`

`

Kamis, 19 Desember 2013

CATATAN PERJALANAN BER-LSM


Sekedar mengenang jejak #berLSM yang telah setahun tidak ku geluti lagi.

#berLSM Gerbang baru, tempatku menemukan warna-warni aktivitas yang tak asing.

Aktivitas #berLSM memang fase tetapi bagiku untuk beberapa hal adalah seperti melanjutkan perjalanan

#berLSM itu; penuh dengan ruang-ruang dialektika,motivasi mengembangkan diri,dan egaliter.Ya sudah pasti kita bisa memelihara idealisme.

Aku nyaman #berLSM karena kita bisa menyelesaikan urusan serius dengan santai.

Tidak banyak orang yang membuka mata bahwa sebagian kepingan perubahan juga dikumpulkan dari tangan-tangan mereka yang #berLSM.

Ya memang kultur yang dikonstruk oleh aktivitas #berLSM menjadikan setiap penggelutnya menjadi orang-orang yang substansial.

Jadi tidak sekedar mengenakan seragam seperti sebagian orang yang ingin menjadi abdi negara padahal tidak memberikan kontribusi apa-apa.

Kita semestinya mencatat bahwa wajah LSM tidak lagi demonstrasi ansih tetapi sudah dengan pendekatan partisipasi..

Memang tidak bisa juga kita menutup mata bahwa dijaman yang sudah modern ini masih banyak yang menggunakannya menjadi alat pemeras.

Ya #berLSM adalah pilihan perjuangan memberi kontribusi pada pembangunan.

Aku pula ingin mencatat tentang perubahan subyek dan obyek. Kedua Aktor cerita yang durasinya menari dengan cara yang khas berbeda.

Satu terlihat sangat lamban sebagai produk generasi tua, dan kultur yang kita anggap sudah statis ternyata dinamikanya sangat cepat.

Diruang #berLSM yang begitu deras dinamika intelektualnya ternyata ciri khas feodalisme masih menggurita.

Anti kritik,sangat birokratis,tidak egaliter,ya sampe kemudian otoriter.Ini juga yang kemudian saya kawinkan dengan ciri khas generasi tua.

Berat diajak berfikir kekinian, apalagi harus melek tekhnologi. Berat!!

Berat mereka diajak untuk menikmati menggunakan mobil,helikopter,dan pesawat,karena kemampuan mereka telah terbiasakan oleh sepeda ontel.

Tapi kita harus mengapresiasi keinginannya untuk beradaptasi dengan dinamika zaman. Sekalipun mereka terus menyanyikan lagu lawas.

Saya ingin memastikan bahwa warna ini pula yang melengkapi dinamika #berLSM.

Kalau dilukiskan sederhana kita akan menemukan orang-orang tua yang statis, tua dinamis..

Mereka yang berharap dicerdaskan oleh sistem #berLSM,mereka muda yang mau belajar,dan muda yang punya visi dan konsep tentang masa depan.

Yang kedua adalah tentang kultur yang sudah terbentuk dimasyarakat, tentang nilai yang membentuk mereka. Bisa kok mereka dinamis..

Dua hal yang ingin saya catat selama mengenyam proses #berLSM. Pertama, tentang membangun dengan swadaya. Kedua, Kepemimpinan perempuan.

Terus terang,awal berproses sebagai pendamping lapangan,saya ragu melakukan intervensi di komunitas karena saya tidak pernah memberi "sangu"

Pertanyaan bathin saya "mau tidak mereka diajak melakukan perubahan tanpa imbalan apa-apa?"

Saya ragu karena bangunan faham saya; masyarakat kita telah lama dimanjakan dan dibesarkan dengan 'tangan dibawah".

Bahkan ada disatu desa, masyarakat tidak pernah mau hadir dalam kegiatan jika bukan LSM tertentu.Karena mereka pasti pulang membawa sangu.

Ini juga sekaligus semakin membentuk cara pandang saya tentang kultur masyarakat. Juga kultur komunitas. Karena orangnya sama.

Tetapi tidak mungkin berhenti disini, karena proses harus terus berlanjut. Perlu mengukur strategi dan rencana aksi.

Dan dalam konsep Community Organisation (CO).Seorang CO tidak sekedar menjadikan pendampingan sebagai rutinitas saja tetapi harus menjadi satu gerakan.

Dia tidak hanya menggugurkan kewajiban pekerjaannya tetapi ada visi yang jelas.Ada nilai yang telah menjadi mindsetnya melakukan intervensi.

Seiring dengan waktu nilai-nilai itu bisa kita lihat menjelma menjadi sikap dan pola prilaku yang sudah berbeda.

Akhirnya yang kita bincangkan kemudian adalah soal penyimpangan pelayanan, advokasi kasus, dan soal hak warga yang terpenuhi.

Komunitas (embrio) memahami bahwa melek terhadap ketimpangan pelayanan adalah masalah mereka.Dan tidak mungkin selamanya diurus oleh orang luar.

Makanya kemudian menjadi proaktif bersama-sama warga yang lain membantu sekaligus mengingatkan pelayanan yang tidak sesuai harapan.

Yang kedua yang ingin saya catat adalah soal kepemimpinan perempuan. Tradisi mengakar yang telah kita bongkar bersama

Ada dibeberapa desa dampingan yang punya stigma tentang keterbatasan kapasitas perempuan. Sampai ditutup ruang untuk berproses.

Dan yang lebih parah lagi adalah menempatkan perempuan di tiga tempat. dan tidak bergeser sedikirpun. Yaitu kasur,sumur,dapur.

Masih ingat ketika diskusi & pembentukan struktur komunitas di Karamabura.Sangat alot ketika ada seorang ibu yg meminta diri menjadi ketua.

Padahal sehari-hari ibu ini biasa membantu masyarakat untuk membuat KTP dan Kartu Keluarga secara gratis.
Setelah kita juga kemudian terlibat diskusi lalu memberi pertimbangan akhirnya diputuskan seorang ibu tersebut yang memimpin komunitas.

Ya perlu dicatat juga banyak komentar yang meragukan sebelum ibu ini disepakati forum.

Padahal dalam prosesnya kemudian kita ingin melepaskan tradisi birokrasi yang kaku dan menggantinya menjadi komunikasi efektif yang cair.

Ya tidak harus melewati prosedur birokrasi yang ribet. Cukup dengan komunikasi informal untuk bisa mesukseskan agenda-agenda pembangunan.

Soalnya kadang-kadang masyarakat kita gila jabatan. Jabatan yang diperebutkan tidak diimbangi dengan kerja-kerja yang produktif.

Rakus terhadap jabatan. Seolah-olah seperti hanya tidak ingin posisi itu ditempati orang lain. Karena kalau ya dia yang depresi. Aneh!

Dan ruang-ruang proses inilah yang kemudian membuka mata bahwa sesungguhnya karya itu lebih jujur dari pada kekhwatiran yang berlebihan.

Berbanding lurus dengan semua proses yang ada. Intensitas pendampingan dan diskusi memberi implikasi yang luar biasa

Banyak kasus pelayanan yang dikawal dan diadvokasi oleh komunitas. Baik ditingkat poskesdes, puskesmas, hingga ke RSUD.

Dan kemudian dlm diskusi bersama mereka muncullah inisiatif untuk membangun kekuatan yg lebih kuat untuk mengadvokasi kasus yg lebih besar.

Membuat forum kabupaten untuk mendorong regulasi demi optimalisasi pelayanan kesehatan. Ya intervensi DRPD, Dikes, RSUD, dan pihak terkait.

Ada sensasinya proses #berLSM ini ketika cerita sukses menundukkan asumsi awal kita.

Dan sekalipun periodenya selesai semangat untuk memberi pencerahan soal Pelayanan Kesehatan yang Optimal selalu kita share dengan siapapun.

Dan memang seharusnya nilai-nilai yang kita perjuangkan selalu terinternalisasi dalam diri. Dan itu saya rasa seperti menjadi komitmen diri.

Seperti ilmu netes. Tetesan kita adalah sesuai yang kita konstruk pada diri kita. Maka berlaku juga "kabura maktan" yang dikatakan Qur'an.

Semoga catatan ini mengingatkan kembali tentang perjalanan, tentang perjuangan, tentang nilai, dan tentang diri kita sendiri.

Sekian..


https://twitter.com/penaamatir

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin