Kamis, 28 Maret 2013
HARI INI SAJA
Hari ini saja..Saya akan memilih dan
memperlihatkan sikap-sikap yang benar.
Hari ini saja..Saya akan menentukan
dan menindak-lanjuti prioritas-prioritas penting.
Hari ini saja..Saya akan mengenali
dan mengikuti panduan-panduan yang sehat.
Hari ini saja..Saya akan
berkomunikasi dengan dan mengurus keluarga saya.
Hari ini saja..Saya akan melatih dan
mengembangkan cara berpikir yang baik.
Hari ini saja..Saya akan membuat dan
memegang komitmen-komitmen yang benar.
Hari ini saja..Saya akan meraih dan
mengatur keuangan saya dengan benar.
Hari ini saja..Saya akan memperdalam
serta mengamalkan iman saya.
Hari ini saja..Saya akan
menginisiatifkan dan berinvestasi dalam hubungan-hubungan yang mantap.
Hari ini saja..Saya akan merencanakan
dan meneladani kemurahan hati.
Hari ini saja..Saya akan merangkul
dan mempraktekkan nilai-nilai yang baik.
Hari ini saja..Saya akan mengupayakan
dan mengalami peningkatan-peningkatan.
Hari ini saja..Saya akan
menindaklanjuti keputusan-keputusan ini dan mempraktekkan disiplin-disiplin
ini, maka
Suatu hari kelak...Saya akan melihat hasil-hasil majemuk dari suatu hari
yang dijalani dengan baik.
Ini Catatan yang bisa ku petik dari
intisari bukunya John C.Maxwell yang berjudul Today Matters (Hari ini Penting).
Buku ini sangat luar biasa. Karya emas yang hadirnya bisa bermanfaat menembus
ruang dan waktu. Pada permulaan buku ini sengaja dihadirkan perspektif keliru
menyangkut kesuksesan dan respon-respon-nya serta akibat yang muncul dari
bangunan perspektif tersebut.
Buku ini bisa dimaknai sebagai
sesuatu yang berkaitan erat antara rencana hari ini menentukan masa depan
seseorang. Seperti yang pernah disampaikan oleh Hasan Al-Banna bahwa mimpi hari
ini adalah kenyataan hari esok. Atau dalam sebuah bukunya Rijalul Imam beliau
pernah mendefinisikan masa depan dalam pemaknaan masa yang berbeda, salah
satunya yang berkaitan dengan buku ini adalah Masa depan ada di masa kini. Artinya
dalam beberapa ruang pandang orang melihat hari ini dan masa depan juga ditulis
oleh John C.Maxwell dalam buku ini.
Buku ini penting dibaca oleh kita
yang masih sedang mengumpulkan penggalan-penggalan sukses kecil menjadi
kesuksesan makro. Kesuksesan yang membuat dunia akan selalu bercerita kepada
manusia disetiap jaman setelah kita. Tetapi syaratnya adalah harus menyelami
semua titik awal dari sebuah catatan dari buku ini.
Menarik!tidak diragukan tentang ide
besar buku ini. Berawal dari membangun persepsi bahwa hari ini penting, lalu
menggambarkan tentang aktivitas yang harus ditradisikan, membangun karakter,
lalu memknai umpan balik dari perspektif tentang urgensi hari ini, sampai
kemudian menikmati perjalanan hari yang selalu bermanfaat sampai kapanpun.
Dua belas prinsip utama harian yang
ditulis menjadi titik ideal. Persoalan kemudian adalah kesungguhan ikhtiar
untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut. Tetapi memang John
menuliskan ada asumsi-asumsi yang harus selesai untuk mencapai setiap
prinsipnya. John juga menyadari bahwa butuh waktu untuk menjiwainya menjadi
sesuatu yang melekat dalam diri. Sehingga pada saatnya akumulasi dari ikhtiar
ini menjadi sukses yang majemuk.
Semoga Bisa!!
Selasa, 26 Maret 2013
DI PENJARA, BERKHALWAT DENGAN RABB
Ketika hari ini membuka blog-ku, sama seperti biasanya aku selalu merasa
terkesima memandangi keseluruhan wajahnya dari tampilan breaking news, menu,
kemudian melihat susunan postingan tulisan yang telah ku catat disetiap rehat
jejakku sehari-hari, hingga ke kaki blog, rasa senang mewakili kepuasan
hati atas karya ini. Satu rasa yang selalu ada ketika mulai mengetuk pintu blog
ini adalah rasa puas karna sebagian besar jejak hidupku telah ku torehkan
disini.
Aku terhenti agak lama ketika melihat update dari situs Bersama Bakwah,
tentang Polemik PILGUB Jabar-tentang Kesaksian Palsu kubu Rieke. Awalnya ingin
tahu tetapi setelah membaca sama sekali merasa biasa saja karena itulah wajah
umum politik hari ini, sesuatu yang terkadang-ketika kita berdiri dibalik suara
hati rakyat kecil kita tak sanggup mendengar, karena kepentingan telah
membutakan mata para elit politik untuk sibuk dengan kepentingan pribadi dari
pada mendengarkan keluhan para rakyat miskin di setiap sudut negeri ini.
Tidak lama aku pandanganku lalu bergeser pada satu entri terbaru dalam
situs itu. Judulnya Kabar Terbaru Ustadz Lutfi dari Balik Jeruji. Saya lalu
membuka entri ini. Saya mencatat kesan orang-orang yang membesuknya, sekaligus
ungkap beliau tentang perubahan kualitasnya hariannya disana.
Rasa
haru, bahagia, dan bangga meliputi kami semua ketika beliau menyalami, dan
memeluk kami satu persatu seolah kami adalah sahabat lama walaupun banyak orang
di dalam rombongan ini yang mungkin baru kali pertama bersua dengan beliau...
Suasana kekeluargaan sangat kental dalam pertemuan tersebut, beliau yang tampil dengan kemeja coklat bergaris terlihat lebih bugar dan enerjik...
"...Alhamdulillah berat ana turun 8 Kg, Hafalan semakin bertambah dan menguat, qiyamullail semakin panjang, 2 - 3 buku terbaca dalam 1 hari. Benarlah kata para Salafus Shalih bahwa dipenjaranya aktivis dakwah adalah kesempatan ia berkhalwat dengan Rabbnya..."
Sejauh
ini kesan yang saya tangkap dari semua pemberitaan media tentang orang yang
dipenjara karena berbagai kasus adalah kesan sedih, kesan duka, lalu kasihan
karena hari-harinya begitu tersiksa. Belum lagi hukuman yang dijatuhkan
nantinya. Ditambah dengan penderitaan keluarga karena harus ditinggal tidur di
Penjara. Tetapi yang ini berbeda, justru kesan haru, bahagia sekaligus bangga.
Nuansa perjuangan rasanya semakin erat karena kesan umum sebagai korban
konspirasi sangat melekat bagi para kader yang mengunjunginya.
Satu
lagi yang sangat luar biasa adalah semakin meningkatnya kualitas amal harian.
Beliau mengutip kata Salafus Sholeh bahwa dipenjaranya aktivis dakwah adalah
kesempatan berkhalwat dengan Rabbnya. Kemudian “Hafalan semakin bertambah dan menguat, qiyamullail
semakin panjang, 2 - 3 buku terbaca dalam 1 hari”. Itu yang beliau katakan tentang aktivitasnya selama
di Penjara.
Luar biasa!!semakin menguatkan kita, ungkapan
sederhana yang sekaligus menjadi penguat kita bahwa kualitas itu diasah
dimanapun dan dalam kondisi apapun, karena sesungguhnya kita akan berhenti
berproses, dan berbuat kebaikan setelah kita meninggalkan dunia ini.
Minggu, 24 Maret 2013
SAYA SUKA BACA INI
Oleh Anis Matta
Seseorang tidak menjadi pahlawan karena ia melakukan pekerjaan-pekerjaan kepahlawanan sepanjang hidupnya. Kepahlawanan seseorang biasanya mempunyai momentumnya. Ada potongan waktu tertentu dalam hidup seseorang dimana anasir kepahlawanan menyatu padu. Saat itulah ia tersejarahkan.
Akan tetapi, kita tidak mengetahui kapan datangnya momentum itu. Yaitu, kematangan pribadi dan peluang sejarah. Simaklah firman Allah SWT, “Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan….” (Al-Qashash: 14)Usaha manusiawi yang dapat kita lakukan adalah mempercepat saat-saat kematangan pribadi kita. Ini jenis kerja kapitalisasi asset kesejarahan personal kita. Yang kita lakukan di sini adalah mengumpulkan sebanyak mungkin potensi dalam diri kita, mengolahnya, dan kemudian mengkristalisasikannya. Dengan cara ini, kita memperluas “ruangan keserbamungkinan” dan sedikitnya membantu kita menciptakan peluang sejarah. Atau, setidaknya mengantar kita untuk berdiri dipintu gerbang sejarah.
Para pahlawan mukmin sejati tidak pernah mempersoalkan secara berlebihan masalah peluang sejarah. Kematangan pribadi seperti modal dalam infestasi. Seperti apapun baiknya peluang anda, hal itu tidak berguna jika pada dasarnya Anda memang tidak punya modal. Peluang sejarah hanyalah ledakan keharmonisan dari kematangan yang terabaikan. Seperti keharmonisan antara pedang dan keberanian dalan medan perang, antara kecerdasan dan pendidikan formal dalam dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, anda harus memilih salah satunya, maka pilihlah keberanian tanpa pedang dalam perang, atau kecerdasan tanpa pendidikan formal dalam ilmu. Selebihnya, biarlah itu menjadi wilayah takdir dimana anda mengharap datangnya sentuhan keberuntungan.
Kesadaran semacam ini mempunyai dampak karakter yang sangat mendasar. Para pahlawan mukmin sejati bukanlah pemimpi di siang bolong, atau orang-orang yang berdoa dalam kekosongan dan ketidakberdayaan. Mereka adalah para petani yang berdoa ditengah sawah, para pedagang yang berdoa ditengah kecamuk perang. Mereka mempunyai mimpi besar, tetapi pikiran mereka tercurahkan sepenuhnya pada kerja. Sekali-kali mereka menatap langit untuk menyegarkan ingatan pada misi mereka. Namun, setelah itu mereka menyeka keringat dan kembali bekerja kembali.
Wilayah kerja adalah lingkungan realitas, sedangkan wilayah peluang adalah ruang keserbamungkinan. Semakin luas pijakan kaki kita dalam lingkaran kenyataan, semakin besar kemungkinan menjadi kepastian, mengubah peluang menjadi pekerjaan, mengubah mimpi menjadi kenyataan.
Berjalanlah dengan mantap menuju rumah sejarah. Jika engkau sudah sampai di depan pintu gerbangnya, ketuklah pintunya dan bacakan pada penjaganya puisi Khairil Anwar:
Aku
kalau sampai waktuku
ku mau tak seorang kan merayu
tidak juga kau ….
kalau sampai waktuku
ku mau tak seorang kan merayu
tidak juga kau ….
[anismatta.wordpress.com]
Selasa, 19 Maret 2013
GARUDA, TERMINAL MENULISKU
Mataram
adalah hidupku beberapa hari ini. Aku sementara hijrah ke ibu kota propinsi ini
karena disinilah aku merangkai cinta. Disini aku menemukan jalan takdirku.
Disini aku pula berdamai dengan seluruh kepentingan yang melekat dalam diriku.
Aku tinggalkan semuanya dengan alasan yang aku yakin orang lain tak akan
mengerti. Pelik. Sebenarnya aku bukan orang yang mudah ditaklukan oleh masalah
tetapi aku juga khawatir menjadi orang yang terlalu apatis dengan masalah. Ini
hidupku. ini hadapanku. Pada saat inilah aku bernar-benar merasa menjadi
sutradara sekaligus pelaku bagi hidupku sendiri.
Ada
rasa tertekan, karena ini baru. Ada rasa bersalah karena meninggalkan kampung
halaman dengan segala tanggungannya. Aku berada pada dua titik, antara pulang
menambah beban, dengan tetap mengasingkan diri sekalipun hidup disisi yang lain
mencaci. Ketika hati nuraniku yang bersuara, maka tak adalagi definisi tentang
pilihan, yang ada adalah kepastian memilih. Dan saat ini aku sedang berdamai
dengan bagian dari wajah hidupku.
Saat
ini aku bergantian sibuk dengan tiga hal saja; rumah mertua, kampus, dan
Organisasi PII. Dari setelah shalat subuh hingga sekitar jam 09.00 wita
bergumul dengan kesibukan warung nasi; melayani pesanan minum, membantu
memotong es batu, hingga menjadi kasir, belum lagi ketika ada pesanan nasi
kotak. Terkesan sangat ribet tetapi aku menikmati ini. Kemudian jam 09.00 wita
sampai jam 12.00 wita harus merapat ke kampus, menjadi Dosen pembimbing ketiga
bagi istriku yang sedang menyelesaikan skripsi. Setelah dzhur sampai magrib
menyambangi aktivitas teman-teman Pelajar Islam Indonsesia (PII)
disekretariatnya. Dan setelah itu kembali ke rumah dengan aktivitas seperti
biasanya.
Gambaran
aktivitas mengurangi kebiasaan tidur, nonton TV, jalan-jalan yang tidak terlalu
penting. Dan diantara aktivitas-aktivitas rumah, kampus, dan PII ada satu hal
lagi yang sering aku lakukan, satu hal yang menjadi jedah aktivitas sekaligus
jedah mengumpulkan semangat. Yaitu mengunjungi Garuda, sebuah warung internet
di Kekalik-Mataram. Garuda, yang bagiku menjadi terminal menulis diantara
perjalanan melewati aktivitas ditiga tempat tadi. Disanalah rasanya aku
menumpahkan segala sumbat fikir lewat menulis.
Hampir
tiap hari aku kesana. Disana bagiku terminal untuk melepas penat dan
mengumpulkan kepingan semangat baru beraktivitas. Ini sumber baru semangatku.
Tempatku mengumpulkan segala tausyiah dan pesan barharga melewati adaptasi
fase. Semoga tidak ketinggalan jauh karena kereta kehidupan selalu berjalan, jika
kita lemah untuk menyiapkan diri bisa dipastikan kita menjadi orang yang rugi
karena ketinggalan untuk menangkap pesan-pesan dari kereta kehidupan.
LANGKA DI DUNIA PESEPAKBOLA EROPA
Mesut Ozil : "Cristiano Ronaldo Senang Jika Mendengar Saya Membaca Al-Quran. Ia Selalu Ingin Di Ajarkan Oleh Saya Untuk Membaca Al-Quran. Ia Kini Sudah Hafal Beberapa Huruf Hijaiyah Dan Surat Kegemarannya Adalah Al-Fatihah."
Minggu, 17 Maret 2013
MEMBANGUN KOMITMEN KEINSTRUKTURAN
Bargaining Position keinstrukturan dimata Muadib hari ini sudah mulai membias. Ini ditandai oleh adanya beberapa fenomena yang muncul dan pantas ditatap sebagai persoalan mendasar. Mengingat eksistensi dan peran keinstrukturan sebagai kader inti atau kader yang berada pada lingkaran terdalam sistem kaderisasi PII dicapai tanpa melewati alur proses kaderisasi yang benar.
Muncul kesefahaman komunal yang berangkat dari tradisi yang salah dalam proses implementasi kaderisasi. Sebut saja kesalahan dalam memandang legitimasi kader instruktur dan memandang kualifikasi keinstrukturan bukan sebagai sesuatu yang filosofis pada proses pembentukan kedirian kader dalam pentrainingan.
Beberapa hal yang bisa di share di sini antara lain; ada kelompok kader yang dalam kacamata kaderisasi sudah sangat layak mengikuti advance training, tetapi tidak berminat, disebabkan adanya pemahaman; tanpa melewati jenjang Advance dan Pendidikan Instruktur mereka bisa masuk ke dalam lingkaran training. Ada pula pemahaman bahwa menjadi kader intermediate saja sudah cukup. Tidak perlu mengikuti advance dan Pendidikan instruktur. Toh ketika belajar diluar PII dan menjadi kader berkualitas maka tetap diberdayakan untuk mengelola training. Atau dengan kuantitas instruktur yang masih sedikit bisa dipastikan dalam pengelolaan training akan melibatkan kader yang belum berkualifikasi instruktur. Ini bangunan pemahaman yang semakin lama bisa menjadi sejarah sehingga harus diamputasi. Jangan sampai dibiarkan mengakar lalu atas nama kultur dan tradisi, dilegitimasi sebagai sesuatu yang baik dimata konsep kaderisasi PII.
Banyak lagi hal lain yang bisa kita potret tentang “berinstruktur”. Satu persatu bisa kita gelar dalam tulisan ini untuk menyentil kita bahwa ada banyak hal yang sudah menjamur dan harus didobrak, untuk membuka pintu perubahan dalam dunia keinstrukturan kita. Dan saya mengajak kita semua untuk memulai dengan membuka pintu paradigma lama lalu disortir kemudian dielaborasi dengan tradisi baru yang se-fikroh dengan arah pandang ta’dib.
Disisi yang lain sempat muncul pertanyaan tentang beranikah kita mengurai satu per satu karat tradisi yang mengekang ruang kreativitas dan produktivitas kita?Ini sudah berada pada zona nyaman sehingga memang kita harus fahami bahwa memulai perubahan akan menjadi hal yang sulit karena tantangan terberat adalah berpindah tempat duduk dari zona nyaman ke sesuatu hal yang baru. Tetapi sebenarnya ketika berusaha untuk memulai langkah pertama maka langkah-langkah berikutnya akan ringan, dan seiring dengan waktu-dengan sendirinya akan menjadi tradisi yang menjadi kearifan lokal yang bisa terus dipertahankan. Selain itu hal tersebut adalah bagian dari ruang kritisme dalam mengobyektivikasi kondisi keinstrukturan. Jangan sampai tanpa disadari virus feodalisme telah menyerang struktur berfikir kita. Tiga hal yang dibunuh oleh feodalisme, yaitu daya kritis, kreativitas, serta sikap fundamental. Padahal dengan tiga hal di atas dapat melahirkan inovasi dan improvisasi terhadap konsep yang sudah ada.
Beberapa hal yang bisa dieksplorasi tentang realitas keinstrukturan hari ini;
Pertama, Internalisasi nilai-nilai disetiap jenjang training dan kursus tidak utuh. Keutuhan dalam menyerap nilai disetiap jenjang proses kaderisasi sangat penting untuk mengukur kualitas internal kader. Sehingga ketika berada pada level instruktur outputnya adalah memiliki tiga sifat dan delapan kinerja sebagai bekal menuntaskan tujuan PII untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Namun perkembangan beberapa waktu terakhir internalisasi nilai-nilai yang dimaksud mulai melemah. Asumsi kematangan yang dibangun oleh konsep kaderisasi tidak tercapai. Sehingga terjadi split personality pada diri instruktur. Terjadi kebingungan mendefinisikan dirinya kemudian disorientasi lalu menarik diri dari lingkaran organisasi PII.
Kedua, Tidak ada kontrak tertulis antara struktur dengan para calon instruktur. Harus difahami bahwa instruktur adalah aset termahal yang dimiliki oleh PII. Mereka adalah orang-orang yang memahami sistem kaderisasi PII dan ditugaskan untuk memecahkan masalah-masalah kaderisasi PII. Sehingga upaya untuk mencetak kader instruktur harus dilakukan secara sadar oleh struktur (Ketua Bidang Kader dan bidang lain) dan Dewan Ta’dib. Dari mempertanggung jawabkan kapasitas calon kader instruktur sampai jaminan serta harapan struktur pasca menjadi instruktur harus menjadi bangunan kesefahaman bersama. Jangan sampai ada lagi kader instruktur yang masih bingung tentang “arah jalan pulang”. Karena tidak ada kontrak yang menyadarkannya tentang peran dan fungsinya setelah menjadi kader instruktur.
Ketiga, Lemahnya peran struktur dalam memberdayakan potensi instruktur, dan kurang terbukanya ruang aktualisasi bagi instruktur. Dalam kepentingan impelementasi kebijakan kaderisasi instruktur tidak pernah dilibatkan untuk melakukan pengayaan terhadap kualitas pengelolaan training, kursus dan ta’lim. Sehingga memang esensi peran instuktur dapat dirasakan secara langsung oleh struktur. Kondisi ini pada dasarnya mempersempit ruang aktualisasi instruktur padahal kebutuhan peningkatan kapasitas personal instruktur sangat banyak, terutama keberlanjutan pengayaan yang berkaitan dengan kebutuhan ruhiyah dan keterampilan.
Keempat, Memahami keinstrukturan hanya pada soal mengelola training, padahal juga terkait persoalan kematangan berstruktur. Persoalan pelik juga yang dihadapi oleh keinstrukturan ketika memisahkan antara berstruktur dengan berinstruktur. Ingin mengelola training saja tetapi tidak ingin mejadi bagian dari kepengurusan. Atau bersemangat untuk berorganisasi di PII tetapi tidak mau menjadi instruktur karena terikat dengan peran sekaligus fungsinya. Padahal di dalam ta’dib sendiri dijelaskan secara bersamaan dan berkaitan antara institusi fungsional dan institusi penunjang.
Kelima, Masih adanya intervensi problem kestukturan terhadap aktivitas kaderisasi. Karena aktivitas kaderisasi dan aktivitas berstruktur itu tidak bisa dipisahkan, maka kadang-kadang keduanya saling mempengaruhi. Tetapi kurang tepat ketika problem di struktural membuat kita “kurang bersih” dalam memanajemen training, kursus, ataupun ta’lim. Yang sering muncul adalah dalam proses pengelolaan training. Ukuran yang sederhana bisa kita lihat pada distribusi instruktur berdasarkan jenjang kualifikasinya. Kalau ada instruktur distruktur terlalu beda kualifikasi keinstrukturannya dibandingkan yang lain, bisa dipastikan ada masalah. Karena salah satu peran dewan ta’dib itu adalah menjaga keseimbangan penjenjangan instruktur sehingga menjawab kebutuhan pentrainingan.
Keenam, Kita tidak memiliki data jumlah instruktur berikut kualifikasinya, sebagai instrumen dalam mengukur produktivitas kaderisasi. Bersamaan dengan upaya untuk menciptakan idealita ta’dib kita harus mengakui bahwa salah satu problem kita adalah problem data. Data itu penting untuk mengukur kekuatan PII. Jika ingin melihat grafik jumlah kader yang dihasilkan setiap periode, rasio keseimbangan kader basic, intermediate, dan advance, maupun data instruktur beda zaman pasti kelimpungan menghadirkan data. Data instruktur beberapa periode sebelumnya penting untuk menjawab kebutuhan training.
Beberapa persoalan di atas tatapan terhadap realitas keinstrukturan PII. Membahas satu per satu terntu akan menghadirkan berbagai macam solusi yang berbeda, maka hal mendasar yang bisa kita obrol untuk menjawab enam persoalan diatas adalah mencoba mengutak-atik komitmen personal yang sekarang sudah bermetamorfosa menjadi komitmen diri seorang instruktur.
Membangun Komitmen Keinstrukturan
Beberapa tatapan realitas keinstrukturan di atas merupakan gambaran yang mewakili kondisi keinstrukturan. Pilihannya adalah apakah kita akan menambah daftar instruktur yang melewati masa problem yang sama ataukah menjadi aktor dalam mengawali perubahan baik pada internal diri maupun perubahan pada tingkat muadib secara umum.
Menuntaskan persoalan-persoalan ini tidak serta merta ibarat membalikkan telapak tangan, tetapi bertahap, dan sitematis sesuai dengan perubahan yang direncanakan. Perubahan itu harus dimulai dari persoalan yang sangat mendasar, yaitu soal komitmen. Membangun komitmen yang dimaksud adalah tidak hanya persoalan komitmen secara harfiah, tetapi lebih mendalam lagi tentang konsekwensi berkomitmen.
Secara filosofis berkomitmen yang difahami oleh kader PII adalah komitmen untuk tetap setia kepada Pelajar Islam Indonesia (PII) dan cita-cita Pelajar Islam Indonesia (PII). Ini menjadi ruh sekaligus semangat dalam gerak tindak instruktur. Artinya komitmen ini sebenarnya menjadi dasar bagi instruktur untuk menegaskan dirinya sebagai kader paripurna. Membangun komitmen keinstrukturan harus dimulai dari mereorientasi komitmen diri. Niat ketika menjadi instruktur, karena setiap amal akan bergantung kepada niatnya. Kalau orientasi dirinya tidak jelas maka akan menggabarkan ekspresi dirinya sebagai instruktur.
Kemudian komitmen intelektualisme. Pendidikan seumur hidup sudah dikenalkan oleh Rasulullah sejak 14 abad yang lalu. Konsekwensinya daur belajar adalah proses yang tidak akan pernah berhenti sejak dilahirkan hingga akhirnya dijemput ke liang lahat. Menjadikan intelektualisme (kultur belajar) sepanjang usia tidak hanya ketika aktif di struktural PII tetapi setelah menjadi kader umatpun komitmen ini harus dijaga (baca: Tri Komitmen). Berangkat dari kefahaman ini instruktur harus semangat membangun kultur intelektual dimanapun. Struktur adalah wadah yang masif untuk menghidupkan kultur ini. Fastabiqul khoirot dalam membangun intelektualisme di struktur menjadi dinamisasi intelektual yang pada saatnya akan menjadi kekayaan organisasi PII.
Selanjutnya adalah membangun konsistensi, dan integritas. Konsistensi adalah faktor pendukung komitmen. Sebuah komitmen jika tidak dirawat dengan konsistensi akan rapuh. Konsistensi merupakan upaya sekaligus alat ukur bagi kualitas komitmen. Komitmen diri untuk menghibahkan diri untuk perjuangan di PII serta upaya membangun komitmen intelektualisme jika tidak dipolesi dengan konsistensi bisa dipastikan akan hilang dalam hitungan waktu. Begitupula dengan integritas. Stephen R.Covey mengatakan bahwa integritas merupakan konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Integritas juga bisa bermakna kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. Membangun dua hal ini sebagai faktor pendukung komitmen merupakan pekerjaan rumah yang menguras energi.
Komitmen tentang wadah peningkatan kapasitas instruktur. Setelah komitmen diri lalu komitmen membangun kultur intelektual tentu instruktur tidak bisa hanya berada diwilayah struktur yang syarat dengan kepentingan dan pergesekan. Perlu memformulasikan sebuah wadah aktualisasi yang bebas untuk mengeksplore ide, membuat instrumen pendukung monitoring proses kaderisasi, formula-formula baru tentang tekhnik pengelolaan lokal kursus dan ta’lim, kesempatan yang luas tentang desain peningkatan kapasitas muadib, dan sebagainya. Komitmen ini menjadi tujuan antara ketika ingin membangun komitmen dan menciptakan kultur intelektual. Dan wadah ini harus dinahkodai oleh instruktur pasca struktur yang legal dalam menjalankan fungsinya tanpa harus bergesekan dengan wilayah-wilayah kebijakan distruktur formal organisasi PII.
*Tulisan ini diberikan pada sarasehan instruktur Pelajar Islam Indonesia (PII) Nusa Tenggara Barat (NTB) tanggal 17 Maret 2013.
Kamis, 14 Maret 2013
CINTA YANG MENGAJARKAN (CINTA)
Desir-desir
ombak menyusup bersama semilir angin
Matahari
disudut bumi mulai kembali ke peraduannya
Pantai
hanya menyaksikan dialog alam
Dan diantara
itu ada cinta menyapa dipetang itu
Tatapan
itu begitu hangat
Mengisi
penuh diantara pori di ruang hati
Senyum indah
itu khas tak ada duanya
Senyum cinta
mengucap selamat kepada hari ini
Dari dia
yang bersahaja..
Dia yang
berbesar hati menyandarkan kepala dipangkuan obsesiku
Dia..
Yang terlihat
manis dengan kebaikannya
Yang dipandang
dewasa dalam baktinya
Cintaku padamu..
Semoga semua
ini kita sandarkan pada cinta-Nya pula
Dia..
Yang pandai mengajarkan sesuatu lewat sikapnya
mengingatkan dengan diamnya
memberi cinta dalam kata-katanya
Dia..
Kasihku sekaligus
kasih anakku nanti
Istri..sekaligus
ibu peradaban bagi keluarga kecilku kelak..
Tak ada
yang berharga selain cinta..
cinta yang menyadarkan CINTA..
Itu persembahanku..
Untukmu kasih..
Untukmu yang
berjanji selamanya untuku..
Di dunia..
Dan kelak
menjadi ratu bidadari bagiku di surga..
Amin..
UNTUKMU PEJUANG PEREMPUAN "SRIKANDI"
Kelu,,,tak ada kata yang terucap
Bergetar hati ini mendengar berita kepergiaanmu
luluh perih hati melepasmu
bulir air mata jatuh tak tertahan
termangu dalam keheningan jiwa
Terkenang untaian kata yang pernah kau ucapkan
Terbayang kedamain kala nasehat terlontar dari bibirmu
terasa kehangatan pelukanmu
Teringat senyum yang pernah kau hadirkan untukku & untuk kami semua
terpesona ceritamu yang sering menyejukkan jiwa
Terkagum tentang nilai ketegaran, semangat & persahabatan yang pernah kau torehkan
Kini,
kita, kami & para sahabat termangu
Diam mengitari cakrawala
Meski kini kau telah tiada
namun namamu tetap terpatri di relung hati kami,
sebagai seorang ibu, teman, sahabat dan juga saudara kami tercinta
Untaian kata belangsukawa kami kirimkan
karena kami semua turut berduka
Kami adalah orang-orang yang menyangimu
Selamat jalan
Pahlawan perempuan
Selamat jalan “srikandi perempuan”
Selamat jalan pejuang kemanusiaan
Terbanglah menembus cakrawala surga
lepaskan semua lelah & deritamu
tersenyumlah kembali pada sang pencipta
Jangan hiraukan
kami yang menangis akan kepergianmu
kami yang terdiam tak bisa berkata
Pergilah ibu, sahabat, teman dan saudara yang pernah kami sayangi
kami akan tetap mengenangmu
Selamat jalan
semoga tuhan menempatkanmu di sisi terbaik
Minggu, 4 Desember 2012
sumber : blog sahabat
http://ematyr.blogspot.com/2011/12/untuk-mu-pejuang-perempuan-srikandi.html
Bergetar hati ini mendengar berita kepergiaanmu
luluh perih hati melepasmu
bulir air mata jatuh tak tertahan
termangu dalam keheningan jiwa
Terkenang untaian kata yang pernah kau ucapkan
Terbayang kedamain kala nasehat terlontar dari bibirmu
terasa kehangatan pelukanmu
Teringat senyum yang pernah kau hadirkan untukku & untuk kami semua
terpesona ceritamu yang sering menyejukkan jiwa
Terkagum tentang nilai ketegaran, semangat & persahabatan yang pernah kau torehkan
Kini,
kita, kami & para sahabat termangu
Diam mengitari cakrawala
Meski kini kau telah tiada
namun namamu tetap terpatri di relung hati kami,
sebagai seorang ibu, teman, sahabat dan juga saudara kami tercinta
Untaian kata belangsukawa kami kirimkan
karena kami semua turut berduka
Kami adalah orang-orang yang menyangimu
Selamat jalan
Pahlawan perempuan
Selamat jalan “srikandi perempuan”
Selamat jalan pejuang kemanusiaan
Terbanglah menembus cakrawala surga
lepaskan semua lelah & deritamu
tersenyumlah kembali pada sang pencipta
Jangan hiraukan
kami yang menangis akan kepergianmu
kami yang terdiam tak bisa berkata
Pergilah ibu, sahabat, teman dan saudara yang pernah kami sayangi
kami akan tetap mengenangmu
Selamat jalan
semoga tuhan menempatkanmu di sisi terbaik
Minggu, 4 Desember 2012
sumber : blog sahabat
http://ematyr.blogspot.com/2011/12/untuk-mu-pejuang-perempuan-srikandi.html
Selasa, 12 Maret 2013
DIA HADIR LAGI
"Kau wanita mulia. Wanita yang tidak bisa digantikan oleh seribu wanita di dunia ini. Kau satu untuk selamanya. Dengan ketulusan cintamu yang tak pernah habis hingga kini"
"Ya Allah lapangkanlah kuburnya, dan jadikanlah dia termasuk kedalam golongan orang-orang yang menikmati surgamu tanpa hisab. Dan bersama dengan orang-orang terdahulu yang telah engkau janjikan surga bagi mereka"
Malam ini kenapa
rasanya ia hadir lagi mengisi ruang rindu ini. Setelah setahun lebih dia
meninggalkan kami dengan senyum kasih sayangnya. Entah apa gerangan yang
membuat air mata ini tiba-tiba menetes di sudut mataku. Tiba-tiba aku
merindukannya. Wanita tangguh yang membesarkanku dengan semangatnya,
kalimat-kalimatnya yang selalu menginspirasi. Itulah terkadang aku merasa dia
selalu hidup di hatiku.
Aku akui sampai hari
ini memang belum kering air mata ini. Belum tuntas rasanya aku merasa
kehilangannya mesti aku ikhlas dengan bukti kebesaran Tuhanku. Karena Dia tak
pernah memberi ujian diluar batas kemampuan hamba-Nya.
Aku ingin selalu menggoreskan
jejaknya yang tak akan pernah hilang dalam sejarahku. Bukti ketangguhan dan
sumber inspirasi yang membuatku selalu bangkit jika semangat hidupku mulai
runtuh. Sering muncul semangat yang membara untuk melukis kembali jejaknya
dahulu. Terutama tentang ketangguhannya menjadi istri dan ibu dari dua anak
laki-lakinya. Yaitu aku dan adikku.
Aku ingin dia tau bahwa
hari-hari ini aku sangat menikmati detik-detik awal mengayuh bahtera cinta
dikeluarga kecilku. Mulai menapaki alur kehidupan yang baru beberapa langkah
aku arungi. Tentu seperti kehidupan pada biasanya. Yang luar biasa adalah
membumbui perjalananku dengan cinta sehingga manis pahitnya semua akan berakhir
dengan cinta.
Ada satu hal yang selalu
muncul. Adalah ingatanku tentang harapan beliau saat itu. Harapannya untukku. Untuk
menuntaskan masa lajangku. Aku ingat ketika bahtera cinta ini ku lewati. Adalah
seorang ibu yang berulang-ulang kali memberi isyarat pergi dari kehidupan kami
dengan bertanya tentang kapan aku menyempurnakan agama. Tetapi bersama itu pula
aku sering menjawabnya dengan senyum kecil yang bermakna bahwa “hari ini
kesehatan dia jauh lebih berharga dari pada cinta yang ingin ku raih”. Tetapi
mungkin beda caranya memandang, yaitu tentang tanggung jawab orang tua
menikahkan anak. Barangkali masih ada beban dihatinya ketika harus pergi
meninggalkan kami dalam keadaan seperti itu. Belum ada yang menikah.
Jika saja beliau masih
ada dihadapanku hari ini. Aku ingin dia melihat begitu bahagianya aku hari ini
dengan kehidupan yang bertabur cinta. Dengan istri yang taat kepada Allah dan
berbakti kepada suami. Menantu yang sebenarnya tiap waktu merasa kurang karena
tidak pernah menatap senyum seorang ibu mertua lantaran ibu mertua telah
melanjutkan perjalanan pada fase kehidupan yang lebih pasti.
Aku sering yakin bahwa
pesan hatiku kepadanya selalu dia dengar di alam sana. Semoga saja dia ikut
merasa seluas samudera kebahagiaanku sekarang. Tafsir mimpiku semoga benar
memberi isyarat tentang rasa beliau yang ikut bahagia melihat kehidupan baruku
saat ini.
Aku tidak pernah lupa
kepadanya. Belaian kasih sayang itu masih terasa hingga saat ini. Cintanya masih
memeluk hangat pada diri yang tidak mungkin seperti hati ini tanpanya. Lambaian
itu masih sangat membekas dihati, yang tetap ada mengucapkan selamat dikala aku
berhasil meraih sesuatu bagian dari mimpiku.
Ibu...
Hidupmu telah berhenti.
Ceritamu telah usai. Tetapi asamu, obsesimu, harapan-harapan besarmu yang masih
mungkin hadir pada masa yang berbeda hari ini akan menjadi bagian dari motivasi
jalanku.
Aku tak perrnah lupa
kepadamu. Aku tak pernah lupa menunaikan kewajibanku kepadamu mesti kau tak ada
persis didepanku. Aku yakin kau juga merasa bukti itu. Bukti dari do’a yang
berkumandang disetiap usai sujudku.
Kau wanita mulia. Wanita
yang tidak bisa digantikan oleh seribu wanita di dunia ini. Kau satu untuk selamanya.
Dengan ketulusan cintamu yang tak pernah habis hingga kini.
Mesti fisikmu telah
tiada, aku berharap kau tetap hadir memberi
senyum penghargaan pada jalan-jalan suksesku. Itulah tatapan rantai
semanngat yang akan mengawal cita-citaku. Hingga sukses seperti engkau kala
itu.
Tetaplah tenang disana.
Sambutlah do’a-do’aku. Termasuk do’a untuk tidak lupa mendo’akan mu sampai
habis usiaku. Hingga saatnya kau berdiri tegak di akhir khusnul khotimahku
sebelum menyambutku di ujung surga Allah yang Mulia.
Ya Allah lapangkanlah
kuburnya, dan jadikanlah dia termasuk kedalam golongan orang-orang yang
menikmati surgamu tanpa hisab. Dan bersama dengan orang-orang terdahulu yang
telah engkau janjikan surga bagi mereka.
Rabbighfilri waliwaidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira.
"Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah serta ibuku, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil"
Rabbighfilri waliwaidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira.
"Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah serta ibuku, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil"
Senin, 11 Maret 2013
"HAWA PANAS" PASAR
Kali ini aku ingin menulis tentang “Hawa
Panas” Pasar. Sesuatu yang aku temukan dipasar. Berangkat dari efeknya terhadap
kondisi fisik dan psikis-ku setelah pulang dari pasar. Sehingga aku merasa ada
hal aneh yang mesti aku bicarakan di sini.
Pasar itu memang secara kasat mata
terlihat tidak ada apa-apanya, karena diisi oleh ibu-ibu tua, bau ikan dan
barang dagangan lain disana, sehingga kesan kumuh dan kotor itu menjadi sesuatu
yang akrab sekali dengan pasar.
Lalu tentang Hawa Panas. Setelah beberapa
hari ke pasar begitu kuat rasanya hawa panas disana. Hawa panas yang ku maksud
adalah tentang persaingan dagang dan kesiapan diri melihat jajakan kita laku
atau tidak laku.
Pertama, Tentang persaingan dagang.
Sebelum kita masuk ke gerbang pasar saja, dari kejauhan kita sudah mendengar
teriakan ibu-ibu memanggil para pembeli. “Ikan segar..ikan segar..masih baru..”
atau “sayuran segar, baru di petik..harganya murah”. Pokoknya sedemikian rupa
cara dan bahasa mereka memanggil para pembeli. Sampai kemudian tidak jarang
pembeli yang awalnya tidak berencana membeli barang tersebut, jadi tergoda
untuk membeli. Yang lebih ekstrim kadang-kadang menggunakan cara yang tidak
etis.
Membicarakan kekuarangan barang dagangan
orang lain. Ini parah padahal sadar atau tidak sadar mereka bersama-sama dari
satu stok barang lalu ke pasar dalam niat mencari rizki yang sudah ditentukan
untuk mereka masing-masing.
Kedua, adalah persiapan diri melihat
jajakan kita laku atau tidak. Ini lebih pada soal psikologis. Atau kematangan
diri berbisnis. Serta keyakinan akan sebuah rizki yang tidak akan tertukar
dengan rizki orang lain.
Sebut saja aku dan mertua yang
berbelanja setiap harinya. Berbelanja dalam jumlah yang tidak sedikit. Artinya
bagi para pedagang, kami adalah salah satu list pembeli yang akan membuat
barang dagangan mereka laku dalam jumlah yang banyak. Tetapi mungkin
dilematisnya adalah tentang bangunan sikap mereka ketika dagangan mereka laku dan
disampingnya tidak, atau sebaliknya ketika melihat dagangan disampingnya laku
lalu dagangan dia tidak laku.
Melihat dua hal ini bagi orang yang
memiliki kepekaan sosial tinggi pasti akan tertekan dan menimbulkan depresi
tinggi, karena ketika dagangannya tidak laku sementara didepan matanya melihat
penjual disampingnya begitu laris, dia akan iri, akan cemburu, bisa-bisa
menimbulkan kebencian. Dan sebaliknya jika jualan dia laku banyak sementara
penjual disampingnya tidak laku dari pagi sampai sore maka dia akan merasa
kasian, empati berlebihan. Dan yang ada dia akan mundur teratur menjadi
pedagang di pasar.
Memang betul bahwa berbicara bisnis itu
yang pertama yang harus disiapkan adalah kesiapan mental. Atau kematangan
berbisnis tadi. Karena berbisnis itu hanya memberikan dua opsi saja. Dia akan
sukses atau dia akan gagal.
Ketika kesiapan ini sudah ada. Maka menghadapi
hawa panas pasar akan disikapi dengan arif dan bijaksana. Semua akan
dikembalikan kepada jatah rizki setiap orang. Ketika laris dia akan bersyukur
dan ketika tidak diakan bersabar menunggu hingga rizki itu mendekat kepadanya. Karena
rizki tidak mungkin tertukar.
Minggu, 10 Maret 2013
LUPIS PENAWAR LELAH
Aktivitas pulang pergi pasar dengan keranjang keramat berada diantara dua perasaan; lelah
dan menikmati. Berbelanja bersama bapak atau ibu mertua untuk kebutuhan menu
yang berbeda disetiap harinya. Dari belanja kebutuhan beras untuk nasi,
kemudian bahan sayur, daging, maupun ikan laut.
Setiap hari. Tanpa ada libur wajib
maupun libur yang dipengaruhi oleh tanggal merah nasional. Beragam orang yang
datang "mengisi bensin" disini. Bisa diklasifikasi dengan sederhana
yaitu orang kantoran, polisi yang bertugas disekitar warung, masyarakat sekitar
daerah warung, dan yang paling banyak adalah sopir-sopir truk besar yang tiap
hari membawa barang ke bima-mataram-bali-surabaya-jakarta, dan sebagainya.
Mereka tiap hari mampir untuk makan diwarung Jawa Pak Imam. Sehingga salah satu
alasan yang memberatkan bapak mertua jika ingin ada libur untuk karyawannya
adalah tidak tega dan kasihan kepada sopir-sopir itu. Karena jika tidak makan
disini maka mereka baru bisa makan di Bali setelah lebih kurang tujuh jam
perjalanan. Aku menangkap ini bisnis warung makan antara kepentingan sukses
mencari uang dengan perasaan empati terhadap orang sedang melakukan perjalanan
jauh. Sangat Inspiratif juga.
Dengan alasan itu maka berbelanja ke
pasar menjadi aktivitas yang tidak boleh tidak dilakukan setiap harinya. Baik
oleh bapak mertua sendiri, saya dan ibu mertua, atau kadang-kadang saya sendiri
yang harus ke pasar.
Seperti yang saya katakan bahwa ini
adalah aktivitas yang melelahkan. Bisa dibayangkan berangkat dari rumah jam
setengah tujuh pagi; lalu membeli ikan laut sepuluh kilogram, daging sapi empat setengah kilogram, daging ayam mentah sepuluh kilogram, ayam panggang hampir tujuah ekor . Belum lagi untuk
kebutuhan bumbu dan sejenisnya; tomat enam kilogram, lombok kecil dua kilogram, lombok besar dua
kilogram, kunyit satu kilogram, bawang merah dua sampai tiga kilogram. Terus
kacang panjang, terong, dan kubis. Sekalipun ini tidak habis dalam waktu sehari
tetapi ini adalah belanja wajib yang dilakukan. Baik untuk kebutuhan hari itu
maupun kebutuhan besok yang sesekali digunakan untuk membuat menu masakan yang
beragam.
Dalam jumlah belanjaan yang begitu
banyak, tentu menjadi sekitar enam sampai delapan kresek besar yang tentu tidak
bisa langsung dibawa pulang sekali saja. Harus diangkut tiga sampai empat kali.
Belum lagi ternyata setelah sampai rumah, tukang masak menitip barang belanjaan
yang dirasa kurang dan harus dibeli lagi sehingga bisa dipastikan bolak-balik
pasar sampai lima kali.
Cukup melelahkan. Kadang-kadang
setelah sampai di rumah harus terkapar ditempat tidur. tidak juga untuk tidur
tetapi untuk sekedar mengolahragakan tubuh sehabis mengangkat barang-barang
tadi. Belum lagi riuk-riuk pasar yang menyesakkan dada karena begitu berdesakan
dengan orang banyak "memburu" belanjaan kebutuhannya.
Tetapi ada satu hal yang memberi warna
baru yang bisa menghilangkan dan menjadi penawar lelah dari aktivitas
berbelanja di pasar. Yaitu kue lupis. Kue yang terbuat dari ketan lalu dikasi
bumbu kelapa terus ditaburi dengan air gula merah di atasnya. Harganya juga
murah. Cuman seribu rupiah perbungkusnya. Dijajakan oleh ibu tua di salah satu
sudut pasar yang biasa dilewati setiap hari. Yaitu pasar kecamatan di kecamatan
Gerung Lombok Barat. Kue kecil yang setelah dicicipi benar-benar mengobati
sedikit kelelahan yang menumpuk diseluruh badan. Kue ini setiap hari saya beli.
Menikmati ini sama dengan mengobati rasa lelah. Dan selanjutnya bisa pindah ke
aktivitas yang lain.
Makanya aku suka sesi terakhir berbelanja itu karena
terakhir mengambil belanjaan di pasar pasti ada satu kresek kecil lupis.
Awalnya hanya aku yang tertarik dengan kue ini. tetapi lama-lama kue ini
menjadi diminati oleh semua karyawan warung. Sehingga pertanyaan yang wajib
mereka sampaikan setelah aku pulang dari pasar adalah pertanyaan tetang kue
lupis. atau pesan untuk tidak lupa membeli lupis.
Kue lupis. Benar-benar penawar lelah.:-)
Sabtu, 09 Maret 2013
BERHATI-HATI DENGAN TEMAN FACEBOOK
Ada saja kejadian-kejadian aneh di Facebook.
Kejadian yang mengerutkan dahi sekaligus menggelikan. Yang membuat aku harus jengkel
dan kadang tertawa terpingkal-pingkal. Aku percaya bahwa Sosial media Facebook
membuka dua kesempatan sekaligus untuk semua penggunanya. Dia bisa sangat
bermanfaat dan mengalirkan kebaikan. Dan memberi ruang seluasnya untuk berbuat
negatif dan menampilkan tampilan-tampilan yang tidak etik. Semisal saja
digunakan untuk memuat video-video amoral.
Satu hal yang aku ingin cerita adalah ketika
internetan bersama istri di warung internet dekat rumah. Setelah beberapa saat
memulai online. Istri saya mengeluhkan ada teman facebooknya yang sudah
beberapa kali menyapanya di facebook. Minta kenalan, tanya tempat tinggal,
minta nomor handphone dan lain sebagainya. Teatpi karena tidak mengenal, istri
saya tidak merespon beberapa kali sapaan itu.
Akhirnya aku mencoba membuka facebook orang itu,
ternyata dia berteman dengan profil-profil facebook dengan gambar perempuan
yang tidak seronok. Akhirnya aku kerjain saja dia.
Aku balas pesannya dengan menanyankan nomor
handphonenya terus kuberikan nomor handphone ku, lalu memberi pesan kalau mau
telepon silahkan sms dulu.
Keesokan harinya aku ditelpon oleh nomor baru yang
tidak ku kenal. Tetapi tidak ku angkat. Selain aku anti mengankat telfon dari
nomor baru, aku juga sedang tidak ingin diganggu. Akhirnya ku sms “maaf siapa
ya?”. Setelah dia membalas dengan memperkenalkan dirinya baru ku angkat
telfonnya.
Aku ikut aneh dan tidak bisa menahan tertawan ketika
mengangkat telfon anak ini, karena aku harus menirukan suara perempuan. Sejak awal
aku memang sudah mengira kalau dia suka menelfon dan mengganggu perempuan.
“hallooo...”
“iya...”(menirukan
suara perempuan)
“ini
farida..?”
“Ini
siapa ya..”(masih dengan gaya suara perempuan)
“Ini
farida atau Parida” katanya.
“Ada
yang bisa dibantu mas?..”(masih dengan suara mirip perempuan)
“Kok
gitu..kan kita tadi sudah tukaran nomor” (Suaranya mulai
mendayu-dayu).
“Iya
mas mau ada keperluan apa? Kenapa mas menelpon istri saya?saya suaminya.mas ini
siapa.” (suara asliku)
“hmhmmh
saya temannya”
“iya
ada apa?” (dengan suara kasar membentak)
“hmm
han temmannya...hmm..ga ada apa-apa...” (Sedikit demi sedikit
suaranya mulai ga jelas dan akhirnya dimatikan telfonnya).
“hahahahhaha..”
Ada saja kejadian lucu. Aku merasa heran dengan
orang-orang seperti ini. Semakin memperlihatkan kekerdilan dirinya menghadapi
hidupnya sendiri. kenapa tidak nikah saja jika dia sudah siap dari pada harus
melakukan akhtivitas yang tidak jelas seperti itu; tidak bermanfaat,
menghabiskan waktu, juga menghabiskan
uang, yang masih bisa dia pergunakan untuk aktivitas lain yang lebih
bermanfaat.
Dan untuk kita yang masih Facebook mania, tentu
lebih berhati-hati dengan teman yang tidak jelas di Facebook. Menjadi kawan
lalu sok akrab kemudian tiba-tiba meminta nomor telfon, itu patut dicurigai
sebagai sesuatu yang memiliki misi tersembunyi yang tidak jelas. Menghindari
eksklusifitas bukan berarti membuka diri berkenalan dengan semua orang tanpa
batas. Sehingga berkedok meningkatkan diri dengan menambah teman diskusi tidak
kemudian bermakna membuka semua ruang privacy yang kita punya.
Jumat, 08 Maret 2013
KERANJANG UNIK
Keranjang
ini unik. Dia beda dengan yang lain. Tidak semua pelaku usaha memiliki
keranjang keramat penentu sukses ini.
Disebut
keranjang keramat karena dalam membaca faktor sukses Bapak mertua, keranjang
ini menempati faktor keempat setelah kemauan, modal, dan lokasi yang strategis.
Usaha
yang dilakoni beliau sangat dekat dengan aktivitas pasar, karena bahan mentah
yang diperlukan semua di beli di pasar. Bagaiman tidak keranjang ini menjadi
faktor penting karena dialah yang membantu memuat barang belanjaan di pasar.
Sungguh unik memang keranjang ini karena ketika mentari pagi mulai terbit yang
pertama kali dicari oleh Mertua ku adalah keranjang. Unik bukan?
Dan aku
yang menggantikan berbelanja dipasar sering dibuat kerepotan oleh keranjang
ini. Aku sering lupa membawanya. Aku beberapa kali merasa jengkel karena
setelah sampai ke pasar ternyata aku baru ingat kalau aku lupa membawa
keranjang ini. Belum lagi setelah menitip barang belanjaan kepada salah satu
pedagang di pasar karena harus membawa pulang sebagian belanjaan yang lain,
setelah balik kepasar aku ternyata lupa dengan benda aneh ini.
Aneh
bercampur lucu pokonya karena tenyata memang dia menjadi satu hal penting yang
sering kali aku lupakan. Dan cukup membuatku dongkol sendiri. hahaha
Kamis, 07 Maret 2013
INSPIRASI DARI BAPAK MERTUA
Lombok
besar satu setengah kilo..
Lombok
kecil satu kilo..
Minyak
goreng dua kilo..
Kecap
dua renteng..
Merica..
Terong
dan ceruwuk..
Pala..
Daun
pisang..
Tomat..
Bawang
merah..
Anak
cobek..
Kelapa..
Jahe..
Susu..
Kopi
susu..
Ekstra
Joss.
....
Jadi
Semuanya Lima ratus ribu pak..
Begitu riuk-riuk pasar yang
selalu ku datangi disetiap pagi. Berbelanja kebutuhan menu diwarung mertua. Iya
aku sedang berbulan-bulan madu di Pondok Mertua Indah. Setelah menikah dan
bersapa akrab dengan keluarga besar di Dompu. Aku kembali melewati masa indah
bersama istri di rumah bapak-ibu mertua di montong are-Gerung-Lombok Barat.
Memang masa
kontrak pekerjaanku di Dompu sudah selesai. Sekarang menunggu panggilan kerja,
dan sembari melihat peluang-peluang kerja di tempat lain.
Sendiri di Dompu
sebelum dan sesudah menikah rasanya beda. Serasa hilang separuh jiwa. Sementara
obatnya ada diseberang pulau. Dari pada berjauhan dan meredam rindu dengan
permaisuriku. Aku lebih baik menemaninya disini. Di desa Gerung. Desa yang
menjadi saksi ijab qobulku. Menyaksikan berakhirnya batas lajang menuju status
menjadi suami seorang gadis gerung asli Jawa Timur.
Disini, aku
ternyata tidak hanya menjadi dosen pembimbing tiga bagi istriku yang tengah
menyelesaikan tugas akhir-skripsi sebagai prasyarat menempuh sarjana di
Universitas Mataram. Tetapi aku juga mengurusi semua hal yang menjadi urusan
keluarga baru ku ini. Dari urusan menjadi kasir, buatkan pesanan minuman,
memotong es batu, mengupas bawang, hingga berdesak-desakan dipasar.
Niatku juga mengabdi.
Membantu mertua yang sedang merintis karir usaha. Belajar pada perjuangan
mereka mengarungi hidup dengan segala tanggungannya. Komitmenku menjadi menantu
yang berbakti. Mencintai anaknya dan mencintai kebaikan yang mereka cintai pula
membuatku menikmati segala pekerjaan yang menjadi kebutuhan usahanya.
Hampir tiap hari
aku ke pasar. Berbelanja kebutuhan menu di tempatnya berjualan. Aktivitas ini sebenarnya
asing bagiku karena keseharianku sebelumnya bertemu masyarakat adalah dalam
kepentingan pemberdayaan dan pencerdasan masyarakat. Tetapi aku suka sensasi
aktivitas ini. Menyaksikan suara ibu-ibu pasar menjajakan barang
jualannya.
Aku belajar. Aku
mencermati. Aku terinspirasi menjadi usahawan. Bekerja di usaha sendiri, tanpa
ribet dengan segala keruwetan birokrasi pemerintah. Tanpa harus tersesak dengan
hiruk pikuk kebisingan politik.
Bahkan dengan
usaha sendiri mungkin aku bisa memberi banyak hal pada orang yang sedang
membutuhkan. Menyediakan fasilitas lebih disekitar rumah untuk bisa
dimanfaatkan oleh orang-orang yang berteduh usai mencari sesuap nasi.
Aku memang
sepakat dengan politik. Tetapi aku tidak sepakat dengan para politisi yang
sibuk di ruangan sidang dan hanya bicara regulasi tanpa berada langsung
disudut-sudut desa. Tempat dimana bagian dari aspirasi pembangunan itu ada.
Tempat dimana suara nurani masyarakat itu selalu mengeluh.
Sudah cukup.
Tidak ingin lagi menyorot para birokrasi dan pengambil kebijakan yang tanpa
mendengar keluhan rakyat. Andai saja aku sudah menjadi usahawan lalu menjadi
milioner ingin ku beli saja jabatan presiden, Kursi-kursi DPR, dan
Tempat-tempat diambilnya kebijakan strategis sehingga aku bisa membaginya
kepada mereka yang sedang membutuhkan, mereka yang menghabiskan hari-harinya di
emperan toko, di kolom jembatan, dan ditempat yang tidak layak dihuni oleh
rakyat yang negaranya sudah merdeka.
Baiklah.
Keinginan itu terlalu utopis. Yang paling mungkin adalah menjadi usahawan.
Sehingga mampu berbagi kebahagiaan. Ini inspirasi yang ku dapatkan dari Bapak
mertua yang sering berpetuah tentang asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk
menjadi sukses berusaha. Semoga pada saatnya nanti aku bisa menjadi seperti
mimpiku, seperti harapan mertuaku, memenuhi cita-cita yang telah menjadi
ekspektasiku bersama permaisuriku. Semoga bisa “membeli surga”. Sukses amal,
sukses usaha, dan menggadaikannya untuk kepentingan perjuangan umat.Amin.
Langganan:
Postingan (Atom)
Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin