`

`

Rabu, 30 Mei 2012

AKU GILA DENGAN OBSESI INI




Sudah dua tahun aku melewati dunia pasca kampus. Dunia yang pastinya sangat berbeda. Dunia yang sering membenturkan idealisme kita dengan kenyataan hidup yang sesungguhnya. Dunia yang pada akhirnya kita selalu berkesimpulan bahwa hidup ini harus realistis. Tetapi aku berbeda. Aku masih belum mampu memaknai bahasa realistis itu  kedalam pilihan konsen perjuangan untuk mensukseskan misi profetik.

Ketika didunia kampus dahulu garis besar gaya hidup kita hanya tiga, adalah menjadi mahasiswa yang sukses secara akademis, belajar bahwa dengan moralitas yang baiklah harapan kejayaan bangsa ini akan terjaga, dan berikut menjadi aktivis mahasiswa yang berteriak sekeras mungkin ketika ada masalah yang tidak pro rakyat dan anti kebenaran. Sungguh situasi yang membentuk kita menjadi orang yang sangat idealis. Tidak jarang juga kita temukan mahasiswa yang sangat utopis dengan dunianya dan dunia disekelilingnya.

Pada fase itu kita merasa tingkat aktualisasi kita sudah sangat purna. Ada kepuasan tersendiri, jika kita bisa mengilustrasikannya dalam sebuah model grafik-saat itu mungkin kita sudah ada titik paling atas. Titik yang dimana kita merasa bahwa gelar sarjana dan gelar aktivis menjadi satu pencapaian yang tidak bisa tertandingin dalam sejarah apapun dalam hidup kita. Begitu pula yang aku rasa memenuhi relung hatiku. Ada kepuasan karena sejarah sukses menurutku itu ku goreskan sendiri bersama tumbangnya waktu, bersama terisinya segala kesempatan untuk berproses menjadi-aku artikan sebagai mahasiswa yang sesungguhnya.
Waktu ini berlalu ternyata membuat aku harus mengatakan bahwa waktu adalah makhluk misterius. Ia selalu memberi kejutan. Selalu menawarkan sesuatu yang baru. Tidak jarang ia membuatku memompa adrenalin. Dan sangat sering ia menegangkan urat-uratku, mengerutkan dahi dan memusingkan kepala. 

Menjadi sarjana dan bergelar aktivis ternyata hanya mampu menciptakan ketenangan dalam waktu yang sangat terbatas. Pasca kampus aku merasa dua gelar itu justru tumpul dan tidak mampu memberikan kekuatan tersendiri menepis segala beban fikir yang muncul. Aku mahasiswa yang kuliah jauh sampai ke pulau jawa. Masuk Universitas ternama. Menjadi aktivis. Lalu pulang kampung tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Harapan dieluk-elukan sebagai lulusan universitas di pulau jawa hanyalah menjadi pepesan kosong dan mimpi disiang bolong. Justru semakin kuat kabar angin yang menyerang seperti badai yang mengisi halaman-halaman rumah tetangga. Mengatakan “Tak ada gunanya kuliah jauh tetapi tidak bisa apa-apa dan tidak punya pekerjaan”. Kata-kata yang menyesakkan dada ini membuat aku semakin sering mengurung diri dikamarku. Hanya bisa mengeluh dan mencibir netbook yang selalu menatap sayup ketika aku mengekspresikan amarah lewat tulisan-tulisanku.

Beberapa waktu kemudian aku sudah bekerja. Aku diterima bekerja di sebuah LSM yang bergerak dibidang Advokasi pelayanan Publik. Enam bulan ketika aku magang disana, aku yakin bahwa inilah wadah yang membuatku mampu memelihara idealismeku, kultur intelektual, budaya diskusi, dan seabrek model aktivitas yang sewarna dengan dunia mahasiswa. Aku memang sangat khawatir ketika disuatu saat nanti idealisme yang melekat hari ini terkikis dan terbuang lalu berterbangan seperti kapas yang tidak jelas mengikuti angin yang membawanya. Tetapi dunia LSM membuatku yakin bahwa idealisme ini akan semakin mendarah daging. Nilai-nilai yang disebut Tata Kepemerintahan Lokal yang Demokratis yang jadi ruh disana terinternalisasi dalam gerak aku dan kawan-kawan. Nilai-nilai partisipatif, transparan, akuntabel, keswadayaan, kesetaraan, berpihak, keberlanjutan, kemandirian, pemberdayaan dan pengkaderan, dan demokratis. Kita bekerja meningkatkan Kapasitas warga dan organisasi warga dalam mendorong pelayanan kesehatan yang optimal. Mendampingi sepuluh desa, menjajaki semua problem pelayanan kesehatan, kemudian memilih kader terbaik desa untuk menjadi pioner dan mereka menginisiasi lahirnya organisasi warga yang konsen memberikan informasi berkaitan dengan standar pelayanan, lalu membelajarkan organisasi ini dan masyarakat menjadi warga yang berdaya, serta menampung segala keluhan dan pengaduan masyarakat untuk diadvokasi di pihak pelayan kesehatan dan pengambil kebijakan. Lalu diantara aktivitas-aktivitas itu ada peningkatan kapasitas kita sebagai NGO dan warga serta organisasi warga tentang regulasi-regulasi yang berkaitan dengan isu yang sedang kita perjuangkan. 

Aktivitas-aktivitas ini sangat mulia. Aku begitu nyaman. Aku bisa memenuhi kebutuhan otak-ku untuk bergulat dengan segala diskursus tentang konsep pengorganisasian, dan tekhnik fasilitator. Dan secara langsung menyiapkan diri untuk berlajar menjadi konseptor perubahan. Inilah mungkin cara aku dan kawan-kawan di LSM melakukan rekayasa untuk perubahan sosial. Menjiwai dan berubah wujud menjadi aktivis LSM mengajarkan aku untuk selalu meningkatkan kapasitas, karena fungsi pendampingan dan pengorganisasian ditingkat warga menuntut kita untuk memberi banyak hal untuk itu. 

Dalam kenyamanan ini aku merasa tidak ingin berpindah dari tempat dudukku yang begitu banyak memberi input kapasitas. Lalu bersama dengan waktu ini pula aku merasa seperti ada sesuatu yang masih kurang. Ada sesuatu yang masih perlu aku kejar. Bergelar aktivis mahasiswa sudah aku tempuh, memelihara idealisme dengan tempat bekerja yang cukup nyaman sedang juga aku alami dengan sepenuh hati. Bahkan mencoba membentuk kultur baca dan diskusi di taman kota sudah aku seriusi. Tetapi aku merasa masih ada yang tersumbat dalam obsesiku. Beberapa kali mendapat sindiran sebagai orang yang tidak jelas arah tujuannya. Seringkali juga dianggap sebagai kutu loncat. Hanya karena aku melakukan pekerjaan lebih dari satu tetapi masih merasa ini bukan sesuatu yang ku kejar selama ini. Bahkan ketika aku menjadi dosen yang menurutku nanti mampu menemukan sesuatu yang sedang aku cari. Ternyata tetap saja aku merasa melewatinya sebagai rutinitas ansih. 

Ada keinginan besar yang masih harus ku tuntaskan dalam perjalananku. Entah apa dia. Tetapi aku menafsirkan ini adalah keinginan untuk menjadi penulis dan menerbitkan buku karyaku sendiri. Aku serasa gila dengan obsesi ini. Tidak jarang waktuku terkuras hanya dengan memandangi buku-buku yang berbaris di mejaku. Hanya untuk melihat dan ter-kagum-kagum dengan karya luar biasa yang mereka ciptakan. Ada juga terkadang aku mencibir beberapa buku yang ku anggap tulisannya sangat sederhana tetapi laku di pasaran. Sungguh menyentil untuk beradu ide dan karya. Aku sering belajar menulis mengikuti gaya mereka menulis, sering belajar tentang cara mereka mengungkap keluh kesah, belajar mengekspresikan bahagia lewat artikulasi bahasa yang bisa membuat pembaca ikut tersenyum, dan belajar tentang cara para penulis itu mengungkap kebobrokan pemerintah dengan bahasa yang eufimistik.

Dan aku puas dengan semua itu. Ingin rasanya berteriak dan mengangkat tangan serta mengatakan “Aku merdeka dari segala keluh kesah yang membuat hidupku redup dan senyumku mengkerut”. Maka dari itu aku ingin benar-benar menjadi penulis dan disaatnya nanti menciptakan buku yang bisa membuat orang lain tersenyum, ter-inspirasi, terdorong melakukan kebaikan, dan merdeka dari segala kepelikan hidup. Tentu sekali lagi ini bukan untuk kepentingan prestise tetapi dalam rangka mengambil bagian dalam upaya mencerdaskan manusia. Dalam rangka berperang melawan kebobrokan moralitas. Hanya dengan menulis membuat orang lain bisa menyelami makna kebaikan yang selama ini menggerakkan kita. Hanya dengan menulis membuat pesan-pesan kebaikan yang kita sampaikan bisa dibaca oleh manusia diseantero negeri. Menulis ini mencoba menyampaikan kecemerlangan ide yang kita dapatkan dari suara langit. Suara Penguasa Abadi.

Mari menulis.  

*Merapat bersama obsesi ini

6 komentar:

  1. saya yakin anda sudah menjadi penulis... soal punya buku hanya soal waktu.. yakinlah..

    BalasHapus
  2. semoga sukses teman

    BalasHapus
  3. SUKseS Sobb... jadi penulis tidak harus punya buku, tapi dengan memberikan banyak insfirasi dengan tulisan tulisan singkat sudah lebih bermanfaat daripada ber angan

    BalasHapus

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin