`

`

Senin, 28 September 2009

MIMPIKU MENULIS

Saya bukanlah penulis handal yang setiap hari bergelut dengan kertas dan pena, atau saya bukan penulis produktif yang karya-karyanya selalu dimuat dan buku-bukunya membludak dipasaran, atau juga saya bukanlah penulis sukses yang hasil karyanya bisa menghidupi saya. Saya adalah mahasiswa pinggiran yang selalu mengungkap perasaan lewat pena, mahasiswa terpinggir yang mengalirkan air mata lewat tulisan dan puisi. Saya juga aktivis sebuah organisasi yang menurut beberapa orang terlalu utopis dan susah beradaptasi dengan realitas yang menurut saya terlalu pragmatis.

Saya benar-benar tidak pintar menulis, kadang-kadang saya harus mengerutkan dahi untuk mentransfer ide saya ke dalam tulisan, cerpen, ataupun puisi. Disaat-saat semangat kadang saya mengumpulkan banyak buku kemudian disimpan dimeja bersama laptop hanya untuk menulis satu karya tulis. Saya hanya ingin membuat jejak sejarah dengan berkarya lewat tulisan, walaupun sering merasa bahwa tulisan saya tak beraturan, tidak sistematis, struktur bahasanya tidak bagus, dan lain-lain untuk menggambarkan ketidakberdayaan saya dalam menulis. Tapi saya merasa saya memiliki semangat dan rasa lapar untuk menulis. Pernah saya pada suatu hari pusing, dan mumet karena banyak masalah yang menghinggap dipikiran saya, dan semua hilang serta sayapun merasa tenang setelah semua saya create dalam sebuah puisi yang sangat tidak layak dimuat dalam media, jangankan media barangkali ketika disodorkan keteman-teman yang sering menulis puisi, akan mengundang ejekan dan menjadi bahan tertawaan, tetapi bagi saya puisi yang saya buat itu cukup menggambarkan isi hati dan pikiran saya ketika itu.

Saya memiliki impian untuk menjadi penulis; mentransformasi ide lewat tulisan, mengingatkan lewat puisi, menggugat ketidak adilan lewat cerpen, atau sederhananya saya ingin orang mengetahui sejuta ide yang hinggap di kepala kecil saya, yang mendasar mungkin saya ingin berdakwah dan merubah masyarakat lewat tulisan dan karya saya. Sederhana tetapi mulia. Saya tidak punya kelebihan tapi saya menemukan ruang optimisme yang saya yakin bahwa saya bisa menerobosnya, walau saya harus melahap 2 buku setiap hari. Sedikit tapi rutin. Saya merasa mubazir ketika ide yang kadang-kadang muncul disaat-saat makan, minum, bersepeda, atau lagi bergurau dengan bantal sebelum tidur tidak ditulis. Saya yakin semua ini akan berbuah karya, tinggal ikhtiar dan do'a. Saya jadi teringat Putu Wijaya yang menemukan ide disaat-saat santai, atau Eep Syaifullah menemukan ide disaat menyetir mobil dan meminta istrinya untuk merekam dan disempurnakannya ketika santai dikantor. Atau penulis Mesir Naquib Mahfudz yang menemukan ide tiap tulisannya di cafe langganannya. Dan saya pun akan menyusul mereka. Entah kapan.

Saat ini saya begitu candu dengan internet yang menyediakan banyak informasi tentang kehidupan ini, saya sering ke warung internet hampir tiga kali disetiap harinya dengan empat sampai lima jam dalam setiap kalai masuk. Dan pun saya tidak jarang ke warnet menghabiskan dua jam hanya untuk browsing dan pulang dengan tangan hampa, walau lebih sering menciptakan tulisan-tulisan kecil untuk blog yang menjanjikan itu.


Saya menemukan satu potensi yang sudah lama tumpul karena tidak diasah, sejak sekolah menengah padahal saya memiliki buku harian yang setiap waktu menemani buku-buku pelajaran sekolah ditas kecil yang terus dibawa kemanapun. Buku harian ini yang selalu ada dalam suasana apapun, hanya dia yang memahami perasaan saya, suara hati, dan penolakan-penolakan saya terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip dan cara berfikir saya. Dia juga sering menjadi kambing hitam ketika saya tidak puas menghadapi model manusia yang sering membuat saya jengkel. Sampai awal saya mengingjak perguruan tinggi, sekitar tiga sampai empat buku harian yang ikut bersama saya sampai ketempat saya merantau.

Dalam pergulatan saya menghadapi hidup, buku-buku harian itu semakin hari semakin saya duakan bahkan lebih banyak sampai nyaris terlupakan dan tidak pernah saya sentuh. Saya tidak menghadirkannya dalam hidup saya, tidak pernah saya libatkan dalam pelarian masalah-masalah saya, bahkan pernah saya merasa habis manis sepah dibuang terhadap teman sejati ini, teman yang selalu siap dengan perasaan dan bahasa apapun ketika saya menulis.

Semakin hari kesibukan mulai berkurang dan sering tidak beraktivitas dan lebih parah lagi ketika waktu-waktu produktif dilampiaskan untuk tidur. Dan seiring dengan bergantinya waktupun, perasaan lapar untuk menggoreskan ide lewat pena muncul seketika dan seolah terjiwai dalam geraknya saya saat ini. Saya kembali sibuk melahap buku-buku yang ada diperpustakan kecil saya, saya bahkan menyelesaikan hampir tiga buku setiap harinya. Ditengah-tengah kekosongan saya sering memanfaatkannya untuk mereview cerpen, buku motivasi, novel yang sekilas saya baca dan pahami intinya. Ditengah kesibukan masa akhir-akhir kuliah ini bayangan untuk menjadi penulis terkenal dan sukses selalu membelenggu pikiran saya, saya terus merasa gerah dan terpompa semangatnya ketika melihat karya teman-teman seangkatan saya. Saya merasa menulis bukanlah hal yang susah tinggal kesungguhan dalam mengikuti hasrat menulis, kesabaran dalam menunggu karya terbaik dari tulisan kita, serta penghargaan yang besar terhadap sekecil apapun karya yang telah dibuat.

Ayo Menulis..!!!


Surabaya, 05 Maret 2008

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin