin menjadi apa saja. Termasuk saat yang paling tepat untuk ditempa menjadi calon pemimpin bangsa. Sayang, keadaan sekolah-sekolah kita saat ini tidak cukup kondusif untuk menyemai calon-calon pemimpin itu. Anak-anak sekolah kita tidak mampu membangun “mimpi besar” karena imajinasi dan cita-cita utopis mereka tidak berkembang seperti yang seharusnya terjadi pada anak usia remaja yang bakal menjadi pemimpin masa depan. Akibatnya, naluri militansi, fanatisme, dan romantisme perjuangan mereka lampiaskan lewat tawuran masal, geng motor, vandalisme, bahkan tindakan kriminal.

Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini, menteri pendidikan dan kebudayaan mengangkat masalah mempersiapkan generasi emas Indonesia (Jawa Pos, 2 Mei 2012). Menyiapkan generasi emas yang menguasai berbagai keterampilan perakitan dan produksi sangat penting.

Akan tetapi, saya kira itu bukan jalan untuk menyemai pemimpin bangsa. Tetapi, justru potensi persemaian itu ada pada organisasi-organisasi ekstrasekolah. Karena itu, demi lahirnya pemimpin generasi emas Indonesia, diperlukan kebijaksanaan yang mendorong dan memfasilitasi kembalinya organisasi-organisasi siswa ekstrasekolah alias OSES tersebut untuk berkiprah di sekolah-sekolah, seperti OSIS.
*) Ketua umum terpilih 2012-2015 Keluarga Besar PII Jawa Timur. Tilisan ini diterbitkan di JawaPos

MERINDUKAN SEMANGAT PERJUANGAN KI HAJAR DEWANTARA

 
 (Dimuat di Lombok post. Jum'at, 4 Mei 2012)


Siapa yang tidak kenal sosok tokoh pendidikan Bapak Ki Hadjar Dewantara, tokoh yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia. Diakhir-akhir bulan april dan menyambut Mei, namanya sering disebut, karena tanggal kelahirannya yaitu 2 Mei oleh bangsa Indonesia dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasional, tidak hanya itu pada 28 November 1959 melalui surat keputusan Presiden RI no. 305 Tahun 1959, Ki Hadjar ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.

Tokoh yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat merupakan peletak dasar pendidikan nasional. Sekilas melihat latar belakangnya, Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Pendidikan dasarnya diperoleh di Sekolah Dasar dan setelah lulus ia meneruskan ke Stovia di Jakarta, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar antara lain Sedya Tama, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Ia tergolong penulis tangguh pada masanya; tulisan-tulisannya sangat tegar dan patriotik serta mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

Selain menjadi seorang wartawan muda RM Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik, ini terbukti di tahun 1908 dia aktif di Boedi Oetama dan mendapat tugas yang cukup menantang baginya yaitu di seksi propaganda.

Dalam seksi propaganda ini dia aktif untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara Setelah itu pada tanggal 25 Desember 1912 dia mendirikan Indische Partij yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka, organisasi ini didirikan bersama dengan dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo. Organisasi ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial Belanda tetapi ditolak pada tanggal 11 Maret 1913, , dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan. Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh penjajah saat itu dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda!.

Ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantoro yang sangat poluler di kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Yang pada intinya bahwa seorang pemimpin harus memiliki ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi panutan bagi bawahan atau anak buahnya.

Ing Ngarso Sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi bawahan atau anak buahnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seorang pemimpin adalah kata suri tauladan. Sebagai seorang pemimpin atau komandan harus memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi anak buah atau bawahannya. Banyak pimpinan saat ini yang sikap dan perilakunya kurang mencerminkan sebagai figur seorang pemimpin, sehingga tidak dapat digunakan sebagai panutan bagi anak buahnya.

Sama halnya dengan Ing Madyo Mbangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti membangkitkan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seorang pemimpin ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat kerja anggota bawahannya. Karena itu seorang pemimpin juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi dilingkungan tugasnya dengan menciptakan suasana kerja yang lebih kondusif untuk keamanan dan kenyamanan kerja.

Demikian pula dengan kata Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialah seorang komandan atau pimpinan harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh bawahan, karena paling tidak hal ini dapat menumbuhkan motivasi dan semangat kerja.

Beliau meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Sebagai wujud melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara oleh pihak penerus perguruan Tamansiswa didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Dalam museum terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Uraian diatas adalah sekilas potongan sejarah perjuangan Ki Hadjar dan terlihat jelas jiwa kebangsaannya telah tertanam sejak muda. Dan jiwa kebangsaannya itu memberikan kontribusi dan dorongan kuat pada dirinya untuk melahirkan konsep-konsep pendidikan yang berwawasan kebangsaan.

Ketika Masa orde lama beliau menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Melihat jejak sejarah KI Hadjar Dewantara, beliau sangat berjasa memikirkan tentang pendidikan Indonesia. Banyak kalangan sering menyejajarkan Ki Hadjar dengan Rabindranath Tagore, seorang pemikir, pendidik, dan pujangga besar kelas dunia yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional India, karena mereka bersahabat dan memang memiliki kesamaan visi dan misi dalam perjuangannya memerdekakan bangsanya dari keterbelakangan. Tagore dan Ki Hadjar sama-sama dekat dengan rakyat, cinta kemerdekaan dan bangga atas budaya bangsanya sendiri. Tindakan Ki Hadjar itu dilatarbelakangi kecintaannya kepada rakyat.

Dipilihnya bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai medan perjuangan tidak terlepas dari "strategi" untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah. Adapun logika berpikirnya relatif sederhana; apabila rakyat diberi pendidikan yang memadai maka wawasannya semakin luas, dengan demikian keinginan untuk merdeka jiwa dan raganya tentu akan semakin tinggi.

Kita sebagai generasi muda, selayaknya menyambut perjuangan beliau dan melanjutkan cita-citanya untuk memajukan pendidikan diIndonesia. Kalau saja KI Hadjar Dewantara mampu berfikir dan mengonsep beberapa ajaran yang akhirnya sangat dikenal oleh masyarakat yang seiring dengan itu masalah sosial-politik negara sedang belum stabil, kenapa tidak menjadi satu semangat kita untuk menatap masa depan cemerlang bagi pendidikan kita.

Melihat semakin hari realitas pendidikan kita semakin tidak “merakyat” menurut KI Hadjar Dewantara, tak selayaknya kita berdiam diri, apalagi dizaman yang “serba ada” ini, mestinya generasi muda mampu selangkah lebih maju dari tokoh-tokoh yang telah mendahuluinya seperti KI Hadjar sehingga dimasa yang akan datangpun akan mampu memperbaiki dan menyempurnakan wajah pendidikan bangsa Indonesia.
Realitas pendidikan masa kini semakin tak tentu arah, proses ikhtiar yang panjang dilakukan oleh para siswa maupun guru hanya ditentukan oleh tiga hari ujian. Ini mengundang usaha-usaha yang tidak jujur dari beberapa oknum yang ingin mengejar nama sekolah menjadi baik, terkenal pintar hanya karena jumlah siswanya yang lulus lebih sedikit dari sekolah lain, selain itu oknum yang merasa system ini tidak adil akan membuat trik khusus untuk membocorkan soal, memberi tahu jawaban, dan lainnya untuk membantu siswanya.

Dan mungkin banyak kasus lain yang jika diurai satu persatu akan menjadi satu paket system pendidikan yang hari ini sedang carut marut. Implikasi yang bisa dirasakan oleh seluruh komponen pendidikan hari ini adalah ekspresi siswa terhadap keputusan lulus ataupun tidak. Siswa-siswa yang merasa diri telah mendapatkan predikat kelulusan akan mengekspresikan kebahagiaannya sampai pada titik ekstrim kebahagiaan; konvoi motor, balapan sepeda motor, coret-coretan baju, dan lainnya. Coba kita obyektif melihat ini, tidak adakah satu ekspresi kebahagiaan yang lain yang lebih berbau pendidikan?atau symbol-simbol lain sebagai indikator keberhasilan proses pendidikan selama ini?

Dan jika mereka adalah siswa yang belum beruntung karena tidak lulus ujian, bukan proses introspeksi dari usaha yang mereka lakukan selama ini tetapi mengkambing hitam; teman benci, guru jadi sasaran, gedung sekolah dihancurkan untuk menunjukkan kekecewaan mereka. Inikah hasil dari pendidikan yang menciptakan generasi bangsa yang beradab itu.

Jika demikian, wajar ketika kita harus merindukan apa yang dulu diperjuangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Seharusnya kita mencoba memfalsafahi kembali sebuah cita yang pernah ada pada pendidikan kita, melahirkan para tokoh dan orang-orang yang hari ini menjadi “orang” bagi bangsa dan Negara Indonesia.

Senin, 23 April 2012

TANPA SAPA

Malam syahdu lewati gelap
Menembus batas yang hampir tak terlihat
Wajahnya sayup, matanya berkedip
Airmatanya bercucuran
Ada trauma mencekam
Ada ketakutan yang menghadang
Ada redup mengisi warna masa depannya
Dia seperti terlahir tanpa hati
Dia seperti hidup dengan mata hati yang telah mati
Tak bersuara ia se-kata pun
Hadir ikhtiar menggugat pilihan ambivalen ini
Tapi lagi ia tak bergeming
Lagi ia tak bergeser dari tempat ia berdiri
Tak kuasa menahan perih
Tak kuasa menahan derita hati
Dalam pilu ada air mata yang tak diingini
Terisak memohon
Berharap ada ruang disudut hati
Memelas senyum
Menanti sapa
Menyentil empati
Meraih simpati
Membuka kembali hati
Biar matamu menyorot sudut hati yang hampa
Hati kosong tanpa sapa
Lalu menangis terisak
Tak tertahan pilu hatinya
Tak terbendung beban perasannya
Hampir mati oleh takdir keegoisannya
Ternyata masih ada ruang kecil dihatinya
Berbalut senyum ia mengulur tangan
Memberi isyarat harap akan rasa
Ini berat, begitu ia berucap
Inginkan harapan kembali dia dalam mimpinya
Mimpi yang telah bersimbah airmata mengejarnya
Sampai akhir satu kata menyapa dalam cinta
Dan menyulap dunia menjadi surga

Sabtu, 07 April 2012

Dari Mahfudz Siddiq untuk Rakyat Indonesia



 #Nih "Pengkhianatan Koalisi PKS" versi Setgab: 1. Dukung angket Century, 2. Dukung angket mafia pajak dan 3. Tolak naik harga BBM.

#Apakah untuk 3 kasus tsb koalisi satu suara? Tidak. Bbrp partai koalisi beda dgn pemerintah. Tp label "pengkhianat" ditujukan hanya ke PKS.

#PKS dukung angket Century jelas krn perampokan Bank yg kemudian ditutup uang negara hrs diusut dan tdk boleh jadi pola berulang!

#PKS dukung angket mafia pajak jelas krn rugikan potensi penerimaan keuangan negara puluhan bahkan ratusan trilyun per-tahun. Kasus Gayus??

#PKS tolak harga BBM naik jelas krn masih ada solusi lain dan masy tdk siap dan tdk mampu. Faktanya skrg harga minyak dunia terus turun!

#Sekarang media ributkan "kejanggalan" APBNP yg diduga ada "barter" soal uang negara tuk gantirugi korban "Lapindo". Ada kaitan dgn isu BBM??

#Jika ada yg paham hebatnya mafia BBM di Indonesia, siapa paling diuntungkan jika BBM subsidi jadi naik 1 april lalu? Pastinya bukan PKS!

#PKS koalisi dgn Pres SBY krn mau bantu negara dan rakyat. Bukan bantu seorang SBY dan PD. 

http://yfrog.com/odtjtgsj#Koalisi pernah disebut pengamat sbg "kerumunan politik yg sarat kepentingan". Jadi wajar kalo ada intrik, saling incar, belah bambu, etc!

#Saya tdk kaget jika seorang Ketum partai besar tiba2 jadi jubir istana tuk katakan bhw "PKS tlah berkhianat". Kami tdk akan komen ttg Anda!

#Saya jg tdk kaget ktk bbrp partai Islam minta PKS tdk dukung PT tinggi yg diusul 3 parpol besar dlm UU Pemilu. Kami setuju. Lalu Anda skrg??

#Banyak pihak nilai pemerintah asyik dgn pencitraan. Aneh saat PKS tolak harga BBM naik, buru2 mereka tuding PKS cari pencitraan. Haha..?!

#2 periode, PKS tahu persis bgm manajemen koalisi dijalankan. Yakinkah bhw proses pengambilan keputusan baik jika style leadership sprt ini?

#Amar ma'ruf - Nahi munkar: prinsip PKS dlm berpolitik, baik di dalam ataupun di luar pemerintahan. Katakan kebenaran meski pahit (resikonya)

#PKS tdk punya media besar tuk bangun opini. Media kami adl nurani & akal sehat rakyat ini yg paham soal century, mafia pajak & kisruh BBM!

#PKS mmg partai seumur jagung tp pelajaran sejarah menyambung umur perjuangan kami tuk sadar dan paham bertindak. Meski banyak yg blm sadari.

#Kepada kader PKS trus arungi gelombang samudera dgn sampan kecil kalian! Kelak kapal2 besar yg akan karam akan butuh "tangan" kalian!

#Kader PKS: Trus pelajari sejarah, firasati keadaan dan bertindak tanpa pamrih untuk kebaikan sebanyak2nya orang di sekeliling kalian!

#Selamat berhari libur, tp jgn sekali2 liburkan nurani & akal kita! Rakyat negeri ini sdh lama lelah dgn keadaan, tp mrk msh simpan harapan!

Senin, 02 April 2012

SECUIL CINTA, WARNA CINTA DI ATAS OBSESI


Siang itu lalu lalang kendaraan diterminal Dompu memekakkan telinga, terik matahari membuat keringat mengguyur seluruh tubuh, bagian punggung baju kotak-kotak Rangga terlihat basah oleh keringatnya. Terik ini pula yang dirasa oleh Aurora. Siang yang berbeda, tidak hanya oleh matahari tetapi gemuruh perasaan yang menguasai hati mereka. Ini kali terakhir mereka bertemu setelah jalinan cinta yang mereka rajut dengan perantara seorang Ustad ternama di daerahnya. Rangga hendak berangkat ke pulau Lombok, pulau sekaligus yang menyatukannya dengan ibukota propinsi Nusa Tenggara Barat.

Disudut terminal itu mereka berdiri dibatasi jarak yang cukup jauh. Jarak yang bisa dipastikan tak ada yang mengetahui  dialog cinta dihati mereka. Harapan kasih sayang sedang diproses untuk bersatu saat itu harus terpisah sementara oleh tuntutan pekerjaan kantor Rangga yang harus meninggalkan tidak hanya obsesinya untuk menikah tetapi juga seluruh amanah organisasi, serta keluarga pula sahabat-sahabatnya.

Simbah keringat sengaja tidak dihiraukan oleh mereka, ingin rasanya tempat mereka berdiri ini dibuat seperti sebuah monumen yang bisa disaksikan suatu saat nanti. Saat dimana cinta itu telah terajut sah dalam bingkai syariat. Tak ada dialog yang membuktikan mereka saling mengenal siang itu. Hanya sesekali tatapan kearah keduanya yang masing-masing mereka interpretasikan sama. Kalimat yang mewakili perasaannya saat itu. “Aku titip secuil cinta dihatimu, aku menunggu hingga waktu mempersatukan kita. Allah menyaksikan siang ini bahwa hatiku berjanji untuk melanjutkan proses menuju bahtera pernikahan”.
Begitu kiranya dendang perasaan yang sama terlontar dalam hati kecil mereka. Sembari harapan ini diyakinkannya kuat mengisi setiap sudut hati mereka. Ada do’a. Ada cita-cita segera menyempurnakan agama.
“Mas, ayo!!busnya mau berangkat..” kondektur bus menyela interaksi hati mereka. Aurora mencoba mengalihkan perasaan sedihnya. Antara keyakinan dan ketakutan tentang akhir dari kisah cintanya. Dia lalu mencoba pergi menjauh dari tempatnya berdiri. Dalam berat rasa hatinya dia mencoba kuat, tidak ingin kemudian keberadaannya memberatkan Rangga.

Rangga pun naik ke dalam bus. Dan duduk tepat kursi nomor 10 dekat jendela. Buspun berangkat meninggalkan terminal Dompu. Terminal yang tidak hanya menjadi terminal bus tetapi akan menjadi terminal cinta Rangga dan Aurora.

“Selamat tinggal Dompu, aku akan meninggalkan semuanya sementara untuk mengejar citaku ini, semoga dua tahun kemudian aku kembali dalam keadaan yang sama. Amin..” Seraya mengangkat kedua tangannya tanpa terpengaruh oleh bapak tua yang duduk dikursi sebelahnya.

***

Siang tepat jam 11.00 keesokan harinya. Rangga sampai diterminal Mandalika Mataram. Lalu Rangga menuju rumah dinas yang sudah disiapkan oleh pihak Pemerintah.

Sampailah iya di tempat tinggalnya yang baru. Suasana sejuk ditempat barunya terasa mendekatkan dia dengan kampung asalnya. Tidak jauh berbeda, nuansa alami yang melukiskan kekuasaan Ilahi tak ada duanya. Seperti tidak berpindah dari tempat tinggalnya di Dompu.

Setelah istirahat. Ba’da magrib Rangga segera melapor ke Ketua RT tentang keberadaannya yang menempati rumah dinas yang sudah hampir setahun tidak berpenghuni. Sambutan Pak RT dan keluarganya menghangatkan perasaan Rangga dengan suasana disekiitar situ.

Rangga kembali ke rumah dan mulai menyiapkan berkas-berkas untuk keperluannya bekerja besok.
Keesokan harinya pagi-pagi Rangga berangkat ke tempat kerjanya. Dia berjalan kaki karena tidak begitu jauh dari perkampungan itu. Sesampai di kantor tampak semua karyawan yang hendak siap-siap untuk mengikuti apel pagi. Rangga langsung ikut bergabung.

Setelah apel pagi berlangsung Rangga langsung menuju ruang Kepala Dinas Pertanian. Ia Rangga bekerja di Dinas Pertanian. Setelah melapor Ranggo langsung diperkenalkan oleh Kepala Dinas kepada semua pegawai yang ada di instansi tersebut.

Aktivitas dikantornya selama seminggu itu sangat dinikmatii oleh Rangga. Lingkungan baru yang menjanjikan pembelajaran yang berharga, ilmu-ilmu yang bermanfaat, dan budaya kerja yang sangat profesional. Rangga yakin sepulang dari sini akan membagi semua ilmunya di Dinas pertanian di daerahnya. Rangga ingin juga bahwa selama di Mataram dia tetap menjaga ibadah hariannya sehingga dia pun mendatangi kelompok-kelompok kajian Islam disekitar perkampungan itu.

***

Enam bulan sudah berlalu, kesibukannya di Mataram mengikis ingatannya tentang Dompu, Aktivitasnya dahulu, dan juga Aurora. Tetapi dalam hati terdalam komitmennya untuk menikah dengan gadis yang sudah ia kenal sebelumnya masih tersimpan rapi dalam hati. Kadang-kadang ingatannya terhadap Aurora terbawa hingga ia sering bermimpi ketemu Aurora.

Selama merantau di negeri orang Rangga sudah sangat akrab dengan masyarakat di kampung ini, karena keramahan dan pribadinya yang sholeh menempatkan ia di setiap hati tetangga-tetangganya. Dan ternyata ketua RT di tempat itu menaruh perhatian khusus sama Rangga.

Suatu ketika seperti biasanya selepas shalat magrib Rangga mengisi waktu dengan tilawah Qur’an, dan membaca buku-buku agama di masjid. Dihampirilah ia oleh ketua RT yang sekaligus menjadi imam di masjid jami’ Baiturrahman.

“Assalamu’alaikum nak Rangga” sembari mengulurkan tanggan untuk berjabat tangan dengan Rangga.
“Wa’alikumussalam, eh Pak Ridwan. Apa kabar pak?sehat?” Jawabnya ramah.
“Nak Rangga betah tinggal di kampung ini”
“Alhamdulillah, saya berah sekali pak. Selain ramah-ramah, masyarakat sini juga taat beribadah pak”
“Alhamdulillah Nak Rangga, Bapak juga berharap Nak Rangga betah disini. Dan jika ada hal-hal yang tidak berkenan dihati, langsung saja sampaikan ke Bapak”
“Insya Allah pak. Yang pasti sampai saat ini saya kagum dengan suasana di desa ini”
Pak Ridwan merasa cukup untuk berbasa-basi mencairkan suasan sebelum ia memulai pada pembicaraan inti. Lalu sambil memegang lengan Rangga Pak Ridwan melanjutkan pembicaraannya.
“Ngomong-ngomong Nak Rangga sudah berkeluarga?”
“Alhamdulillah belum pak, saya masih sendiri, minta do’anya setelah tugas dinas ini saya bisa menggenapkan separuh Dien”
“Wah kebetulan neh nak Rangga, Bapak punya anak perempuan yang seumur dengan nak Rangga, namun sampai hari ini dia belum menikah, selama ini banyak yang datang melamar tetapi sering ditolak sama anak saya. Yang sederhana dia sampaikan adalah karena tidak ada yang berjenggot.”
“Aduwh terimakasih sekali pak, Bapak sudah menawarkan kebaikan untuk saya, tetapi maaf pak tanpa mengurangi rasa hormat saya ke pak Ridwan, saya belum bisa jawab sekarang pak karena saya masih ingin menuntaskan tugas saya selama disini”.

Belum tuntas pembicaraan adzan isya sudah berkumandang. Saatnya kembali menghadap Robbil Izzati. Karena keduanya masih dalam kondisi berwudhu, mereka langsung melaksanakan shalat sunat kemudian melanjutkannya dengan shalat isya berjamaah.

Sepulang dari masjid, Rangga meresapi tawaran dari Pak Ridwan tadi. Dia sedikit kepikiran. Satu sisi dia merasa saat ini, diusia yang menginjak ke 26 tahun tepat baginya untuk mengakhiri masa lajangnya. Satu sisi yang lain Aurora disana, sedang menanti kepastian proses yang tidak kunjung usai karena pertimbangan keluarga yang cukup memberatkan. Dan kali ini tawaran kebaikan itu menghampiri tanpa syarat satupun. Pilihan-pilihan yang membuat Rangga cukup berat untuk mengambil sikap. Dia kembalikan kepada takdir Allah SWT. Semoga ada yang terbaik bagi kebimbangannya tentang pilihan menikah.

***

Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa hari-hari dilewati Rangga dengan tanpa perubahan yang berarti. Hanya kepercayaan diri untuk mengembangkan ilmu yang didapatnya setelah nanti kembali ke tempat asal ia bekerja. Satu perasaan yang berbunga dalam hatinya ketika dia ingat bahwa sebentar lagi akan datang masa kebahagiaan baginya, saat di tersenyum indah kala duduk bersanding di pelaminan, tentu dengan seorang wanita yang selama ini menantikan kehadirannya pulang kembali dalam hati yang terus mendendangkan cinta.
Enam bulan lagi masa tugas belajarnya berakhir. Pekerjaannya tinggal merapikan evaluasi akhir dan pelaporan kepada dinasnya di Dompu. Ingin rasanya hari itu segera pulang ke rumah dinas untuk mengabarkan kepada keluarganya, kemudian melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda setahun yang lalu tentang rencana pernikahannya dengan Aurora.

Jam 15.00 dia pulang bekerja. Sesampai dirumah, belum dia mengganti pakaiannya dia lebih dulu mengambil handphone di kantong kecil tas ranselnya. Rangga ingin bicara dengan keluarganya di kampung.

“Assalamu’alaikum” suara jernih ibu tercintanya yang mengangkat telepon.
“Wa’alaikumussalam. Ibu sehat?keluarga dirumah sehat?”
“Alhamdulillah sehat semua, tapi...”
Tut..tut..tut..handphonenya tiba-tiba mati. Rangga mencoba menghubungi kembali nomor handphone ibunya tetapi jaringan sibuk, nampaknya jaringan seluler kembali error seperti biasanya. Tidak bisa menyambung untuk menelpon. Tetapi lancar untuk menyampaikan sms. Tiba-tiba nada pesan handphone Rangga berbunyi.

“Maaf Nak, ibu mencoba menghubungi kembali tidak bisa. Maafkan ibu nak”
“Iya bu. Disini juga tidak bisa tersambung” tetapi Rangga merasa aneh. Kenapa tumben ibunya meminta maaf seperti itu di sms. Lalu dia kembali mengirimkan sms kepada ibunya.
“Minta maaf untuk apa bu?”
“Maaf nak. Ibu tidak bisa menjaga kekasihmu. Aurora”
“Maksud ibu?”
“Iya nak. Semua masyarakat disini sudah tahu kalau Aurora ternyata diam-diam menjalin hubungan dengan suami orang”
“Astagfirullahal’adzim. Ibu tidak bercanda kan?”
“Iya nak. Ibu juga malu sama  tetangga.”
"Iya bu. Yang sabar ya.."

Hati rangga seperti telah hancur berkeping-keping. Seluruh semangat dan obsesinya selama ini kandas oleh kabar ini. Dia terdiam. Melamun. Tak habis fikir dengan kabar yang baru saja didengarnya. Dia mencoba tenang dengan semua ini tetapi perasaan kecewa lebih kuat menggenggam hatinya. Tersayat hati kecilnya. Seperti hilang semangatnya untuk melanjutkan tugas yang sudah setahun dia jalani. Dia sadar bahwa salah satu kekuatan yang mengantarkannya pada tugas dinas ini adalah ukiran nama Aurora yang tak bisa dihapuskan dengan apapun dihatinya. Tapi berita malam itu membuatnya tak berbekas sama sekali.

Dia melamun hingga lupa dengan makan malamnya. Tak ingin malam itu lewat berakhir dan berganti pagi sebelum dia hapus semua cerita, angan-angan, cita-cita yang dirangkai dan disutradarainya dengan dua pemain inti yaitu dia dan Aurora. Semakin berjalan menuju jam 23.59 wita dia mencoba realistis, dia masih punya Tuhan yang maha mengatur segala sesuatu. Memberikan yang terbaik sesuai dengan yang Tuhan inginkan kepada dirinya. Lalu Ranggapun berbaring dan tertidur pulas sampai subuh.

Keesokan harinya. Pagi cerah secerah biasanya. Hanya perasaannya yang mendung tanpa cahaya optimisme kala biasanya. Rangga kembali bekerja seperti hari-hari sebelumnya.

Sesampai disana dia membaca pengumuman di papan informasi tentang peserta tugas belajar terbaik yang akan melanjutkan program tugas belajar dari pemerintah di Bali 6 bulan lagi. Program itu akan berlangsung selama setahun dan di setiap dinas hanya diwakili oleh dua orang dan salah satunya adalah Rangga. Tidak ada yang istimewa juga dengan berita ini karena sekali lagi bagi Rangga tak ada yang istimewa selain bersanding dipelaminan dengan seorang gadis idamannya. Dan dia adalah Aurora Fitriana.

***

Enam bulan kemudian. Rangga sudah cukup berubah. Orientasi hidup baginya adalah bekerja dan karir. Nomor handphone yang biasa dia pakai sudah diganti dengan yang baru. Daftar kontak yang mengisi handphonenya juga adalah orang-orang baru. Dan disana sudah tidak ada yang bernama Aurora. Rangga telah mengkondisikan hatinya untuk melupakan semua kenangan itu. Harapan. Dan rencana indahnya dahulu.
Tiba saatnya dia berangkat ke Bali melanjutkan program dinas yang sekaligus menjadi penghargaan bagi dua orang peserta tugas belajar di dinas pertanian.

Pagi-pagi tepatnya jam 06.00 Rangga menuju Bandara Internasional Lombok. Dia dapat jadwal pesawat pagi. Sampai di sana masih ada waktu sekitar 20 menit untuk menunggu pemberangkatan. Sedang duduk membaca harian Lombok post Rangga dihampiri oleh seorang bapak-bapak.

“Assalamu’alaikum nak Rangga”
Dengan mata yang masih menatap fokus pada koran yang dibacanya Rangga menjawab “Wa’alaikumussalam”. Lalu dia mengangkat kepala dan melihat orang yang menyapanya, ternyata Pak Ridwan, ketua RT sekaligus imam masjid Baiturrahman.
“Pak Ridwan, mau kemana pak?”
“Saya mau ke Bali. Loh..Nak Rangga kenapa tidak ke rumah?”balasnya dengan ekspresi berharap.
“Iya pak. Saya minta maaf kemarin belum sempat pamit sama Bapak. Kebetulan tugas belajar saya di Mataram sudah selesai. Dan saya salah satu peserta tugas belajar di dinas pertanian yang mendapat penghargaan. Dan sekarang diutus ke Bali untuk melanjutkan program ini”
“iya saya sudah tahu nak Rangga.”
“Maksud bapak?kok bapak sudah tahu?”
“Iya anak saya yang cerita. Anak saya juga dapat tugas belajar di tempat yang sama dengan nak Rangga. Dia dari dinas pertanian Bandung karena dulu sekolahnya di Bandung. Dan salah satu peserta dari dua peserta yang di utus ke bali itu adalah anak saya Dwi Srikandi”
“Ooo begitu Subhanallah dunia itu sempit ya ternyata..”
“Perkenalkan nak Rangga, ini anak saya Dwi”
“Dwi..” Sambil memberi isyarat perkenalan pada Rangga tanpa berjabat tanggan.
Rangga kaget karena seorang wanita yang berjilbab panjang warna hijau daun saa itu. Yang sempat menyita perhatiannya dengan keramahan dan wajah bersih yang selalu ceria. Dan selalu dilihat Rangga sedang membaca al-qur’an disetiap waktu dhuha adalah Dwi anaknya ketua RT. Rangga tidak menyangka ternyata satu dinas sama dia, selama ini dia mengira Dwi ini bekerja di dinas disamping dinas pertanian yang kebetulan tidak memiliki mushollah.
“Iya..perkenalkan saya Rangga” balasnya.
“Alhamdulillah akhirnya niat bapak mempertemukan kalian terjadi juga. Ini lah nak Rangga anak saya yang dulu pernah mau bapak kenalkan ke nak Rangga”
Rangga tidak begitu memberi tanggapan yang memberi kesan menjawab harapan terhadap Pak Ridwan. Dia hanya memberi jawaban datar saja.
“Iya pak sekali lagi terimakasih. Insya Allah jika jodoh tidak akan kemana”

Pak Ridwan tersenyum dengan jawab Rangga yang cukup diplomatis. Akhirnya pemberangkatan pesawat ke mengakhiri pembicaraan mereka.

Selama di pesawat Rangga berfikir serius tentang keinginan pak Ridwan menjodohkannya dengan Dwi. Dia berfikir bahwa inilah mungkin jalan takdir yang Allah inginkan untuknya. Setelah sekian lama tidak membuka pembicaraan tentang keinginannya Pak Ridwan ternyata masih menyimpan harapan besan untuk menikahkan anaknya dengan Rangga, pemuda sholeh yang luar biasa.

Sesampai di tempat penginapan di Bali. Kali ini mereka menginap di hotel yang sudah sekian lama bekerja sama dengan pemerintah dalam program ini. Tetapi mereka menginap di hotel yang berbeda. Karena ruangan hotel tempat Rangga menginap sudah penuh, memang untuk kali ini kapasitas peserta tugas belajar semua dipusatkan di Bali sehingga sangat banyak.

***

Seminggu Rangga mengkhususkan waktu untuk shalat istikhoroh, mengembalikan semua rencana dan pilihan pada keputusan Allah. Satu anjuran Islam yang dia fahami, yang dianjurkan kepada setiap orang yang ingin memilih sesuatu dan bimbang memutuskan satu perkara.

Setelah waktu-waktu ini dimanfaatkannya. Mantap rasa hatinya untuk mengiyakan tawaran pak Ridwan. Lalu Rangga mengkomunikasikan semuanya kepada orang tuanya dan meminta pertimbangan. Sambutan baik pula kebahagiaan yang ditunjukkan orang tua Rangga semakin memantapkan pilihannya. Dan Rangga memutuskan untuk bertemu dengan pak Ridwan yang kebetulan selama sebulan menemani putri semata wayannya di Bali.

Pertemuan antara mereka berlangsung di sebuah masjid besar yang terletak di perkampungan antara kedua hotel tempat mereka menginap. Selepas shalat berjamaah Ashar Rangga menyampaikan isi hatinya untuk menerima tawaran Pak Ridwan. Rangga juga berbicara banyak hal tentang pemahamannya tentang menikah, dari awal tentang khitbah, kemudian mahar, lalu akad nikah, dan acara resepsi pernikahan. Pak Ridwan juga orang yang sudah sangat faham tentang aturan Islam yang berkaitan dengan menikah, ditambah lagi pemahaman anaknya Dwi Srikandi yang selama di Bandung berkecimpung dalam aktivitas tarbiyah selalu memberikan pencerahan pada ayahnya selama ini. Dan pertemuan saat itu sudah sangat mantap sampai pada keputusan waktu khitbah dan mempertemukan dua keluarga besar.

Masa yang dinanti itu segera tiba. Mengurai cinta dalam mahligai Ilahi. Memulai langkah untuk merangkai pernikahan suci yang ditaburi kasih sayang yang selama ini tersimpan rapat dalam hati keduanya. Rangga terlihat sangat bersemangat menyambut detik-detik kesempurnaan Dien yang akan dilewatinya.

***

Seminggu kemarin sudah terjadi pertemuan dua keluarga besar. Lamaran. Sekaligus membiacarakan mahar dan waktu akad nikah.

Persiapan yang tidak menghabiskan waktu lama. Sangat singkat. Dan menyepakati hal-hal yang tentu akan menjadi kebahagian dan masa depan bagi Rangga Wiradesa dengan Dwi Srikandi. Tiba saatnya waktu untuk menyatukan ikatan cinta keduanya dalam ikatan yang sah. Besok pagi akan berlangsung akad nikah mereka, berlangsung di Mataram, di tempat tinggal Dwi Srikandi dan keluarga besarnya.

Malam itu, Rangga tampak tenang dan menyiapkan fisik serta mental untuk menghadapi momentum bersejarah dalam hidupnya. Saat yang menjadi batas masa lajangnya dengan kesempurnaan Dien, diamana semua akan dilewatinya dengan seorang gadis pilihan, tentu dengan mengumpulkan segala cinta yang selama ini memenuhi hati nya sendiri.

Keesokan harinya. Suasana tampak ramai, undangan mulai berdatangan. Menyaksikan proses sakral kedua insan ini, dan saat itu tidak hanya manusia, tetapi malaikat juga ikut berdoa meminta keberkahan proses ini.
Barakallahu laka wabaraka alaika wajama-a bainakuma fii khori.

Disaat-saat menunggu acara dimulai, nada pesa di handphone Rangga berbunyi. Biasa saja Rangga membuka handphonenya karena sejak semalam banyak sms yang masuk mengucapkan do’a dan ucapan selamat atas pernikahannya. Tetapi kali ini sms berasal dari nomor yang tak bernama.

“Assalamu’alaikum. Bagaimana kabarnya kak Rangga?sepertinya masa tugas di Matarama sudah selesai. Bagaimana dengan rencana pernikahan kita?”
Rangga sinis melihat sms ini lalu membalas sms itu “Maaf ini siapa?”
Ini Aurora. Aurora Fitriana”
Rangga semakin sinis, dan menjawab agak ketus. “Maaf, jalan kita sepertinya sudah berbeda. Syariat yang selama ini membungkus aktivitas kita sudah ternodai. Saya ingin perjalanan saya tetap dalam rel keridhoan-Nya.”
“Maksudnya apa?saya selama dua tahun menunggu mengisi hari-hari saya dengan kajian Islam, Kajian tentang membentuk keluarga muslim, dan menjaga diri saya dan komitmen cinta saya menunggu kak Rangga”
Rangga tampaknya sangat marah. Dia merasa Aurora semakin menjadi wanita yang menyepelekan agama. Berbohong. Dan berlindung dibalik busana muslimahnya.
“Jangan berdusta. Bukankah kau telah menjalin hubungan haram dengan suami orang” smsnya sambil gerang memegangi handphonenya keras.
“Astagfirullah. Wallahi!! Saya tidak pernah melakukan itu. Justru saya selama ini tinggal di pesantren tempat saya mengajar karena disana ada aktivitas ibu-ibu pengajian dan pembinaan terhadap mereka”

Rangga tersentak. Keringat bercucuran membasahi baju pengantinnya. Dia merasa berdosa telah menuduh Aurora. Dia merasa bersalah karena mengambil sikap sepihak yang tidak mencari informasi sesungguhnya tentang Aurora. Mukanya merah. Kebingungan antara dua pilihan yang sama-sama berat. Dia ingin cintanya dahulu bersemi seperti bunga mawar, tetapi dia juga bingung karena sudah berada di gerbang pernikahan dengan seorang gadis lain yang baru dia kenal.

“Ya Rabb..Tolong lah aku, berikan ketenangan kepada hatiku. Jangan biarkan pilihanku mendzolimi mereka yang pernah singgah dihatiku".

Tidak bisa dibayangkan kondisi perasaan yang sudah tidak jelas menguasainya. Air matanya terasa di ujung mata. Ingin membasahi nuansa bahagianya saat itu. Bercampur tak berasa.

Beberapa saat kemudian suara handphonenya berbunyi ada yang menelponnya. Tanpa melihat siapa yang menelpon Rangga lalu mengangkatnya.

“Hiks..hiks..hiks..Barakallahu laka wabaraka alaika wajama-a bainakuma fii khoiri. Maafkan segala khilafku. Semoga engkau bahagia disana..” tut..tut..tut..
“Halloo..halloo..halloo..Aurora..!!!”

Ternyata Aurora barusan mendapatkan sms lanjutan dari teman SMA nya bahwa Rangga melangsungkan akad nikah pada saat itu.

Ekspresi Rangga yang mengangkat telfon dan suaranya yang keras menyebut nama Aurora membuat semua undangan berdiri melihatnya. Dan keluarga terutama ibunya menghampiri Rangga dan menenangkan suasana hatinya. Rangga menangis dihadapan ibunya, selama ini dia telah memelihara prasangka buruk terhadap wanita yang telah ia janjikan menikah. Isak tangis itu diikuti oleh perasaan ibunya yang halus karena sangat mengetahui bagaiman cita-cita Rangga terhadap aurora dan masa depan mereka.

Setelah ditenangkan akhirnya suasana kembali normal dan Rangga akhirnya melangsungkan pernikahan dengan Dwi Srikandi saat itu juga.




Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin