`

`

Menulis bersama Cinta

Aku akan menulis bersama cinta. Itu kalimatku. Ini langkah pertamaku untuk memulai merangkai kembali segala ide ini. Semoga memberi manfaat pada kita semua. Memberi manfaat pada dunia.

Usiamu Bertambah, Cinta

Perasaan menemukan ruang untuk menulis ini ketika aku harus memikirkan satu ruang untuk menempatkan ucapan “Selamat Milad ke-23” kepada dikau, istriku sepanjang sejarah.

Dia Hadir Lagi

Malam ini kenapa rasanya ia hadir lagi mengisi ruang rindu ini. Setelah setahun lebih dia meninggalkan kami dengan senyum kasih sayangnya. Entah apa gerangan yang membuat air mata ini tiba-tiba menetes di sudut mataku. Tiba-tiba aku merindukannya.

Menikah Mengajarkan Banyak hal

Menikah seharusnya difahami sebagai lompatan menuju keridhaan dan surga Allah yang tidak pernah putus kenikmatannya. Maka dalam melewatinya semestinya bertabur amal sholeh.

Memaknai Tahun Baru 2014

Silahkan tulis mimpimu. Yakinlah bahwa ini hal terkecil yang bisa kita lakukan untuk merubah keterpurukan menjadi kebangkitan. Kita tidak akan sampai di ujung titik kesuksesan jika kerja-kerja yang kita lakukan hanyalah berhenti pada kesibukan kita mendefinisi makna fundamental tentang hadapan kita saat ini.

Hanya Ingin Menulis

SAYA INGIN MENULIS. Adalah sebuah cita-cita akan perubahan yang pelan tetapi pasti. Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan.

Jejak Usia Menuju 29 Tahun

Sesaat,waktu seolah memberi ruang untuk berkontemplasi panjang,memandangi kembali jejak dan sisa perjalanan yang telah dilewati

Bunda Tersayang, Semangat dan Inspirasimu Selalu Hidup

Semoga semangat dan inspirasimu selalu hidup sampai generasi kami menggantikan peran-peran ini. Dan semoga Allah meridhainya. #Bundatersayang.Spesial untukmu #Bundatersayang, bahwa semoga Allah mengampuni dosamu dan menempatkan engkau ditempat yang terbaik. Amin

Catatan Perjalanan Ber-LSM

Sekedar mengenang jejak #berLSM yang telah setahun tidak ku geluti lagi.#berLSM Gerbang baru, tempatku menemukan warna-warni aktivitas yang tak asing.Aktivitas #berLSM memang fase tetapi bagiku untuk beberapa hal adalah seperti melanjutkan perjalanan. #berLSM itu; penuh dengan ruang-ruang dialektika,motivasi mengembangkan diri,dan egaliter.Ya sudah pasti kita bisa memelihara idealisme.

Jika Boleh Memilih (Part 1)

Jika boleh memilih, aku ingin kembali ke masa kecil. Disaat mengenyam bangku sekolah di Sekolah Dasar (SD). Hidup bagiku disaat itu adalah mandi pagi, berseragam dan berangkat sekolah. Bermain sesuka hati, belajar semampuku, makan lalu istirahat. Hidup mengalir tanpa beban. Yang ada adalah tumbuh dan besar ditengah orang-orang yang menyayangi.

Antara Pilihan

Tak ingin rasanya beranjak pergi meninggalkan persinggahan ini ruang sepi yang buatku terhenti diujung jejak-jejak perjalanan itu

Sepi ditengah Keramaian

Sepi ditengah keramaian ini semoga menjadi peristiwa-peristiwa yang indah jika dikenang kembali kelak. Bahwa bagian dari perjalanan ini adalah memupuk cinta diseberang pulau. Atau cinta bersemi dalam kejauhan. atau mungkin Cinta dalam ruang yang berbeda. Atau apapun lah yang menggambarkan cinta yang selalu membersamai waktu-waktu kami.

Untuk yang Terkasih

Sayang..Cinta itu menyembuhkan..ada yang beda saat dirimu hadir disini..dengan segunung rasa yang kau punya..kau menyebutnya cinta..ya sering sekali kau menyebut kata itu,menulisnya,mengungkapkannya,menuliskannya lagi,begitu,sering sekali,terus begitu,seperti tak mampu diungkap oleh kata,seperti tak selesai ditulis dengan pena.

9 Bulan Lagi Jadi Ayah

"Kak barusan saya test pack. Alhamdulillah positif..Sembilan bulan lagi sampean jadi abi..In shaa Allah..:)" Memang baru saja menyapa di perut ibunya. Belum genap sebulan. Masa-masa berat yang mesti dilewati dengan kesabaran. Semoga tidak ada halangan ataupun hambatan yang berarti. Selanjutnya harus mengatur aktivitas sebaik-baiknya sehingga dia tetap terpelihara hingga menjadi manusia seutuhnya dan hadir menyapa dunia. Amin

Dua Hari Cukup

Satu bulan berada berjauhan dan sudah saatnya waktu ini berdialog dengan cinta kembali. Membersamai hari-hari berdua bersamanya, kekasih hatiku. Aku meski sadar bahwa karena pertarungan ini masih berhelat maka tidak ada cukup waktu untuk menyapanya. Dua hari saja cukup untuk dia, untuk memupuk senyum dan bahagia dihatinya.

Dari Politik Ke Peradaban (part 1)

Semangat saya kembali ber-api membaca transkrip taujih @anismatta "Dari Politik ke Peradaban" dalam buku Integritas Politik dan Dakwah.Ini kira-kira isi taujih yang membuat saya bersemangat. Momentumnya tepat untuk membakar jiwa ditengah perang saat ini. Monggo dinikmati..Kedepan ada 3 cita-cita yang akan kita kejar, yaitu: cita-cita politk, cita-cita dakwah, dan cita-cita peradaban.

Dari Politik Ke Peradaban (part 2)

Cita-cita yang harus kita kejar yang ketiga adalah Cita-cita peradaban.Terjemahan implementasi dari apa yang disebutkan oleh Imam Hasan Al Banna sebagai cita-cita tertinggi dakwah kita,yaitu Ustaziatul Alam.Sementara sekarang peradaban barat tidak lagi mampu memberikan semua unsur yang diperlukan manusia untuk berbahagia.Sekarang ada kekeringan yang luar biasa. Sehingga yang dipikirkan oleh barat adalah mempertahankan hegemoni.

Merangkai Hidup Baru

#MerangkaiHidupBaru adalah episode baru yang aku adalah sutradara sekaligus pemainnya.Kenapa kok #MerangkaiHidupBaru padahal kan sudah 1 tahun lebih menikah? 1 tahun lebih menikah adalah episode yang berbeda karena muatan ujiannya berbeda.Kalau boleh aku ingin memberinya nama #MencariFormatHidup

Perjalanan Menuju Menang

Ingin mengurai satu demi satu cerita perjalanan #menang di 2014 ini. Karena ada banyak hikmah yang akan menjadi penguat langkah kedepan..Perjalanan ini harus dicatat karena ada pelajaran tentang perjuangan sungguh-sungguh kita untuk #menang..Kami ingin sefaham bahwa amanah berat ini adalah amanah semua..tugas saja yang beda..Masyarakat sudah tunggu bukti..semoga kami bisa amanah..Semoga ustad Nasaruddin diberi kuat,sehat, untuk penuhi dan perjuangkan hak rakyat.. Semoga istiqomah..Amin

Tebar Inspirasi Hingga Tak Terbendung

Tanggal 10 Mei 2014. Selamat Milad. Semoga usianya berkah. Semoga istiqomah. Semoga menjadi istri sholehah dan kemudian menjadi ibu teladan bagi anak-anaknya. Waktu-waktu belum habis untuk belajar semoga tetap mau belajar, semoga selalu memberi manfaat dimanapun, dan menjadi apapun. Tebar inspirasi hingga sekat tak mampu lagi membendungi arusnya.

Rabu, 30 September 2009

BERFIKIR, BERKATA, DAN BERBUAT DENGAN AKAL SEHAT

Saya terkesimak ketika Dahlan Iskan berbicara tentang akal sehat. Kedengarannya biasa tetapi ada makna yang mendalam. Sesuatu yang kebanyakan orang memilikinya tetapi tidak semua bisa mengikuti apa kata akal sehatnya. Sesuatu yang terkadang ketika diselimuti oleh emosionalnya, orang bisa menilai sesuatu sebelah mata. Terbukti ketika tahun 1988 emosi massa mengatakan bahwa adobsi bayi dilatarbelakangi oleh tujuan-tujuan jahat, walau pada akhirnya terbukti tidak, dan pada waktu itu ada yang menjelaskan kalau adobsi bayi bertujuan baik, tetapi pada akhirnya harus kalah oleh suara massa yang emosional. Tetapi seorang CEO Jawa Pos Group ini juga mengatakan bahwa bayi-bayi yang diadobsi itu kini sudah menjadi orang-orang yang mapan. Tidak bisa kita bayangkan ketika bayi-bayi itu tidak diadobsi, mungkin hari mereka sudah menjadi gelandangan, semakin menambah daftar orang yang putus sekolah dinegeri ini. Dengan ini kita bisa belajar bahwa sesuatu harus kita pikir dengan akal sehat.

Akal sehat memang harus diperjuangkan terutama pada masyarakat yang memiliki kultur yang tidak pernah membuka ruang kepada akal sehat. Sebenarnya pada masyarakat, akal sehat sudah menjadi satu hal yang melekat tetapi minoritas, suara minoritas yang pasif dan pasrah dengan realita. Nah, ini tidak bisa dibiarkan, alias harus dilawan, dan diperjuangkan untuk menjadi suara mayoritas. Harus ada pionir, atau entitas kecil yang menggugah, memulai dan menggagas, kemudian mendobrak karena jika tidak dia akan termakan.

Suara minoritas kadang-kadang berkarakter pasrah dan menyerah, menyerah karena ketidak mampuan dan ketakutan untuk ditindas. Disisi lain ketika sudah menjadi suara mayoritas, tidak berani menyuarakan akal sehatya. Tunduk kepada kekuasaan, kekuasaan yang seharusnya dilawan, tunduk kepada kebodohan, kemalasan, awalnya menjadi apatis, kemudian menjadi tradisi dan pada akhirnya menjadi kultur, kultur yang oleh Dahlan Iskan menyebutnya akal sehat yang telah menjadi “mayoritas yang diam”.

Biasanya orang-orang seperti ini tidak jujur dengan suara hatinya, selalu tenggelam dalam teriakan nurani yang tak pernah tersampaikan, tak pernah didengar, dan akhirnya tak pernah mampu merubah apa-apa. Banyak yang memilih sesuatu bukan atas akal sehatnya tetapi karena pengaruh dari luar dirinya, pilihan itupun tidak menjadi pilihan hati sehingga tidak pernah menjadi pilihan yang sungguh-sungguh. Hampir sebagian besar merasa pilihan ini bukanlah berdasarkan pilihan sadar dari akal sehatnya tetapi masih terus menjadi pilihan.

Akal sehat harus di asah dan dibiasakan, karena jika tidak-kita akan terbawa arus tradisi berfikir yang keliru, yang pada umumnya tetapi tidak memiki standar dan parameter yang jelas. Akal sehat akan merubah dunia, menggugat dan menerobos tradisi yang salah dalam masyarkat, parameter-parameter yang dipasang tanpa logika dan keilmuan, mengklaim salah pada sesuatu tanpa mencerna terlebih dahulu, dan memberi standar kualitas orang dengan ijazah. Tapi mungkin dengan inilah orang-orang cerdas bisa dijegal, dibunuh karakternya, dan tak punya ruang lagi untuk menyuarakan sesuatu yang mestinya didengarkan.
Dan satu hal lagi yang menarik dari cerita tulisan Dahlan Iskan adalah ketika bercerita tentang Bupati yang dipersoalkan pencalonannya karena ijazah SMA. Banyak yang menduga dia tidak memiliki ijazah, padahal secara legal dan resmi dia memiliki ijazah. Sehingga tidak ada alasan untuk menolaknya. Apalagi orang tersebut terlihat pandai dan ketika dibilang sarjanapun tidak ada yang meragukan. Dan ketika menjabat Gubernurpun masih pantas. Akal sehatnya begitu mengendalikan sehingga jujur dengan realitas diri yang sesungguhnya.
Berkata dan berbuat dikendalikan oleh akal sehat. Jika demikian tak ada yang berdusta dengan suara hati. Tak ada yang tertidas dan terpaksa berbuat untuk sesuatu. Tradisi keilmuan dan bermasyarakat sangat berkembang, semua dihadirkan tanpa rasa negatif, apalagi diperbudak oleh beberapa kenyataan yang mempertuhankan system dan tradisi yang tak pernah memiliki sejarah gemilang.

Selasa, 29 September 2009

KUPERSEMBAHKAN

Aku hadir seolah tak punya cinta, cinta untukmu wahai sahabatku..aku seolah hadir dihadapanmu tanpa cinta, cinta yang dengannya kau kan menyambutku dengan seuntai senyuman manis, tapi aku memang sadar karena tak pernah menghadiahkannya kepadamu..

Kawan, kau perlu tahu bahwa hari ini aku begitu kesepian, seolah hidupku sunyi, bagai berada dihutan belantara, tapi..masih mungkin di sana ada burung yang terus bernyanyi menikmati hidupnya bersama hewan sebangsanya..dan aku...disini hanyaa ditemani sepi, sunyi, seolah dunia tak pernah berpenghuni..seolah semua manusia sudah tak ada dan aku tetap ada disini...di dalam mimpi yang terus membuatku teap bertahan..

Kawan, aku sebernya ingin menyusulmu disana...dipilihan yang menjamin surga, tapi aku sangat yakin bahwa saat ini aku sedang berlari kencang menuju Jannah-Nya..
Semua mata sudah bisa menatap bahwa ini berbeda, berbeda memilih jalan, tapi sahabatku kita semua sama, masih dalam bingkai yang digariskan-Nya..

Kawan, napas ini seolah terus hangat dalam pertarungan yang masih terus harus didefinisikan, entah apa semua ini..tapi aku tak pernah menyerah dengan kenyataan yang harus ku hadapi, walau semua ini melelahkan,..Aku masih ingat dengan janjiku waktu ruh ditiupkan dalam diriku...makanya..bagiku hari ini adalah konsekwensi untuk menjadikannya semua tetap berpahala diakhirnya nanti hingga kita dijemput dengan Khusnul khotimah..

BERTANGGUNG JAWAB ATAS PILIHANKU

Tulisan ini saya buat hanya untuk menghilangkan penat. Banyak hal yang saya pikirkan, apalagi saya sebagai anak pertama yang biasanya diserahi beban yang lebih dibandingkan adik-adiknya. Saat ini waktu saya hampir sebagian besar terforsir untuk berfikir tentang saya hari ini dan esok. Yah mungkin karena study saya yang belum kelar sehingga saya merasa seperti dipersimpangan jalan, dan kalaupun memilih sudah bisa dipastikan saya akan memilih maju karena perjalanan ini sudah cukup jauh. Namun masa ini sangat rentan, masa dimana saya banyak menemukan teman-teman yang mengalami disorientasi terhadap cita-citanya bahkan sampai berguguran. Fisiknya hidup tapi seperti tong kosong yang tak berarti. Ngeri tidak kawan? Bukankah karena eksistensi ini kita sampai rela mempertaruhkan semua untuk meraihnya.

Kalau boleh berbagi; ketika awal kuliah, saya begitu banyak bermimpi tentang diri dan masa depan saya nanti, selayaknya mahasiswa pada umumnya; ingin menjadi yang terbaik, aktivis, pintar, cerdas, dan religius. Ini seperti remote kontrol yang menggerakkan ambisi dan cita pribadi untuk menjadi yang terbaik di mana pun kaki berpijak.

Pada perjalanan ini saya kemudian mencoba untuk merasakan sesuatu yang bernama rahmat, ya tepatnya rahmat yang telah dilimpahkan dibeberapa tempat yang bernama organisasi, buku, dan berbagai informasi. Saya begitu ingin menjelajah. Bukan sebab saya terlahir sebagai anak petani dan nelayan, tetapi saya ingin mencari sesuatu yang mampu menjawab ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri. Mencari kepribadian,..!! ya mencari kepribadian.

Salah satu matakuliahnya ketika itu adalah skala prioritas. Bisa dibayangkan dari sekitar lima organisasi yang saya cicipi menuntut harus fokus, mengkader, dan all out. Belum ditambah dengan tugas kuliah yang menguras waktu, energi, dan pikiran. Ini pelajaran yang begitu berat, sampai saya harus menghadirkan Yusuf Qardhawi untuk berbicara tentang fiqh awlawiat. Cukup? Tentu belum karena kesenjangan antara teori dengan praktek begitu kuat. Satu jawaban pragmatisnya adalah menyerah dengan kenyataan. Kenyataan sebagai mahasiswa, kenyataan sebagai aktivis, kenyataan sebagai manusia yang secara manusiawi butuh apa. Namun ditengah kenyataan ini satu hal yang tidak pernah ditemukan jawabannya, yaitu waktu.

Untuk menyandang status sebagai aktivis semua direlakan, juga dikorbankan. Sampai-sampai tak pernah punya waktu kecuali untuk belahan jiwa, yeah..begitulah kita mengagungkan organisasi. Katanya aktivis tapi jarang silaturrahim, dari teman kelas sampai silaturrahim ke tetangga yang menjual deterjenpun tidak pernah atau mungkin jarang begitu..oia ke penjual deterjen bukan dalam rangka silturrahim sebenarnya tetapi membeli deterjen untuk cucian yang sudah menumpuk. Sampai pakaian jadi kayak Disk VCD yang ada Side A, B, dan mungkin C. Pemakluman muncul ketika ini diklaim sebagai fase adaptasi. Tetapi apapun ini tetap tidak seharusnya begitu.

Cerita semakin panjang ketika umur semakin tua wilayah garapan semakin luas. Semua dijejaki dari pelosok Jawa Timur sampai menghampiri ibukota negara. Waktu 24 jam tak cukup jika diurai untuk merampungkan semua agenda. Akhirnya tak ada waktu selain untuk beraktivitas. Semua tercapai, semua dirasakan, dari jadi anggota inti sampai ketua organisasi, tidak percuma dan tak pernah ada yang cuma-cuma. Sampai semua rampung dan dipertanggung jawabkan secara profesional

Siklus hidup selalu terjadi, setelah semua tidak menjabat dialog dalam diri muncul dan mempertanyakan semua yang telah dialami. Menpertanyakan esensi kesibukan dulu, implikasinya, dan hubungannya dengan waktu yang terbuang sia-sia hanya untuk berorganisasi. Walaupun hanya sekedar dialog tetapi cukup membingungkan, terlebih orang-orang yang pernah melihat kita juga mempertanyakan, kok bisa begini? Ditengah kondisi seperti ini pertahanan yang baik adalah menyerang, maksudnya saya tak mungkin berdiam diri dan hanya mendengarkan celotehan seperti itu, saya harus menjawab, saya harus melawan, tetapi bukan ujuk-ujuk menyerang mereka tetapi menguatkan konsekwensi dari pilihan itu. Kita tidak hanya berani memilih tetapi harus berani bertanggung jawab terhadap pilihan itu. Realita yang menjadi hadapan sekarang bukanlah sulapan atau jebakan tetapi sesuatu yang telah dipilih secara sadar dan saat ini bukan cerita yang terpisah tetapi satu cerita yang belum usai dan harus diakhiri dengan happy ending. Dan satu hal lagi sebagai sebuah bukti bahwa semua ini bukanlah sesuatu yang terjadi dengan tiba-tiba adalah menyelesaikan bagian akhir cerita ini dengan teori yang pernah diramu dan dipraktekan dalam berbagai kesempatan yang telah lalu. Dan hanya ini uji coba terakhir tentang kualitas diri yang telah tertempa selama ini.

Selamat Berjuang..!!

Senin, 28 September 2009

AKU TIDAK INGIN TENGGELAM


Hidup itu indah, didesain sangat sempurna, lengkap, dan penuh arti. Berisi senang, susah, bahagia, sedih, suka, duka, dan lain-lain yang kita tidak akan pernah menemukannya jika mati. Indah bukan? Teorinya sangat sederhana, yaitu kita harus hidup apa adanya atau mungkin sedikit lebih keren bahwa kita harus realistis dengan hidup ini.

Hari ini kita sedang lapang dan bahagia, disuatu saat yang lain kita dapat berjumpa dengan apa yang disebut kesulitan. Dalam situasi seperti itu kita akan merasa berat jika hati kita tidak pernah tertata untuk menghadapinya. Apa lagi kita terlalu mengagungakan materi yang tidak pernah jadi milik abadi kita. Dan semakin hari, godaan berfluktuasi naik, mendobrak kebiasaan aman dalam pola berfikir kita yang memproses munculnya pertanyaan-pertanyaan; Apakah tidak lebih baik kalau kita menyerah?atau tenggelam saja di dalamnya? Godaan ini akan memakan “eksistensi” kita jika sedang berada dalam krisis kepribadian, ketidakjelasan orientasi, dan hal-hal yang menggugat komitmen-komitmen diri kita.

Bertahanlah..!! begitu suara nurani. Mengharap satu janji yang sudah menyatu dalam nurani, Berusaha untuk tetap bergabung di atas permukaan hidup. Percayalah, banyak hal pasti akan menjadi lebih baik manakala kita mampu bertahan dalam situasi krisis. Karena satu hal bahwa ketika kita mendaki bukit impian akan muncul badai besar yang bukan untuk menghalangi tetapi bermain-main dengan cita kita sampai diterbangkan pada satu titik sukses meraih kebahagiaan hidup.

BERBAGILAH DENGAN MEREKA


Apa yg kita miliki dan dapat kita bagikan pada mereka, orang-orang yang ada disamping dan disekeliling kita, atau komunitas yang saat ini jadi rumah kedua bagi kita, dan bahkan mungkin beberapa kelompok orang yang butuh ulurn tangan, tanpa mengharapkan pamrih? Barangkali bisa kita inventrisasi beberapa entitas yang kemudian bisa jadi obyek amal bagi kita. Mumpung masih ada banyak hal yang kita miliki dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Untuk memulai memang lebih sulit dibandingkan sesuatu yang biasa kita lakukan, tetapi justru itu yang membuat kita harus mengatakan “BISA” untuk memulainya.

Apakah yang kita miliki bolpoint, sepeda, atau sepatu roda? Apakah dalam rumah kita ada sesuatu yang bisa dinikmati? Apakah kita mempunyai cerita lucu, mesin ketik atau mungkin tulisan yang orang lain sangat merasa senang membacanya?

Pikirkan dengan sungguh-sungguh; berapa waktu yang telah kita habiskan untuk berkarya untuk sejarah dan umat, walau bukan kita yang telah melahirkan kesuksesan tetapi minimal kita andil dalam membantu hingga akhirnya kesuksesan itu diraih. Tanam dan karyakan semua sikap positif untuk membahagiakan orang lain, dari sekarang, hingga akhirnya kamu melihat dan meninggalkan jejak-jejak itu dengan tersenyum dan bahagia.

MENANTI DIBATAS WAKTU

Semua tak pernah disangka..
datang dan pergi bagai kilat yang terus tak berjejak..
tak pernah disangka ternyata pun semua mungkin..
jika takdir telah berkata..

awalan yang terus tak terencana
karena lama ditelan zaman
muncul tiba-tiba bagai petir membahana
menerangi semesta walau sesaat..keras..menggelegar..

Datang..pergi..tak pernah ada yang mengira..
tiba-tiba menjelma dalam dunia maya
memberi ruang, membuka tabir
bercerita tentang masa silam yang masih ada

seolah memberi ruang hampa
karena hadirnya tak pernah memberi tanda
jadi..bingung..belum yakin..dan pada akhirnya menjawab tidak.
aku tak pernah memberi ruang ketidak mungkinan pada takdir yang sudah pasti..

tapi..semua di ungkap..semua dikorek..
semua terbuka...menjadi jalan..pun menjadi penghalang..
bukankah perbedaan itu memperkaya...!!??
dan akhirnya membungkam dan tak bergelit..

jalan..dan terus berjalan...
memotivasi dan terus menantang..
mengambang dan menjawab..
"Insya Allah" dan terus bermakna..

Semua kan memulai..semua kan mengakhiri..
tapi tak berkalut karena bukan pemilik..
nantikan jika hadir dibatas waktu...
karena tak mungkin maya jika Dia berkehendak..


Malang, 19 Oktober 2008

BERKEMBANG TERUS

Oleh Martha Mary McGaw, CSJ

Kita adalah bagian dari lingkungan kita. Mari kita lihat dan tatap diri kita. Kita pasti akan menemukan keindahan dalam diri kita. Orang bilang:”Di mana kita ditanam, disitu pula kita harus berkembang”.

Jadilah tumbuh-tumbuhan yang selalu hijau. Tumbuh-tumbuhan yang tetap mekar sepanjang tahun, tanpa perlu ditanyakan apa sebabnya. Bunga-bunga liarpun bisa bermekaran. Di pegunungan-pegunungan bnga-bunga menyemarakkan keindahan alam. Taman-taman di tepi jalan membuat kota-kota semakin asri. Dan di rumah kita, kita adalah bunga-bungan itu.

Kita ajak sesama kita untuk bertukar pikiran, bertukar impian ataupun bertukar pengalaman. Kita tanyakan kepada mereka apa yang mereka miliki. Hal seperti itu dapat diibaratkan seperti penyerbukan silang. Senyumlah pada waktu kita mendengarkan pengalaman orang lain itu. Seperti halnya sinar mentari bermanfaat bagi tumbuh-tumbuhan, demikianpun hidup kita membawa manfaat bagi orang lain.

EPISODE CINTA SANG MUROBBI

Helvi Tiana Rosa

Cinta adalah kunci kesetiaan, kekaraban, dan kebersamaan serta semua fenomena keindahan dan kesejukan hidup. Bahkan cinta adalah kehidupan itu sendiri. Tak seorangpun di dunia ini yang dapat hidup tanpa cinta. Karena hidup tanpa cinta, hampa tiada makna. Maka, setiap kita meski hidup dalam cinta. Semakin tumbuh cinta dalam hidup ini, semakin meninggi nilai dan nadi kehidupan. Cinta memberikan kekuatan energi bagi kehidupan yang lebih baik. Cinta mampu menggerakkan keinginan hati. Semakin dalam rasa cinta, akan semakin kuat hati mendorong melakukan sesuatu yang disukai.

Demikiannlah, atas dasar dorongan cinta, Sang Murabbi selalu siap membimbing, mengajak, mendidik, menegur, sapa, dan menasehati mereka yang merinduknya.

Episode cinta sang murabbi bertutur tentang taburan cinta dan kenangan bersama seorang Murabbi yang memberikan sentuhan dan pengaruh mendalam terhadap orang yang mengenalnya secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga memberikan sinar yang menyelusup menerangi kalbu dan pikiran. Dan akhirnya membuatnya termotivasi untuk bergerak dan terus bergerak.

MENCARI PAHLAWAN INDONESIA

Anis Matta

Kerisauan penulis buku Mencari Pahlawan Indonesia bahwa ketika akhir-akhir ini krisis besar melanda negeri, "kita justru mengalami kelangkaan pahlawan" Memang itu sama kita rasakan. Lebih risau lagi Anis Matta selanjutnya memperkirakan bahwa dengan demikian telah tampak "isyarat kematian sebuah bangsa". Tapi jangan, janganlah kiranya malapetaka sakratulmaut itu terjadi.
Pahlawan yang didambakan Anis Matta bukan saja pahlawan yang membebaskan bangsa dari krisis besar atau pahlawan di medan peperangan gawat, tapi jauh lebih luas lagi bentangannya-pahlawan dunia pemikiran, pendidikan, keilmuan, pebisnis, kesenian dan kebudayaan.Di masa pembangunan ini", kata Chairil Anwar mengenang Diponegoro, "Tuan hidup kembal. Dan bara kagum menjadi api".

Kita selalu berkata jujur kepada nurani kita ketika kita melewati persimpangan jalan sejarah yang curam. Saat itu kita merindukan pahlawan. Seperti Chairil Anwar tahun itu, 1943, yang merindukan Diponegoro. Seperti juga kita saat ini. Saat ini benar kita merindukan pahlawan itu. Karena krisis demi krisis telah merobohkan satu per satu sendi bangunan negeri kita. Negeri ini hampir seperti kapal pecah yang tak jemu-jemu dihantam gunungan ombak.

Di tengah badai ini kita merindukan pahlawan itu. Pahlawan yang, kata supardi, "telah berjanji kepada sejarah untuk pantang menyerah". Pahlawan yang kata Chairul Anwar, "berselempang semangat yang tak bisa mati." Pahlawan-pahlawan yang akan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan besar dan pekerjaan-pekerjaan besar dalam sejarah hanya dapat diselesaikan oleh mereka yang mempunyai naluri kepahlawanan. Tantangan-tantangan besar dalam sejarah hanya dapat dijawab oleh mereka yang mempunyai naluri kepahlawanan. itulah sebabnya kita menyebut para pahlawan itu orang-orang besar.

Itu pula sebabnya mengapa kita dengan sukarela menyimpan dan memlihara rasa kagum kepada para pahlawan. Manusia berhutang budi kepada para pahlawan mereka. Dan kekaguman adalah sebgian dari cara mereka membalas utang budi.

Mungkin karena itu para pahlawan selalu muncul di saat-saat yang sulit, atau sengaja dilahirkan di tengah situasi yang sulit. Mereka datang untuk membawa beban yang tak dipikul oleh manusia-manusia di zamannya. Mereka bukan kiriman gratis dari langit. Akan tetapi, sejarah kepahlawanan mulai dicatat ketika naluri kepahlawanan merekamerespon tantangan-tantangan kehidupan yang berat. Ada tantangan dan ada jawaban. Dan hasil dari respon itu adalah lahirnya pekerjaan-pekerjaan besar.
Tantangan adalah stimula kehidupan yang disediakan Allah untuk merangsang munculnya naluri kepahlawanan dalam diri manusia. Orang-orang yang tidak mempunyai naluri ini akan melihat tantangan sebagai beban berat, maka mereka menghindarinya dan dengan sukarela menerima posisi kehidupan yang tidak terhormat. Namun, orang-orang yang mempunyai naluri kepahlawanan akan mengatakan tantangan-tantangan kehidupan itu: Ini untukku.

Naluri kepalawanan lahir dari rasa kagum yang dalam kepada kepahlawanan itu sendiri. Hal itu akan menggoda sang pengagum untuk melihan dirinya sembari bertanya, Apa engkau dapat melakukan hal yang sama? Dan jika ia merasa memiliki kesiapan-kesiapan dasar, maka ia akan menemukan dorongan yang kuat untuk mengeksplorasi segenap potensinya untuk tumbuh dan berkembang. Jadi, naluri kepahlawanan adalah kekuatan yang mendorong munculnya potensi-potensi tersembunyi dalam diri seseorang, kekuatan yang berada dibalik pertumbuhan ajaib kepribadian seseorang.

Dalam serial jenius-jenius islam, Abbas mahmud Al-Aqqad menemukan kunci kepribadian Abu Bakar As-Shiddiq dalam kata kekaguman kepada kepahlawanan. Kunci kepribadian, kata Al-Aqqad, adalah perangkat lunak yang dapat menyingkap semua tabir kehidupan seseorang. Ia berfungsi seperti kunci yang dapat membuka pintu dan mengantar kita memasuki semua ruang dalam rumah itu. Dan kita hanya mmahami pekerjaan-pekerjaan besar yang telah diselesaikan Abu Bakar dalam kunci rahasia ini.

Yang paling dekat dengan naluri kepahlawanan adalah keberanian
Tak ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran
Pengorbanan menemukan dirinya sebagai kata kunci kepahlawanan seseorang
Kompetisi adalah semangat yang melekat dalam diri para pahlawan, dan tak ada pahlawan sejati yang besar yang tidak mempunyai struktur filosofi.

Pahlawan itu masih mungkin hadir. Tapi jangan menanti kadatangannya atau menggodanya untuk hadir ke sini. Seperti orang-orang lugu yang tertindas itu; mereka menunggu datangnya Ratu Adil yang tidak pernah datang.
Mereka sudah disini, lahir dan besar disini. Mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Mereka bukan orang lain.

Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perlu berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan merek; dan dunia akan menyksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali menghiasi leher sejarah.

KUKATAKAN KEPADAMU

Aku hadir seolah tak punya cinta, cinta untukmu wahai sahabatku..aku seolah hadir dihadapanmu tanpa cinta, cinta yang dengannya kau kan menyambutku dengan seuntai senyuman manis, tapi aku memang sadar karena tak pernah menghadiahkannya kepadamu..

Kawan, kau perlu tahu bahwa hari ini aku begitu kesepian, seolah hidupku sunyi, bagai berada dihutan belantara, tapi..masih mungkin di sana ada burung yang terus bernyanyi menikmati hidupnya bersama hewan sebangsanya..dan aku...disini hanyaa ditemani sepi, sunyi, seolah dunia tak pernah berpenghuni..seolah semua manusia sudah tak ada dan aku tetap ada disini...di dalam mimpi yang terus membuatku teap bertahan..

Kawan, aku sebernya ingin menyusulmu disana...dipilihan yang menjamin surga, tapi aku sangat yakin bahwa saat ini aku sedang berlari kencang menuju Jannah-Nya..
Semua mata sudah bisa menatap bahwa ini berbeda, berbeda memilih jalan, tapi sahabatku kita semua sama, masih dalam bingkai yang digariskan-Nya..

Kawan, napas ini seolah terus hangat dalam pertarungan yang masih terus harus didefinisikan, entah apa semua ini..tapi aku tak pernah menyerah dengan kenyataan yang harus ku hadapi, walau semua ini melelahkan,..Aku masih ingat dengan janjiku waktu ruh ditiupkan dalam diriku...makanya..bagiku hari ini adalah konsekwensi untuk menjadikannya semua tetap berpahala diakhirnya nanti hingga kita dijemput dengan Khusnul khotimah..

Malang, 24 Juni 2008

JEMARI MENGUNGKAP KESENJANGAN

Saya tak ingin menulis sebenarnnya, tak punya hasrat juga untuk menulis, saya lagi tidak mood.Tidak tahu kenapa tiba-tiba kenangan-kenangan kelam struktural saya selalu menghinggap difikiran saya, biasanya berdiam diri lama, kadang pun bagai kilat yang menyambar ingatan saya dan pun lewat begitu saja.

Sekali lagi sebenarnya saya tak ingin menulis, saya juga bingung dan tidak tahu harus menulis apa, tapi tangan dan perasaan saya sedang berkonspirasi menggoreskan jejak yang telah terlewati beberapa saat sebelumnya. Perasaan saya memang selalu kalah ketika hasrat menulis mulai menggodanya, dan tiba-tiba melahirkan satu tulisan yang tak bermakna apa-apa tetapi lebih sering mengungkap fakta dan menggugat realitas, ketidak jelasan, dan kadang-kadang juga memecah kebekuan atas berfikir manusia-manusia hebat yang selalu bersamanya.

Semakin membekas ingatan tentang masa-masa kelam itu, tangan saya pun semakin mendobrak realitas itu lewat tulisan ini, kata demi kata dipaksakan menjadi satu struktur kalimat yang bermakna sesuatu mengungkap hal yang tak harusnya terjadi. Tangan ini tak pernah taat sama fikiran yang mencoba dewasa menyikapi realitas yang beraneka ragam, berbedaan yang tak terelakan, ingin saja ku amputasi bagian tubuh yang ini biar sekalian tidak selalu membangkang, tidak seperti hati dan fikiran yang selalu memadukan perbedaannya menjadi satu potensi yang saling menyempurnakan.

Yang kadang-kadang membuat saya jengkel ketika hasratnya, keegoisannya mengungkap kejadian yang tak alamiah dan selalu salah ini, disaat waktu-waktu saya menunaikan hak tubuh, merampas waktu efektif saya untuk kuliah, belajar, dan mengerjakan tugas organisasi saya, hanya karena menuruti kebingungannya menghadapi realitas yang tak sejalan dengan fikiran dan pemahaman saya. Dasar tangan yang sok jadi pahlawan. Saya juga terlalu bodoh kenapa terus menuruti jari-jari yang cuman sepuluh, kecil, mungil, tak sekuat energi manusia secara keseluruhan ini. Haruskah saya membentaknya, memarahi, memukulnya atau bentuk sikap konfrontasi yang lain mengehentikan keegoisan ini. Walau saya juga sadar saya terlalu egois terlalu membatasi gerak tangan saya. Kenapa saya tidak menurutinya saja dan menungguinya selesai membuat jejaknya beberapa saat. Dia juga tidak mungkin menulis berjam-jam, paling lama se-jam atau beberapa menit yang dia butuhkan untuk menuruti syahwat menulisnya. Dasar egois..Saya juga terlalu superior dan memaksakan tangan saya untuk hanya menjadi tangan dan tak memiliki ilmu kanuragan. Seharusnya saya juga mendengarkan obyektivitas cara dia memandang persoalan yang selalu menyentil ruang berfikir saya. Toh semua itu juga benar. Dia mengungkap ketidak adilan yang terjadi kepada diri saya, menjabarkan absurditas kolektif yang sudah terkonstruksi sejak lama, memetakan titik demi titik pilihan yang berbaju pragmatisme meninggalkan hal-hal penting dan mendasar yang seharusnya dijunjung dan dipelihara. Tapi sudahlah ini sudah jadi benalu, ini tak mampu lagi untuk direkonstruksi ke arah yang tepat. Waktu yang tersisa ini, semakin mendukung pilihan yang tak ketemu sistematika berfikirnya itu. Dan saya lebih sering diingatkan oleh jejak jemari ini dikertas bahwa ekspresi aktualisasi dan militansi itu tidak di apresiasi tetapi didekonstruksi menjadi sesuatu yang dicap politis dan berkepentingan. Sangat partikular.

Makanya saya tak berharap 10 prajurit ini menggugat realitas ini dengan jejak dan goresannya. Tak akan pernah ketemu, bisa dibayangkan, disaat fase kita mengevaluasi dan menyiapkan lapis, waktu kita dirampas oleh ketidak berdayaan mengkaryakan ide lewat aksi, berjuta apologi dan berlapis-lapis baju menyembunyikan diri kita sebenarnya. Saat yang diimpikan untuk memetik karya-karya terbaik, pupus oleh euforia kita merayakan kebahagiaan karena telah menemukan jati diri dan eksistensi kita sebagai pejuang, dan meninak bobokan kita dan menutup mata kita tentang sesuatu yang mendasar yang seharusnya kita perjuangkan.

Sebentar lagi detik-detik akhir perjalan akan usai. Dan menyadarkan kita bahwa tidak banyak yang sudah kita lakukan untuk mereka yang sedang berteriak meminta tolong dan meunggu uluran tangan dari mereka yang telah disandera oleh zaman yang semakin bobrok.

Benar jemari ini, ditengah keterbatasannya membanting tulang mengungkap realitas yang sedang kebingungan ditengah samudera yang luas dihantam oleh ombak-ombak yang tak mengenal persaudaraan. Jemari yang sejak lahir berada dalam kebisuan ternyata tidak tuli dan tidak buta malah sebaliknya terus menyorot dan mencatat kesenjangan zaman ini dengan perjuangan yang telah ada sebelumnya.

Sudah, sudah,.. jangan kau teruskan..!!! Nanti kau akan terjebak oleh manusia dan kau akan kehilangan kesempatan untuk mengurusi diri sendiri dan masa depanmu. Jemariku, kau telah berjasa membuka mataku dan orang lain untuk menyorot lebih dekat tentang kebobrokan ini. Bukankah lompatan-lompatanmu tak pernah dihargakan sekeping emas keberhasilan, kesuksesan dan yang lainnya. Cukup sudah, saatnya hanya melihat, menonton, dan sedikit pemantik semangat biar mereka bisa melompat lebih tinggi, walau kau harus mempersiapkan dirimu untuk dihujat seperti biasanya, kau harus kurus kerempeng karena hanya mengunyah hujatan, protes, dibohongi, dan tak pernah disuguhi makanan bergizi. Keberadaanmu hanya menjadi kambing hitam bagi ketidak mapanan, ketidak mapanan yang terus merindukan kemapanan yang tak akan pernah selesai sampai berhijrah kedunia yang lain..

Cukup..!! hari sudah larut malam dan saatnya untuk bergegas, masih banyak pekerjaan yang harus dirampungkan, anggap saja telah usai, lupakan ketidak berdayaanmu menjawab keadaan ini, hidup ini bak samudera yang penuh dengan kekayaan, lahan subur yang lain menunggumu, biarkan menjadi urusan yang Maha Kuat, Yang Maha Sempurna, untuk menentukan jalan terbaik menuju pelabuhan yang diimpikan, manusia hanya sebatas ikhtiar, dan Allah yang punya kebijaksanaan menentukan yang tebaik untuk jalan ini.


Malang, 07 April 2008

MIMPIKU MENULIS

Saya bukanlah penulis handal yang setiap hari bergelut dengan kertas dan pena, atau saya bukan penulis produktif yang karya-karyanya selalu dimuat dan buku-bukunya membludak dipasaran, atau juga saya bukanlah penulis sukses yang hasil karyanya bisa menghidupi saya. Saya adalah mahasiswa pinggiran yang selalu mengungkap perasaan lewat pena, mahasiswa terpinggir yang mengalirkan air mata lewat tulisan dan puisi. Saya juga aktivis sebuah organisasi yang menurut beberapa orang terlalu utopis dan susah beradaptasi dengan realitas yang menurut saya terlalu pragmatis.

Saya benar-benar tidak pintar menulis, kadang-kadang saya harus mengerutkan dahi untuk mentransfer ide saya ke dalam tulisan, cerpen, ataupun puisi. Disaat-saat semangat kadang saya mengumpulkan banyak buku kemudian disimpan dimeja bersama laptop hanya untuk menulis satu karya tulis. Saya hanya ingin membuat jejak sejarah dengan berkarya lewat tulisan, walaupun sering merasa bahwa tulisan saya tak beraturan, tidak sistematis, struktur bahasanya tidak bagus, dan lain-lain untuk menggambarkan ketidakberdayaan saya dalam menulis. Tapi saya merasa saya memiliki semangat dan rasa lapar untuk menulis. Pernah saya pada suatu hari pusing, dan mumet karena banyak masalah yang menghinggap dipikiran saya, dan semua hilang serta sayapun merasa tenang setelah semua saya create dalam sebuah puisi yang sangat tidak layak dimuat dalam media, jangankan media barangkali ketika disodorkan keteman-teman yang sering menulis puisi, akan mengundang ejekan dan menjadi bahan tertawaan, tetapi bagi saya puisi yang saya buat itu cukup menggambarkan isi hati dan pikiran saya ketika itu.

Saya memiliki impian untuk menjadi penulis; mentransformasi ide lewat tulisan, mengingatkan lewat puisi, menggugat ketidak adilan lewat cerpen, atau sederhananya saya ingin orang mengetahui sejuta ide yang hinggap di kepala kecil saya, yang mendasar mungkin saya ingin berdakwah dan merubah masyarakat lewat tulisan dan karya saya. Sederhana tetapi mulia. Saya tidak punya kelebihan tapi saya menemukan ruang optimisme yang saya yakin bahwa saya bisa menerobosnya, walau saya harus melahap 2 buku setiap hari. Sedikit tapi rutin. Saya merasa mubazir ketika ide yang kadang-kadang muncul disaat-saat makan, minum, bersepeda, atau lagi bergurau dengan bantal sebelum tidur tidak ditulis. Saya yakin semua ini akan berbuah karya, tinggal ikhtiar dan do'a. Saya jadi teringat Putu Wijaya yang menemukan ide disaat-saat santai, atau Eep Syaifullah menemukan ide disaat menyetir mobil dan meminta istrinya untuk merekam dan disempurnakannya ketika santai dikantor. Atau penulis Mesir Naquib Mahfudz yang menemukan ide tiap tulisannya di cafe langganannya. Dan saya pun akan menyusul mereka. Entah kapan.

Saat ini saya begitu candu dengan internet yang menyediakan banyak informasi tentang kehidupan ini, saya sering ke warung internet hampir tiga kali disetiap harinya dengan empat sampai lima jam dalam setiap kalai masuk. Dan pun saya tidak jarang ke warnet menghabiskan dua jam hanya untuk browsing dan pulang dengan tangan hampa, walau lebih sering menciptakan tulisan-tulisan kecil untuk blog yang menjanjikan itu.


Saya menemukan satu potensi yang sudah lama tumpul karena tidak diasah, sejak sekolah menengah padahal saya memiliki buku harian yang setiap waktu menemani buku-buku pelajaran sekolah ditas kecil yang terus dibawa kemanapun. Buku harian ini yang selalu ada dalam suasana apapun, hanya dia yang memahami perasaan saya, suara hati, dan penolakan-penolakan saya terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip dan cara berfikir saya. Dia juga sering menjadi kambing hitam ketika saya tidak puas menghadapi model manusia yang sering membuat saya jengkel. Sampai awal saya mengingjak perguruan tinggi, sekitar tiga sampai empat buku harian yang ikut bersama saya sampai ketempat saya merantau.

Dalam pergulatan saya menghadapi hidup, buku-buku harian itu semakin hari semakin saya duakan bahkan lebih banyak sampai nyaris terlupakan dan tidak pernah saya sentuh. Saya tidak menghadirkannya dalam hidup saya, tidak pernah saya libatkan dalam pelarian masalah-masalah saya, bahkan pernah saya merasa habis manis sepah dibuang terhadap teman sejati ini, teman yang selalu siap dengan perasaan dan bahasa apapun ketika saya menulis.

Semakin hari kesibukan mulai berkurang dan sering tidak beraktivitas dan lebih parah lagi ketika waktu-waktu produktif dilampiaskan untuk tidur. Dan seiring dengan bergantinya waktupun, perasaan lapar untuk menggoreskan ide lewat pena muncul seketika dan seolah terjiwai dalam geraknya saya saat ini. Saya kembali sibuk melahap buku-buku yang ada diperpustakan kecil saya, saya bahkan menyelesaikan hampir tiga buku setiap harinya. Ditengah-tengah kekosongan saya sering memanfaatkannya untuk mereview cerpen, buku motivasi, novel yang sekilas saya baca dan pahami intinya. Ditengah kesibukan masa akhir-akhir kuliah ini bayangan untuk menjadi penulis terkenal dan sukses selalu membelenggu pikiran saya, saya terus merasa gerah dan terpompa semangatnya ketika melihat karya teman-teman seangkatan saya. Saya merasa menulis bukanlah hal yang susah tinggal kesungguhan dalam mengikuti hasrat menulis, kesabaran dalam menunggu karya terbaik dari tulisan kita, serta penghargaan yang besar terhadap sekecil apapun karya yang telah dibuat.

Ayo Menulis..!!!


Surabaya, 05 Maret 2008

HARUSNYA DIPILIH..!!

Fenomena nikah dini pada kalangan aktivis dakwah akhir-akhir ini mulai merebah. Banyak motif yang melatar belakanginya. Ada banyak tinjauan yang digunakan untuk menatap dan mengambil kesimpulan tentang fenomena ini. Dari tinjauan yang sangat fundamental bahwa ini adalah perintah untuk menyegerakan sampai kepada pertimbangan normalitas manusiawi.

Ini fenomena yang menarik untuk dikaji dewasa ini. Ditengah meluasnya gerakan dakwah Islam, lembaga-lembaga kajian Islam, kelompok study Islam sampai kepada fenomena free sex dan feminisme, disaat yang sama muncul fenomena nikah dini dikalangan aktivis dakwah.

Tak ada yang salah dengannya ketika berjalan sesuai dengan apa yang telah digariskan-Nya. Tetapi fenomena ini mengandung perdebatan panjang dikalangan aktivis dakwah. Bukan atas pertimbangan nilai-nilai normatif Islam, memandang pernikahan dini tetapi lebih kepada pendekatan implikasi terhadap nilai profesionalitas organisasi.

Ada yang berpandangan bahwa menikah akan meningkatkan motivasi, ghirah, etos kerja, semangat militansi dalam konteks aktivitas berorganisasi tetapi realitasnya hari ini memberikan potret yang berbeda tentang ini bahwa banyak aktivis yang justru setelah memilih menikah meninggalkan tugas dan wewenangnya sebagai bagian dari personal organisasi tersebut. Satu sisi barangkali ingin mempertahankan aspek proporsionalitas tetapi karena tuntutan, tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengantin baru menuntut yang lain untuk memahaminya.

Menikah bukanlah persoalan sederhana yang selalu indah dalam angan-angan dan fikiran tetapi justru sebaliknya, karena memberikan hadapan realitas yang lebih kompleks menjadikan menikah sebagai sesuatu pilihan yang butuh pertimbangan yang matang. Adaptasi kultur yang berbeda antara kedua insan yang telah memilihnya menuntut keduanya untuk mengorbankan materi dan non materi untuk melewatinya. Tidak heran ketika kemudian menjadikan tugas organisatorisnya sebagai prioritas terakhir. Ini realitas yang fenomenal yang terjadi di beberapa tempat yang saya temui terutama organisasi kader yang menuntut kerja ekstra menciptakan kuantitas dan kualitas anggotanya. Jangankan yang telah memilih, pilihan yang belum sampai “diketuk palu” pun memberikan implikasi yang cukup signifikan bagi stabilitas organisasi, apalagi jika dibenturkan dengan tugas dan fungsi secara organisatoris yang belum rampung.

Tidak ada yang ingin munafik dengan kondisi ini apalagi ketika sudah ada didepan mata dan menuntut kita harus segera memilih. Karena ini melekat dalam aktivitas hidup yang akan dilewati. Ini adalah analisa skala prioritas yang memiliki fase masing-masing. Mengabaikan realitas ini sekarang bukan berarti ekspresi kemunafikan dengan bahasa perasaan tetapi merupakan pilihan yang memiliki urutan yang akan dipilih setelah pilihan yang lain.

Detik ini pun saya akan siap dan berani mengatakan YA tetapi tidak sesederhana itu, banyak pertimbangan yang mestinya dilibatkan sebelum pilihan ini diambil; realitas kita atau kekuatan kita, amanah yang diemban, dan implikasinya terhadap prioritas yang lain. Bukankah nanti malah mendzolimi sebagian yang lain hanya karena pertimbangan yang tidak holistic sebelumnya.

Fase ini akan tetap dilewati oleh siapa saja yang ingin menyempurnakan Dien-Nya, tetapi tetap didalam kerangka skala prioritas, ketika pun pilihan ini menjadi prioritas maka selanjutnya akan menggunakan pendekatan konstitusional bahwa “poligami” terhadap struktural hanya memberikan dampak yang tidak sehat terhadap aktivitas berstruktur, apalagi ketika ini menjadi sesuatu yang diplagiasi oleh generasi berkutnya tanpa mempertimbangkan aspek lain yang mempengaruhinya. Untuk itu diberikan opsional untuk menikmati lembaran baru kehidupannya dan konsekwensinya harus meniadakannya sebagai bagian dari organisasi yang tengah digelutinya saat ini.

*Celotehan saya ketika resah menatap realitas KITA.

Minggu, 27 September 2009

DUNIA TANPA SEKOLAH

M.Izzah Ahsin Sidqi

Buku Dunia Tanpa Sekolah yang mengungkap Kisah Nyata seorang anak usian 15 tahun yang terpenjara oleh sekolah formal. Ditengah perasaan yang bercampur, berapi-api dan penuh emosi, M.Izzah Ahsin menulis surat;

Salatiga, 12 Februari 2006

Assalamu’alaykum Wr.Wb.

Kepada yang terhormat Kepala Sekolah, Wali Kelas 3E, teman-temanku, dan seluruh elemen yang mendukung sekolah ini khususnya, dan pendidikan Indonesia pada umumnya.

Saya, Muhammad Izza Ahsin Sidqi, dengan tanpa mengurangi rasa hormat pada setiap orang yang mendukung keberlangsungan hidup lembaga formal bernama sekolah, dengan ini menyatakan pengunduran diri dari sekolah ini. Sebuah sekolah yang disebut-sebut sebagai sekolah Menengah Pertama Paling favorit di Salatiga tercinta.

Saya mengundurkan diri dengan alasan kuat sebgai berikut.
Yang pertama, saya ingin menulis novel pertama saya tanpa terganggu. Saya percaya pada kekuatan focus. Saya percaya juga bahwa kemerdekaan (yang katanya sudah dicapai pada tahun ’45) hanya mampu saya rasakan kalau sudah keluar sekolah ini. Kemerdekaan ini adalah modal awal saya untuk mencari jati diri, mengembangkan karakter, dan melejitkan potensi diri dalam rangka menjadi lebih manusiawi dan terus berproses dengan kesadaran yang pada tempatnya.

Kedua, saya adalah seorang manusia yang bercita-cita membuat perbedaan. Seperti yang banyak terjadi dalam kasus orang-orang besar, saya tidak ingin terjerumus ke dalam tren social yang menyesatkan (seperti KKN yang terjadi dikalangan pejabat). Maka sebagai remaja yang selalu ingin belajar, saya tidak ingin tersesat disekolah.

Ketiga, dan ini merupakan akar permasalahan dari yang kedua, adalah bahwa saya merasa tidak mampu belajar sesuai yang dimaksudkan oleh kurikulum Indonesia (yang faktanya di atas peringkat seratus dunia). Karena kurikulum itu, menurut pendapat saya, memasung, memenjarakan, serta membelenggu saya untuk bebas berekspresi, dalam hal yang baik tentu saja. Dan saya paham, paham sekali dengan apa yang banyak terjadi di kalangan pelaja sekolah formal. Beberapa di antara mereka memberontak dan membolos karena tidak betah tinggal di dalam kelas, mendengar ceramah guru, belum lagi mendapat deraan dari guru killer. Dan semua pasti tahu adakah guru seperti itu di sekolah ini.Ya, guru preman. Provokator. Penjatuh mental anak didik. Penyebab para sisea membolos dan bahkan sampai bertikai dengan gurunya. Sungguh benar perkataan Minke dalam Tetralogi Bumi Manusia, bahwa seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit yang sejahat-jahatnya, apalagi kalau guru-guru itu sudah bandit pula pada dasarnya.

Ya, dalam ketiga alasan saya, telah kita lihat betapa buruknya…

Tapi, ini menyangkut diri pribadi. Jadi, saya masuk ke alasan selanjutnya.

Keempat, dengan modal yang saya dapat dari alasan kedua, saya ingin belajar langsung dari kehidupan. Kehidupan seorang penulis yang tak bakal mungkin belajar di tempat yang cara menempanya sudah sedemikian militer.

Kelima, (saya tidak ingin mengungkapkan alasan karena mungkin terlalu banyak) saya hanya ingin mengucapkan maaf sebesar-besarnya kepada semua yang membaca surat sederhana ini dan rasa terima kasih atas perhatiannya. Seiring dengan pengunduran diri saya, bila ada yang bertanya saya main-main, saya tidak main-main. Saya sudah memikirkan ini delapan bulan lamanya.

Wassalam,

Salah satu korban kedigdayaan
sekolah formal di Bumi Indonesia,


Muhammad Izzah Ahsin Sidqi



Surat yang ditulis ini, dibacanya berulang-ulang, dan ibu takjub membacanya dan menganggap dan menganggap surat ini penuh emosional. Bapak pun menggantinya dengan surat yang lebih singkat, formal, tidak menjelek-jelekkan, serta tidak mungkin membuat sekolah sadar akan kekurangannya.Dan hanya menyebutkan bahwa bahwa Muhammad Izza Ahsin Sidqi dari kelas 3E, mulai hari ini mengundurkan diri dari Sekolah. Tanpa sebab-sebab tertentu.

EDENSOR

Jika hidup ini seumpama rel kereta api dalam eksperimen relativitas Einstein, maka pengalaman demi pengalaman yang menggempur kita dari waktu ke waktu adalah cahaya yang melesat-lesat di dalam gerbong di atas rel itu. Relativitasnya berupa seberapa banyak kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman yang melesat-lesat itu. Analogi eksperimen itu tak lain, karena kecepatan cahaya bersifat sama dan absolut, dan waktu relatif tergantung kecepatan gerbong -ini pendapat Einstein- maka pengalaman yang sama dapat menimpa siapa saja, namun sejauh mana, dan secepat apa pengalaman yang sama tadi memberi pelajaran pada seseorang, hasilnya akan berbeda, relatif satu sama lain.

Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan.

Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!

MENANTI DIBATAS WAKTU

Semua tak pernah disangka..
datang dan pergi bagai kilat yang terus tak berjejak..
tak pernah disangka ternyata pun semua mungkin..
jika takdir telah berkata..

awalan yang terus tak terencana
karena lama ditelan zaman
muncul tiba-tiba bagai petir membahana
menerangi semesta walau sesaat..keras..menggelegar..

Datang..pergi..tak pernah ada yang mengira..
tiba-tiba menjelma dalam dunia maya
memberi ruang, membuka tabir
bercerita tentang masa silam yang masih ada

seolah memberi ruang hampa
karena hadirnya tak pernah memberi tanda
jadi..bingung..belum yakin..dan pada akhirnya menjawab tidak.
aku tak pernah memberi ruang ketidak mungkinan pada takdir yang sudah pasti..

tapi..semua di ungkap..semua dikorek..
semua terbuka...menjadi jalan..pun menjadi penghalang..
bukankah perbedaan itu memperkaya...!!??
dan akhirnya membungkam dan tak bergelit..

jalan..dan terus berjalan...
memotivasi dan terus menantang..
mengambang dan menjawab..
"Insya Allah" dan terus bermakna..

Semua kan memulai..semua kan mengakhiri..
tapi tak berkalut karena bukan pemilik..
nantikan jika hadir dibatas waktu...
karena tak mungkin maya jika Dia berkehendak..


Malang, 19 Oktober 2008

MENGENALMU, PEJUANG..!!!

Aku dah lama mengenalmu
bersua dan bersapa di garis perjuangan
walau kita berada dizaman yang berbeda
kita yang pasti bersuara lantang tentang Izzah-Nya

Aku tak pernah punya waktu untuk belajar
melihatmu sebagai sosok generasi di zaman ini
cahayamu begitu memancar
tapi tak pernah berada bersama cahaya

aku sedang mengenalmu
kau begitu bersahaja
keistimewaanmu kau kaburkan
kesahajaanmu membuatmu disisihkan

Kau seharusnya tahu
dunia yang kau selami tak pernah jujur menilai
membuatku begitu khawatir seirama dengan hukum rimba
maka keluarkan taringmu...

Dan ingat..!!!
inilah dunia,..dunia yang sudah tua renta
pandanganya abstrak dan tak pernah bisa melihat kebenaran
kokohkan pilihanmu, kuatkan pribadimu

Jangan pernah menyerah sebelum berjuang
jangan pernah takut dengan jumlah yang sedikit
ini bukan demokrasi...
katakan..!!!karena kata-katamu ibarat senjata


Malang, 29 April 2008

UNTUKMU PEJUANG


Wahai Pejuang!!
Tidakkah kau melihatku
Aku seperti pak tua yang telah renta
Berpakaian lusuh, kumuh, berjalan tertatih-tatih
Dan umurku diujung tanduk
Kenapa kau terlihat gagah
senyum indah menghiasi bibirmu
Coba kau lihat disekelilingmu
Semua berada dititik nadir
Dan seperti manusia yang tak punya masa depan
Aku tak bosan menatapmu
Kau begitu bersemangat…Apakah gerangan yang hendak kau siratkan?
Perjuangan, prngorbanan, ..
atau lembaran baru yang ingin kau buka atas keputusasaanmu melihat realitas
Dikala halilintar menghadangmu
Kau tetap tegar
Kau hanya mengatakan “aku dibesarkan dengan badai maka jangan kau takutkan dengan halilintar”
Pejuang…!!! Kau begitu optimis dengannya…!!??..
Taukah engkau hidupmu tinggal menghitung hari
Tak adakah kerisauan dihatimu, tak takutkah kau dengan akhir yang menyakitkan..
Kenapa kau hanya tersenyum, tak bisakah kau bersuara lantang
Tak bisakah kau sejenak mengajariku, tentang keistimewaan yang kau raih..
Aku tak ingin salah memilihmu sebagai guruku
Aku sejak lama memperhatikanmu
Kau begitu istimewa dalam pandanganku
Jangan kau pupus harapanku untuk setapak demi setapak mengikuti jejakmu..
Kau kulihat tak hanya seperti rahib
Tapi kau bak singa disiang harinya
Kau tak hanya dekat dengan-Nya
Tetapi keberadaanmu memberi warna
Pejuang!!
Dari mana kau muncul?
Aku seolah sedang bermimpi, yakinkan aku akan keberadaanmu..
Bahwa kau berada didunia nyata, dunia yang penuh dengan bergulatan,..
Aku begitu yakin kau hadir dengan segala kedigdayaan,
Kau kan juluki sebagai penyelamat..!!
Pejuang!!!
Tolong yakinkan diriku…yakinkan…sekali lagi yakinkan..
Aku sedang paranoid dengan hadapanku hari ini
Akau sedang risau akan siapa yang kan membawa panji ini
Kau kah?? Atau mungkin ada pahlawan dan pejuang yang lain
Aku hanya ada dipersimpangan
Titik dimana kan ku pertemukan antara masa lalu dengan impianku besok
Aku berada diruang optimism menyiapkan perbekalanmu
Dan maaf aku hanya mengantarkanmu sampai diperbatasan
Selamat Jalan kawan, Allah bersamamu..kau hanya punya DIA dan tidak yang lain..
Malang, 25 April 2008

*Renungan dalam perjalanan ke SBY, ada agenda SC Konwil.

KAU, MASA DEPAN..

kaki kecil ini lelah berjalan
akhirnyapun merangkak
memberi jejak pada sejarah
kemarin dan hari ini

Ku tatap Masa depannya
sekiranya lebih dekat dengan kehampaan
padahal dunia telah merindukannya
berada pada ruang sejarah masa depan

Kau tak sendiri sebenarnya
dikerumuni sejuta manusia
berbagai mimpi, cita dan asa
membanggakan kau yang telah renta

tapi kau sebenarnya tak hidup
hanya namamu yang bernyawa
tak elok jika kau dipandang sebelah mata
mengharapkan sesuatu yang hampir luntur

Aku menemukan celah keperkasaanmu
menembus zaman dengan kedigdayaanmu
tapi kau tak kuasa bergelit
dalam pergolakan yang terus berubah

saatnya kau harus berteriak lantang
mengangkat idealisme yang telah mengakar
atau kau kan tergilas
atau tetap dalam kehampaan

Cita mulia yang menjadi ruh
menerobos kepribadian yang rapuh
menjadikannya kuat tak tertanding
dirindukan dan dinantikan

Jangan terus bernostalgia
sejarah hanya tinggal kenangan
jadikannya batu loncatan
mengokohkan peradaban yang telah dinanti



*Coretan waktu pleno Wilayah, 05 Maret 2008 di Surabaya.

KADERISASI YANG TERKOTAK

Setiap pergerakan, ikatan, himpunan, komunitas, persatuan atau organisasi sosil-keagamaan pasti memiliki karakter dan ciri khas tersendiri dalam proses pengkaderannya. Pengkaderan merupakan cara, proses, perbuatan mendidik, atau membentuk seseorang untuk menjadi kader. Dalam pemahaman satu organisasi pelajar tentang pengkaderan atau proses kaderisasi adalah proses transformasi, sosialisasi, dan idiologisasi.Sementara subyek pengkaderan dalah kader, yang diharapkan akan memegang pekerjaan penting dalam sebuah organsasi, pemerintah, atau partai politik tertentu. Dan lebih ditegaskan bahwa makna pengkaderan adalah kegitan yang ditujukan pada usaha pembentukan kader.

Proses pengkaderan sampai hari ini masih menjadi tolak ukur keberhasilan kaderisasi. Nyatanya demikian. Proses kaderisasi berbanding lurus dengan produk kepemimpinan. Jika proses kaderisasinya tidak sehat maka buruk pula kepemimpinannya. Keberhasilan kepemimpinannya bukan ketika dia sukses memimpin tetapi seberapa banyak kader yang kualitasnya lebih hebat dari dia ketika memimpin. Tak heran ketika penggodokan dalam proses pengkaderan dilakukan secara periodik, untuk mengukur out put proses pengkaderan yang dilakukan. Penggodokan ini berjenjang, ada yang dari Basic, Intermediate, sampai kepada Advance. Dan pastinya bahwa setiap jenjang memiliki target, tujuan, dan indikator masing-masing secara kongkrit.

Produk Basic adalah kader yang bergerak lokal daerah dan berpikir regional, sementara kader intermediate, kader yang bergeraknya sampai regional tetapi berfikirnya nasional, sementara kader advance asumsinya adalah kader yang bergeraknya sampai pada tataran nasional dan berfikirnya nasional. Pengkaderan ditingkat basic bertujuan untuk internalisasi nilai-nilai transiden, pada jenjang intermediate bertujuan untuk sosialisasi dan eksternalisasi nilai dan jenjang terakhir yaitu advance bertujuan untuk konseptualisasi dan aktualisasi.

Ada yang beranggapan bahwa orang melihat dan menilai ruh pergerakan tergantung pada bidang kadernya. Jika bidang kadernya move maka suasana organisasi akan baik. Sehingga ketokohan dan qudwah harus muncul dari bidang kader dengan rasionalisasi bahwa dia mengurusi seluruh kader. Padahal pendapat seperti ini hanya mendikotomisasi fungsi seluruh bidang yang ada di dalam organisasi. Dan secara tidak langsung mensakralkan suatu bidang dan meniadakan fungsi kaderisasi dari bidang yang lain. Apalagi ketika muncul anggapan bahwa bidang tertentu lebih baik dari bidang yang lain. Ini secara tidak langsung mendikotomisasi, bahwa dalam sebuah organisasi ada bidang yang utama dan ada bidang pelengkap. Dan akan muncul anggapan bahwa bidang tertentu keberadaannya tidak urgen. Ini satu pelajaran yang kurang tepat untuk proses pendewasaan kader dalam struktural. Seharusnya seorang kader dalam organisasi memahami tugas dan fungsi seluruh bidang yang ada secara holistik karena eksistensi kader dalam organisasi, idialisme dan pergerakannya tidak hanya ketika dia menjadi fungsionaris organisasi tersebut tetapi lebih dari itu, bahwa kedepan dia akan melakukan rekayasa sosial di tingkat masyarakat sampai kepada tingkat pengambil keputusan di lembaga pemerintahan.

Dan yang harus difahami bersama bahwa pada hakekatnya seluruh pos, bidang, departemen atau apapun dalam sebuah organisasi sama saja, terlepas dari peran dan fungsinya yang berbeda. Hanya saja pada level praktis tertentu ada bidang yang lebih berpengaruh karena terkait dengan kebijakan dan program yang telah direncanakan sebelumnya. Jika boleh mengibaratkan organisasi seperti sebuah pesawat terbang bahwa dia tidak akan terbang dan mencapai tujuan ketika bagian-bagian pesawat tersebut tidak sempurna. Sama halnya dengan organisasi bahwa keberadaan suatu bidang dalam organisasi adalah berdasarkan analisa kebutuhan yang utuh dalam mentafsir visi dan misi gerakan yang mau dibawa yang kemudian dilakukan evaluasi secara periodic.

Anggapan ada bidang yang paling baik, yang paling sempurna merupakan satu paradigm berfikir organisasi yang keliru dan perlu ada pembenahan terhadap paradigma berfikir seperti ini sebelum mengakar dan beranak pinang. Karena proses pengkaderan tidak berpihak pada satu bidang tertentu tetapi merupakan keseluruhan dari proses utuh sebuah organisasi dan pada level praktis seharusnya bisa dilakukan oleh siapapun atau kader yang sudah melewati jenjang pengkaderan tanpa terpaku pada dibidang mana dia dibesarkan. Saat berubah dan merubah..


Malang, 29 Maret 2008


NAPAK TILAS KADERISASI PII JAWA TIMUR (Sebuah Persembahan)

Kaderisasi adalah proses sosialisasi, transformasi, dan idiologisasi tata nilai melalui sistem organisasi. Sosialisasi adalah penanaman tata nilai yang dianut oleh suatu komunitas tertentu kepada satu generasi ke generasi berikutnya. Dan transformasi adalah dinamisasi tata nilai dimaksud untuk menghadapi tantangan perubahan yang dihadapi oleh komunitas tersebut. Sedangkan idiologisasi adalah penanaman nilai-nilai ilahiyah dan kejuangan dalam rangka mewujudkan tata nilai yang dijadikan misi perjuangan komunitas tersebut.

Ini adalah konsepsi mendasar tentang kaderisasi yang juga kemudian menggambarkan bahwa proses kaderisasi adalah proses pendidikan karena di dalam proses sosialisasi, transformasi, dan idiologisasi berlangsung upaya penanaman dan pembentukan sikap dan kepribadian berdasarkan ajaran Islam, transfer ilmu, pembekalan kemampuan, dan ketrampilan pada seseorang dalam komunitas untuk kelangsungan misi dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Ini menjadi satu kesepahaman tentang kaderisasi tanpa memandang periodesasi karena ada estafesitas perjalanan kaderisasi yang gayung bersambut antara satu periode ke periode berikutnya.

Eksistensi kaderisasi pada dasarnya adalah tidak sekedar menjadi sebuah bagian dari eksistensi organisasi tetapi lebih dari itu bahwa kaderisasi adalah jantung dari organisasi. Bisa dibayangkan ketika tak ada setetes darah pun yang mengalir ke jantung maka manusia tak akan pernah bisa berkutik, sama halnya dengan organisasi bahwa darah itu di analogikan sebagai kader yang selalau menegasikan keberadaan organisasi.
Perjalanan sejarah kaderisasi PII sejak tahap perintisan (1952-1958) sampai kini merupakan lompatan-lompatan yang tak terpisah, karena keutuhan memandang proses ini menjadikan satu pisau analisa dalam mengkaji signifikansi dan relevansi kaderisasi PII dengan realitas keummatan yang menjadi hadapan PII.

Termasuk memandang periode ini, bahwa keseluruhannya adalah bagian dari napak tilas kaderisasi PII secara umum. Napak tilas PII di periode ini adalah satu realitas-otentik tentang resistensi dan konsistensi PII dalam mejadikan kaderisasi sebagai ujung tombak eksistensi PII. Tidak hanya itu bahwa selama ini proses sosialisasi, transformasi, dan idiologisasi telah terindikasikan kuat dengan adanya produk training, kursus, taklim yang bertujuan membentuk kader yang mempunyai kepribadian muslim, cendekia, dan pemimpin.

Berbicara kaderisasi juga kita akan berbicara tentang regenerasi, bahwa keberlanjutan ini mensyaratkan dua hal, yaitu kuantitas dan kualitas. Kuantitas sebagai masifikasi massa gerakan yang akan menjadi idiolog, transformator, dan sosialisator, yang akan melakukan rekayasa sosial membangun peradaban yang menjadi impian PII. Sedangkan yang kedua adalah eskalasi kualitas bahwa kader maupun massa kental PII bukan lah generasi yang termarginalkan secara kualitas tetapi mereka memiliki posisi strategi di hati ummat, apakah sebagai muslim, seorang cendekiawan, maupun pemimpin dalam konteks yang sangat luas.

Pencapaian kuantitas dan kualitas seharusnya menjadi salah satu entry point yang senantiasa dibawa dalam setiap proses implementasi kaderisasi sehingga tidak hanya menjadi teks atau wacana tetapi menjadi salah satu semangat gerakan.

Berbicara kualitas di level struktural PII sudah memiliki bargaining untuk up grade kualitas apakah kualitas yang menjadikannya semakin kokoh sebagai generasi muslim maupun kecendekiaan. Tetapi lagi-lagi ditingkat terkecil struktur yaitu kaderisasi penuh dengan keterbatasan dalam mengejawantahkannya ke level aksi. Kadang-kadang ada mitos struktur (dalam hal ini wacana yang berkembang dalam kajian tentang kaderisasi) bahwa konsepsi yang terlalu melangit sehingga tak mampu dijangkau, ”mitos” ini akhirnya terjawab setelah hal yang sama menjadi diskusi hangat di moment Sarasehan Muadib Nasional, 20 s.d 23 Maret 2008 lalu, Inti dari jawabannya adalah persoalan yang ada adalah kecakapan dalam implementasi ta’dib yang lemah.

Tapi setidaknya ini jadi realitas yang mesti ditatap positif oleh kader instruktur untuk mengambil wilayah mana yang sekiranya jadi pijakan untuk melompat lebih tinggi.
Saya jadi teringat tulisan saya untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Instruktur Lanjut yang berjudul, Instruktur, Sosok Guru Peradaban bahwa:

”Ditengah kegoncangan eksistensi PII yang ditandai dengan problematika yang beranekaragam tidak mungkin menyerahkannya kepada pelajar yang menjadi obyek dakwahnya, juga kurang ada jaminan mutu penyelesaian ketika menyerahkannya ketingkat struktur organisasi karena benturan kebijakan dan realitas dilapangan kadang-kadang membawanya pada kekerdilan dalam memandang realitas sehingga lebih banyak waktu untuk untuk mengidentifikasi persoalan dari pada merealisasikan solusi konstruktif yang telah diformulasikan. Satu-satunya jawaban adalah memulainya dari level yang paling atas dari jenjang kualifikasi kader di PII dengan asumsi bahwa mereka sebagai poros kaderisasi.

Instruktur adalah jenjang kualifikasi kader yang dikonstruk oleh model pembinaan yang sistemik. Pada tingkatan inilah seorang kader mampu melihat kronologis alur kaderisasi maupun filosofi yang termaktub di dalamnya serta nilai-nilai yang dianut di dalamnya.
Pada tingkatan ini seorang kader bisa milihat konprehensifitas kaderisasi PII yang telah di konstruk. Dari pembinaan tunas sampai kepada misi Izzul Islam wal muslimin. Dari latar belakang kemnculannya, konsepsi yang mendasari, orientasi pembinaan, modul-modul, tujuan, maupun target akan menjadi bahan konsumsi instruktur, dan pada saat tertentu mereka bebas memandang system kaderisasi dari sesuatu yang tidak di teks-kan di dalamnya.

Ini potensi besar yang dimiliki PII untuk menjawab segala problematika hari ini. Dan butuh melihat obyektif terhadap kekurangan-kekurangnya, makanya harus kembali bahwa seorang instruktur adalah soko guru peradaban, yang lewat mereka misi transformasi lebih utuh di salurkan, dan karakter khas yang dibangun yang kemudian memberi warna khusus terhadap pembinaan PII.”

Ini sekelumit kutipan yang diambil, saya melatari tulisan itu dari sejarah bangsa indonesia; sejak perdebatan di BPUPKI, masa orde lama, orde baru sampai kemudian reformasi, kemudian mencoba memandang realitas internal-eksternal PII sebagai sebuah realitas obyektif yang mestinya di ungkap dalam melihat PII dan goal nya adalah instruktur sebagai jawaban karena instruktur adalah sosok guru peradaban.

Sosok guru peradaban seyogyanya menyusuri jejak Rasulullah sebagai prototipe, maka harus memiliki beberapa hal, yaitu:
1.Memiliki sifat rabbani,
2.Menyempurnakan Sifat Rabbaniyahnya
3.Kesabaran dalam segala hal
4.Konsistensi
5.Berpengetahuan luas
6.Bersikap tegas dan meletakan sesuatu sesuai dengan proporsinya.
7.Memahami orang lain,
8.Kepekaan
9.Bersikap adil

Ini sembilan capaian yang sama-sama coba kita jejaki dan kita raih untuk mengkonfigurasi aksioma yang sudah kita fahami. Dan sepertinya memulai semua ini terlihat sangat susah untuk berikhtiar secara nfirodhi, dan lebih ringan jika berjamaah. Mengangkat batu besar akan sangat membutuhkan tenaga dan waktu jika energinya kecil tetapi berbeda dengan jika enrginya besar, kekuatannya besar maka batu sebesar apapun akan ringan untuk di angkat.

Obyek yang sama akan kita pandang dalam kesamaan status yang mendorong kita sama-sama berada disini untuk berbicara, dan mengarsiteki misi dakwah yang telah kita fahami. Mengurai satu persatu perbedaan akan membutuhkan waktu yang lama, sementara disana obyek dakwah pelajar telah menunggu uluran tangan PII. Kita para instruktur harus meyakini bahwa hari ini banyak pelajar yang ingin bersama kita disini tetapi barangkali karena PII yang terus berselimut akhirnya tak pernah menyambut kemenangan itu bersama pelajar. Ziaudin Sardar ketika berbicara tentang globalisasi mengatakan; Umat Islam akan segera menunjuk ketidak adilan yang dilakukan Amerika dan Eropa dengan hegemoninya tetapi hegemoni tidak selalu ditimpakan tetapi kadang ia diundang. Situasi internal dalam Islam adalah sebuah undangan terbuka.

Mungkin tidak nyambung dengan uraian sebelumnya tetapi bisa dibahasakan begini bahwa pelajar tidak tahu PII mungkin bukan karena mereka benci dan tak pernah tertarik dengan PII tetapi karena situasi internal PII yang akhirnya mempengaruhi itu.
Tapi kawan, ini selain berbicara sejarah, realitas kekinian, kita juga harus berbicara prediksi masa depan. PII walau telah berumur 61 tahun memiliki ruang potensial untuk menjadi solusi terhadap persoalan kepelajaran dan keummatan. Bagaimana kita memprediksi tentang keikut sertaan pelajar dalam membicarakan kebijakan pemerintah, menjawab problematika pelajar, dan menkonstruk peradaban. Keseluruhan itu adalah mimpi yang bisa diraih dengan belajar di PII.

Kita melihat hampir sebagian besar kader PII yang berada di komunitas, organisasi, perkumpulan-perkumpulan, birokrasi, atau dimanapun itu kader PII mesti menjadi yang teratas, kader PII mesti menjadi leader. Nah ini realitas yang seharusnya menjadi potensi terbesar dalam mewujudkan cita besar PII. Kita harus aktif untuk bermimpi tentang PII esok hari dan masa depannya nanti, maka apa yang di upayakan hari ini merupakan sebuah kenyataan yang akan kita raih besok. Dan selian bermimpi kita akan beikhtiar untuk mewujudkan itu. Harapan terbesar adalah optimisme untuk menjadikan PII sebagai bagian dari solusi atas problematika kebangsaan hari ini, dan instruktur diasumsikan cukp mampu melihat obyektif potensi besar yang dimiliki PII untuk maju dengan segala semangat perubahan. Dan ingat Instruktur adalah sosok guru perdaban yang akan memulai perubahan itu.

Malang, 17 Mei 2008

*Ditulis sebagai wacana pra training, dan diberikan waktu sarasehan Instruktur PII Jawa Timur.

MENYAMBUT SEMANGAT KI HADJAR DEWANTARA

Siapa yang tidak kenal sosok tokoh pendidikan Bapak Ki Hadjar Dewantara, tokoh yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia. Diakhir-akhir bulan april dan menyambut Mei, namanya sering disebut, karena tanggal kelahirannya yaitu 2 Mei oleh bangsa Indonesia dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasional, tidak hanya itu pada 28 November 1959 melalui surat keputusan Presiden RI no. 305 Tahun 1959, Ki Hadjar ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.

Tokoh yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat merupakan peletak dasar pendidikan nasional. Sekilas melihat latar belakangnya, Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Pendidikan dasarnya diperoleh di Sekolah Dasar dan setelah lulus ia meneruskan ke Stovia di Jakarta, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar antara lain Sedya Tama, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Ia tergolong penulis tangguh pada masanya; tulisan-tulisannya sangat tegar dan patriotik serta mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

Selain menjadi seorang wartawan muda RM Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik, ini terbukti di tahun 1908 dia aktif di Boedi Oetama dan mendapat tugas yang cukup menantang baginya yaitu di seksi propaganda.

Dalam seksi propaganda ini dia aktif untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara Setelah itu pada tanggal 25 Desember 1912 dia mendirikan Indische Partij yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka, organisasi ini didirikan bersama dengan dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo. Organisasi ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial Belanda tetapi ditolak pada tanggal 11 Maret 1913, , dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan. Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh penjajah saat itu dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda!.

Ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantoro yang sangat poluler di kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Yang pada intinya bahwa seorang pemimpin harus memiliki ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi panutan bagi bawahan atau anak buahnya.

Ing Ngarso Sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi bawahan atau anak buahnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seorang pemimpin adalah kata suri tauladan. Sebagai seorang pemimpin atau komandan harus memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi anak buah atau bawahannya. Banyak pimpinan saat ini yang sikap dan perilakunya kurang mencerminkan sebagai figur seorang pemimpin, sehingga tidak dapat digunakan sebagai panutan bagi anak buahnya.

Sama halnya dengan Ing Madyo Mbangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti membangkitkan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seorang pemimpin ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat kerja anggota bawahannya. Karena itu seorang pemimpin juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi dilingkungan tugasnya dengan menciptakan suasana kerja yang lebih kondusif untuk keamanan dan kenyamanan kerja.

Demikian pula dengan kata Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialah seorang komandan atau pimpinan harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh bawahan, karena paling tidak hal ini dapat menumbuhkan motivasi dan semangat kerja.

Beliau meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Sebagai wujud melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara oleh pihak penerus perguruan Tamansiswa didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Dalam museum terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Uraian diatas adalah sekilas potongan sejarah perjuangan Ki Hadjar dan terlihat jelas jiwa kebangsaannya telah tertanam sejak muda. Dan jiwa kebangsaannya itu memberikan kontribusi dan dorongan kuat pada dirinya untuk melahirkan konsep-konsep pendidikan yang berwawasan kebangsaan.

Ketika Masa orde lama beliau menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Melihat jejak sejarah KI Hadjar Dewantara, beliau sangat berjasa memikirkan tentang pendidikan Indonesia. Banyak kalangan sering menyejajarkan Ki Hadjar dengan Rabindranath Tagore, seorang pemikir, pendidik, dan pujangga besar kelas dunia yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional India, karena mereka bersahabat dan memang memiliki kesamaan visi dan misi dalam perjuangannya memerdekakan bangsanya dari keterbelakangan. Tagore dan Ki Hadjar sama-sama dekat dengan rakyat, cinta kemerdekaan dan bangga atas budaya bangsanya sendiri. Tindakan Ki Hadjar itu dilatarbelakangi kecintaannya kepada rakyat.

Dipilihnya bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai medan perjuangan tidak terlepas dari "strategi" untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah. Adapun logika berpikirnya relatif sederhana; apabila rakyat diberi pendidikan yang memadai maka wawasannya semakin luas, dengan demikian keinginan untuk merdeka jiwa dan raganya tentu akan semakin tinggi.

Kita sebagai generasi muda, selayaknya menyambut perjuangan beliau dan melanjutkan cita-citanya untuk memajukan pendidikan diIndonesia. Kalau saja KI Hadjar Dewantara mampu berfikir dan mengonsep beberapa ajaran yang akhirnya sangat dikenal oleh masyarakat yang seiring dengan itu masalah sosial-politik negara sedang belum stabil, kenapa tidak menjadi satu semangat kita untuk menatap masa depan cemerlang bagi pendidikan kita.

Melihat semakin hari realitas pendidikan kita semakin tidak “merakyat” menurut KI Hadjar Dewantara, tak selayaknya kita berdiam diri, apalagi dizaman yang “serba ada” ini, mestinya generasi muda mampu selangkah lebih maju dari tokoh-tokoh yang telah mendahuluinya seperti KI Hadjar sehingga dimasa yang akan datangpun akan mampu memperbaiki dan menyempurnakan wajah pendidikan bangsa Indonesia.


*Tulisanku menyambut 2 Mei 2008.
Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin