`

`

Minggu, 02 Februari 2014

JIKA BOLEH MEMILIH (PART 1)


Jika boleh memilih, aku ingin kembali ke masa kecil. Disaat mengenyam bangku sekolah di Sekolah Dasar (SD). Hidup bagiku disaat itu adalah mandi pagi, berseragam dan berangkat sekolah. Bermain sesuka hati, belajar semampuku, makan lalu istirahat. Hidup mengalir tanpa beban. Yang ada adalah tumbuh dan besar ditengah orang-orang yang menyayangi. 

Jika boleh memilih, aku ingin kembali ke rumah yang dulu, rumah sederhana tempat ibu menitipkan cinta untukku. Berpesan dan bertuah tentang kehidupan dan kebijaksanaan. Penuh kedamaian, jauh dari kebisingan, dan jauh dari hiruk pikuk dunia yang melalaikan. Aku merasa pondok itulah aku diajarkan tentang kehidupan yang sesungguhnya. 

Jika boleh memilih, aku ingin kembali berada di masa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Masa-masa remaja yang penuh pencarian. Sehari-hari mengisi waktu dengan bermain bola, bergaul, jika telah lapar pulang ke rumah sejenak untuk makan dan minum lalu kembali bermain bola. Belum lagi hari-hari dibumbui rasa suka kepada sesuatu tentu memberi kesan indah. Letupan masa remaja yang ingin mencoba hal-hal baru, hal-hal yang membuat aku bertanya tentang sebuah makna, dan  selalu saja semua seperti angin sejuk yang menyapa lembut dedaunan. Dan meninggalkan keindahan rasa yang melengkapi masa remaja.

Jika boleh memilih, aku ingin kembali menikmati masa-masa SMA. Saat pertama belajar menuliskan cita-cita, peta hidup, keinginan-keinginan, saat itu pula aku ingin menggapai awan dan merangkul bintang-bintang, sekalipun aku sadar bahwa sebagian  dari mimpi-mimpi itu utopis. Tetapi aku ingin biarkan diriku terlelap dalam semua mimpiku hingga aku terbangun dan sadar bahwa sebuah cita-cita adalah sesuatu yang bisa digenggam dan sesuatu yang kemudian juga sekedar menjadi mimpi. 
Di masa itu pula aku bersekolah dan belajar dengan kesungguhan hati. Diiming-iming hadiah jika mendapat prestasi bagus di Sekolah. Dan bagiku saat itu prestasi disekolah merupakan sesuatu yang harus aku bayar mahal dengan kesungguhan belajar. Duniaku sangat nyaman, karena hanya ada pada dua pusaran tempat yaitu rumah dan sekolah. Dunia yang penuh kenyamanan dan jauh dari derasnya arus konflik.

Masa ini pula aku bersentuhan dengan organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Organisasi yang membuatku membuka mata dengan dunia luar. Organisasi yang membukakan aku ruang untuk belajar menemukan diriku sendiri. Aku sungguh mengenal diriku sendiri. Diri yang terlahir dari keterkungkungan dan kemanjaan. Dan organisasi ini pula yang menjembatani aku menuju diri yang mandiri. Menyadarkan bahwa hidup kita sesungguhnya disutradarai dan dilakoni oleh diri kita sendiri. Orang lain hanya sebagai peran pembantu. Disana pula aku menemukan bahwa kenyamanan itu adalah saudara kembarnya masalah. Disana aku menikmati hari-hari dengan dinamika manusia yang berbeda karakter. dan aku benar-benar belajar.

Jika boleh memilih, aku ingin menjadi mahasiswa selamanya. Medan idealisme. Medan pergulatan wacana yang abadi. Hanya dikampus tempatnya. Kalau boleh memilih aku ingin kembali ada disana. Apalagi jika mengingat saat-saat membagi waktu kuliah dan kesibukan berorganisasi. Punya kos-kosan tetapi hanya sekedar tempat tidur dan mengganti pakaian. Sisanya ada dikampus dan di kantor organisasi. Berangkat pagi sekedar menuntaskan kewajiban kuliah. Setelahnya berurusan dengan organisasi; rapat pengurus, rapat panitia kegiatan, mengurusi jumlah kader, pendanaan yang belum mencukupi, diskusi dan sebagainya. Apalagi setelah aku terpilih menjadi ketua Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Fakultas Pertanian. Disaat yang bersamaan harus menjadi ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Malang. Sekalipun dualisme amanah itu selalu ada yang menjadi tumbal tetapi sungguh semua menguras tenaga, fikiran, dan waktu. Bahkan menuntut segalanya dariku. Inilah sisi berat sekaligus nikmatnya menempa diri menjadi pemimpin masa depan. Setahun kemudian harus menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Dan menjadi Ketua Bidang Kader di PII Wilayah Jawa Timur. Amanah yang lebih berat namun membuka jalanku menemukan warung-warung kopi yang memantik inspirasi, ide, dan strategi perjuangan selama mengarungi amanah-amanah itu. Pengalaman-pengalaman ini sungguh berkesan dan membelajarkan banyak hal. Kita belajar menaklukkan ego diri sebelum melebur bersama dinamika organisasi yang didalamnya terdapat beragam manusia dengan latar belakang yang beragam pula. Kita tentu akan belajar menyelaraskan ide kita bersama ide yang lain. Kita belajar biasa saja ketika ide kita diterima, dan belajar berbesar hati ketika ide kita ditolak. apalagi dikritik bahkan dibantai oleh orang banyak. Ini juga menjadi warna lain disana. Jejak-jejak selama menjadi mahasiswa adalah salah satu jejak terindah yang pernah kulewati. Ruang yang tentu tidak bisa lepas begitu saja dalam catatan perjalanan, bentukan diri dan spektrum berfikirku hingga saat ini. 

Jika boleh memilih, aku ingin terus belajar di organisasi. Tempat dimana semua orang belajar merawat visi diri, belajar men-dialog-kan tujuan dengan tujuan orang lain, belajar meramu ide, belajar mengambil sikap dan keputusan disaat-saat biasa dan genting. Itu pula yang kurasakan setelah pensiun dikampus kemudian pasca kampus kembali belajar di organisasi yang berbeda. Organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Aku merasa disaat itu menemukan tantangan. KAMMI yang orang kenal selama ini tidak berlaku sama dengan hadapanku saat itu. Aku menjadi ketua sebuah organisasi yang sedang dirintis didaerahku. Sehingga yang kulakukan adalah menyesuaikan idealita organisasi dengan fakta yang ada. Tuntutannya sangat ideal padahal fakta lapangan sangat amburadul. Aku pikir idealita itu harus dibangun berdasarkan pemenuhan atas asumsi-asumsi bukan seketika dipaksakan berdasarkan konsep yang ideal. Filosofinya harus begitu sehingga alur berfikirnya ketemu dengan tahapan-tahapan yang sedang kita kejar. Aku akhirnya harus mengumpulkan orang-orang sekalipun mereka tidak pernah di KAMMI. Yang terpenting menurutku dia punya visi dan mau bersama-sama membangun organisasi. Sesuatu yang berbeda adalah disini orang melihat siapa kita bukan apa yang kita sampaikan, sehingga perdebatan yang sering muncul adalah soal kualifikasi kaderisasi bukan muatan substansi yang memiliki urusan langsung dengan grand desain yang dibahas diawal. Tantangannya sedikit lucu tetapi lumaya menguras fikiran. Dan itulah titik nikmatnya.

Jika boleh memilih, aku ingin selalu berada di rumah mertua. Sebagai pengantin baru yang mengarungi bahtera rumah tangga mulai dari nol, tentu kekhawatiran akan badai yang menghantam perjalanan rumah tangga menjadi salah satu hal yang mengisi fikiran. Awal-awal mengecap manisnya pernikahan membuat kita berfikir jika hidup selamanya bisa seperti ini. Aku juga berfikir hal yang sama. Dunia seolah milik kita berdua. Dunia terasa hanya ada aku dan dia-istriku-perempuan yang telah berjanji akan mendampingi selama melewati perjalanan kehidupan, dan semoga juga diakhirat kelak menjadi ratu bidadari di syurga. Kembali ke soal jika aku boleh memilih aku ingin selalu berada di rumah mertua. Disini aku bisa melakukan banyak hal untuk kepentingan diriku sendiri. Aku bisa membaca banyak buku, bisa menulis, sesekali bisa ngopi dan berdiskusi dengan sahabat-sahabat PII dan sebagainya. Aku hanya butuh kesungguhan membantu usaha yang sedang digeluti mertua; pagi-membantunya berbelanja di pasar, siang-membantunya jadi kasir, dan selanjutnya kosong dan bebas beraktivitas, jika pun harus membantu lagi itu disaat-saat tertentu saja. Jika aku berhitung aku memiliki waktu banyak untuk berinteraksi dengan buku, informasi di media internet, menulis, jalan-jalan jika perlu, futsal sekali seminggu, dan istirahat. Aku sangat bersyukur dipertemukan dengan mertua yang baik, dan sholeh. Aku sungguh menemukan kenyaman disini.

Jika boleh memilih, saat ini aku ingin 24 jam waktu yang ku miliki untuk bersama mereka. Kakak, senior, sahabat, orang tua, bahkan guru bagiku. Ya sebut saja Pak Nasaruddin, Pak Muhammad Tahir, dan mungkin mereka yang tidak ku sebut namanya tetapi pernah membuka ruang menemukan ide-ide segar. Tetapi saat ini aku ingin menyebut dua nama ini. Semoga disuatu saat nanti mereka menjadi pemimpin besar atau kalau bukan mereka yang terlahir bersama itu semoga sosoknya menjadi inspirasi bagi generasi yang kelak menjadi pemimpin besar. Terus terang aku ingin sekali waktu-waktu ku untuk bertemu, bertukar ide, me-charge semangat, mendapatkan informasi baru, belajar melewati masalah dengan bijak, karena mereka yang lebih dulu ada dari pada aku. Bersama mereka aku belajar menguatkan pilihan dengan dasar fikir yang jelas, menemukan nilai pada setiap apapun aktivitasnya. "Orientasi itu sesuatu yang lebih dulu kuat sebelum pilihan dan aksi-aksi". Berfikir filosofis, mendasari rencana dan menyusulnya dengan monitoring dan evaluasi itu juga muatan yang selalu ada disetiap obrolan. Kekuatan manajemen dan kepemimpinan adalah kunci dalam setiap cita-cita dan tujuan yang ingin diraih. Inilah diantaranya, bobot isi dari setiap seduhan kopi yang dibuat menemani perhelatan diskusi di rumah, warung kopi, bahkan dilapangan futsal. Aku bahkan merasa hidup seperti ini saja cukup buatku sampai nyawa berpisah dari jasad nantinya.

Belum selesai (masih berlanjut)....

1 komentar:

  1. Menarik sebagai pembelajaran dalam memaknai Fase-Fase.... bahwa ternyata fase hidup selalu punya cerita yang berbeda-beda ada yang fasenya datar ada juga yang fasenya bergelombang... bahwa fase adalah sejarah/ rekam jejak untuk menilai kualitas dan integritas... bahwa fase menawarkan cerita tentang pilihan, entah itu pilihan baik atau buruk.... ada manusia yang punya fase positif dan nyaman dengan kebaikan fase itu maka itulah fase dimana ulama mensinyalirnya sebagai fase kekhalifaan, menjadi cerita yang heroik karna fase ini yang menjadi idaman banyak orang tetapi jaman membuktikan bahwa hanya segelintir orang yang dapat mencapai fase ini..... ada juga manusia yang melalui fase buruk dan nyaman dengan situasi ini..... inilah dimana manusia mengalami cerita kelam dimana sifat fujurnya menjadi penguasa atasnya.... kekuatan negatif akan selalu membuat manua akan merasa nyaman dengan fase ini smape buta mata hatinya.... tidak punya sensifitas, tidak punya krealifitas.... tidak produktif sebagai manusia seutuhnya.... maka fase-fase adalah rekam jejak masalalu/potret kualitas kita hari ini.....

    BalasHapus

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin