`

`

Rabu, 03 Maret 2010

MENEMUKAN INSPIRASI DI WARUNG KOPI

Satu minggu yang lalu aku jalan-jalan ke Kota Pahlawan-Surabaya. Selain melepas penat setelah bergulat dengan skripsi, aku ingin menyelesaikan beberapa agenda penting; Aku ingin pamit sama teman-teman Pelajar Islam Indonesia (PII), aku ingin minta petuah dari teman-teman yang telah sukses meniti hidup di sana, secara Surabaya adalah kota “panas” selain kota yang memiliki kawasan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara Kota ini juga memiliki iklim pergerakan mahasiswa dan politik yang lebih keras dibandingkan kota lain di Jawa Timur. Karena itu menjadi orang sukses dikota itu adalah satu hal yang luar biasa. Selain itu agendaku adalah menghadiri Sarasehan Instruktur Regional PII Jawa Timur. Menyelesaikan agenda-agenda itu memerlukan waktu satu minggu, walaupun sempat suntuk karena orang-orang yang mau ditemui pada sibuk keluar kota, tetapi akhirnya tuntas juga.

Kota Surabaya tidak hanya bersejarah saat para pejuang dahulu berjuang untuk mempertahankan bangsa dan negara ini tetapi bersejarah buat aku dan teman-teman yang menempa diri disana. Ketika tahun 2006 sampai akhir 2009 yang lalu aku mengisi hari-hariku di Surabaya. Ada agenda rapat, cari sponsor, donatur, silaturrahim, ada tamu dari wilayah lain, dan agenda-agenda lain yang hanya bisa diselesaikan disana.

Kota Surabaya juga merubah kebiasaan. Ini kataku, aku merasa banyak berubah dan harus beradaptasi banyak hal ketika berada disana. Dari pola makan, mandi, aktivitas, dan kebiasaan akan berubah. Ketika di Malang, setiap hari biasanya makan dua atau tiga kali dalam sehari, tetapi disana bisa satu kali atau sekedar kopi dan dua buah pisang goreng pengganjal perut, begitupun kalau mandi-disana mandi jadi tidak teratur padahal ketika di malang setiap hari hanya mandi dua kali yaitu pagi dan sore, aktivitas dan kebiasaan juga berubah, di Malang rasanya bersantai-santai ria sangat mengasyik-kan, berleha-leha bisa jadi teman, tetapi di Surabaya serasa dituntut aktif dan sibuk dengan agenda-agenda. Ini yang aku rasakan selama hampir tiga tahun lebih mondar-mandir di kota itu.

Ada satu yang unik di sana, sesuatu yang jarang saya temui di Kota Malang. Dan mungkin kalau dilakukan oleh para aktivis di Malang kelihatannya sedikit asing dan aneh. Itu adalah Warkop alias Warung Kopi. Warkop di hampir sebagian besar disepanjang jalan di Surabaya selalu ada, berjejer dan dikerumuni oleh para manusia yang rehat dari pekerjaannya masing-masing, bayangkan dari tukang becak, tukang ojek, pedagang, wiraswasta, sampai pegawai kantoran. Mereka biasanyanya melepas segala masalah pekerjaan di warung kopi, sehingga mungkin sangat positif masalah-masalah itu berhentinya di warung kopi dan tidak dirumah mereka. Beberapa kali saya cermati yang di obrolkan itu macam-macam, selain masalah pekerjaan, juga masalah-masalah kenegaraan, yang kadang-kadang membuat saya terkesima ketika bahan obrolannya itu seputar perkembangan terbaru, terakhir ketika saya kesana-saya cukup asyik mendengarkan diskusi santai mereka tentang skandal Bank Century, hebat bukan?

Nah, kebiasaan ini lama-lama menjadi satu bagian kecil yang susah dipisahkan dari kesibukan di Surabaya. Ketika masih distruktur Pengurus Wilayah PII, warkop menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses menemukan ide dan inspirasi konsep perjuangan. Sesekali disaat pending rapat, sarasehan, diskusi di sekretariat, mesti warkop jadi tempat pelarian, sungguh satu hal yang unik dan ajaib ketika agenda-agenda yang dibicarakan oleh lebih dari sepuluh kepala mandeg dan terpecahkan oleh beberapa orang ketika di warung kopi, luar biasa bukan. Selain itu, beberapa orang teman yang terlalu pragmatis, mokso, tidak rasional memandang satu strategi perjuangan yang dibahas, dan sangat ngotot disaat rapat, setelah itu luluh dan selesai di warung kopi. Ini bukan karena kopi politik seperti yang dibicarakan orang tetapi karena nuansa netral dan menghadirkan beribu inspirasi diwarung kopi sehingga semua tuntas.

Senior-senior saya yang sudah terjun di dunia politik, sering bercerita bahwa lobi-lobi kelas atas yang dilakukan oleh para politisi tingkat wilayah dan nasional, seringkali menuntaskan ketegangan ketika diforum dilarikan ke warung kopi, walaupun memang warung kopi standar mereka lebih berkelas dan stratanya lebih tinggi dibandingkan dengan warung kopi yang sering ku kunjungi bersama teman-teman yang hanya di temani oleh tukang becak dan kawan-kawannya.

Menemukan inspirasi di warung kopi, sesuatu yang kedengarannya sedikit mengganjal. Tetapi ini lah kenyataannya. Sesuatu yang saya alami selama berproses di organisasi saya, lebih khusus ketika harus menginjakkan kaki di Kota Surabaya. Segelas kopi untuk sejuta ide, gagasan, dan solusi. Andaikan semua pejabat mencoba mendekat ke warung kopi untuk menuntaskan masalah mungkin tak ada pilihan-pilihan debat kusir, dan konfrontasi. Warung kopi semoga jadi inspirasi!!

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin