`

`

Senin, 11 Maret 2013

"HAWA PANAS" PASAR

 (Foto lain)

Kali ini aku ingin menulis tentang “Hawa Panas” Pasar. Sesuatu yang aku temukan dipasar. Berangkat dari efeknya terhadap kondisi fisik dan psikis-ku setelah pulang dari pasar. Sehingga aku merasa ada hal aneh yang mesti aku bicarakan di sini.

Pasar itu memang secara kasat mata terlihat tidak ada apa-apanya, karena diisi oleh ibu-ibu tua, bau ikan dan barang dagangan lain disana, sehingga kesan kumuh dan kotor itu menjadi sesuatu yang akrab sekali dengan pasar.

Lalu tentang Hawa Panas. Setelah beberapa hari ke pasar begitu kuat rasanya hawa panas disana. Hawa panas yang ku maksud adalah tentang persaingan dagang dan kesiapan diri melihat jajakan kita laku atau tidak laku.

Pertama, Tentang persaingan dagang. Sebelum kita masuk ke gerbang pasar saja, dari kejauhan kita sudah mendengar teriakan ibu-ibu memanggil para pembeli. “Ikan segar..ikan segar..masih baru..” atau “sayuran segar, baru di petik..harganya murah”. Pokoknya sedemikian rupa cara dan bahasa mereka memanggil para pembeli. Sampai kemudian tidak jarang pembeli yang awalnya tidak berencana membeli barang tersebut, jadi tergoda untuk membeli. Yang lebih ekstrim kadang-kadang menggunakan cara yang tidak etis.

Membicarakan kekuarangan barang dagangan orang lain. Ini parah padahal sadar atau tidak sadar mereka bersama-sama dari satu stok barang lalu ke pasar dalam niat mencari rizki yang sudah ditentukan untuk mereka masing-masing.

Kedua, adalah persiapan diri melihat jajakan kita laku atau tidak. Ini lebih pada soal psikologis. Atau kematangan diri berbisnis. Serta keyakinan akan sebuah rizki yang tidak akan tertukar dengan rizki orang lain.

Sebut saja aku dan mertua yang berbelanja setiap harinya. Berbelanja dalam jumlah yang tidak sedikit. Artinya bagi para pedagang, kami adalah salah satu list pembeli yang akan membuat barang dagangan mereka laku dalam jumlah yang banyak. Tetapi mungkin dilematisnya adalah tentang bangunan sikap mereka ketika dagangan mereka laku dan disampingnya tidak, atau sebaliknya ketika melihat dagangan disampingnya laku lalu dagangan dia tidak laku.

Melihat dua hal ini bagi orang yang memiliki kepekaan sosial tinggi pasti akan tertekan dan menimbulkan depresi tinggi, karena ketika dagangannya tidak laku sementara didepan matanya melihat penjual disampingnya begitu laris, dia akan iri, akan cemburu, bisa-bisa menimbulkan kebencian. Dan sebaliknya jika jualan dia laku banyak sementara penjual disampingnya tidak laku dari pagi sampai sore maka dia akan merasa kasian, empati berlebihan. Dan yang ada dia akan mundur teratur menjadi pedagang di pasar.

Memang betul bahwa berbicara bisnis itu yang pertama yang harus disiapkan adalah kesiapan mental. Atau kematangan berbisnis tadi. Karena berbisnis itu hanya memberikan dua opsi saja. Dia akan sukses atau dia akan gagal.

Ketika kesiapan ini sudah ada. Maka menghadapi hawa panas pasar akan disikapi dengan arif dan bijaksana. Semua akan dikembalikan kepada jatah rizki setiap orang. Ketika laris dia akan bersyukur dan ketika tidak diakan bersabar menunggu hingga rizki itu mendekat kepadanya. Karena rizki tidak mungkin tertukar.

1 komentar:

  1. hehe sederhana mas, tapi isi tulisannya bagus..
    semangat semangat!!

    BalasHapus

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin