`

`

Kamis, 07 Maret 2013

INSPIRASI DARI BAPAK MERTUA

Pak Imam Sadali dan Ibu Mujayanah

Lombok besar satu setengah kilo..
Lombok kecil satu kilo..
Minyak goreng dua kilo..
Kecap dua renteng..
Merica..
Terong dan ceruwuk..
Pala..
Daun pisang..
Tomat..
Bawang merah..
Anak cobek..
Kelapa..
Jahe..
Susu..
Kopi susu..
Ekstra Joss.
....
Jadi Semuanya Lima ratus ribu pak..


Begitu riuk-riuk pasar yang selalu ku datangi disetiap pagi. Berbelanja kebutuhan menu diwarung mertua. Iya aku sedang berbulan-bulan madu di Pondok Mertua Indah. Setelah menikah dan bersapa akrab dengan keluarga besar di Dompu. Aku kembali melewati masa indah bersama istri di rumah bapak-ibu mertua di montong are-Gerung-Lombok Barat.

Memang masa kontrak pekerjaanku di Dompu sudah selesai. Sekarang menunggu panggilan kerja, dan sembari melihat peluang-peluang kerja di tempat lain.

Sendiri di Dompu sebelum dan sesudah menikah rasanya beda. Serasa hilang separuh jiwa. Sementara obatnya ada diseberang pulau. Dari pada berjauhan dan meredam rindu dengan permaisuriku. Aku lebih baik menemaninya disini. Di desa Gerung. Desa yang menjadi saksi ijab qobulku. Menyaksikan berakhirnya batas lajang menuju status menjadi suami seorang gadis gerung asli Jawa Timur.

Disini, aku ternyata tidak hanya menjadi dosen pembimbing tiga bagi istriku yang tengah menyelesaikan tugas akhir-skripsi sebagai prasyarat menempuh sarjana di Universitas Mataram. Tetapi aku juga mengurusi semua hal yang menjadi urusan keluarga baru ku ini. Dari urusan menjadi kasir, buatkan pesanan minuman, memotong es batu, mengupas bawang, hingga berdesak-desakan dipasar.

Niatku juga mengabdi. Membantu mertua yang sedang merintis karir usaha. Belajar pada perjuangan mereka mengarungi hidup dengan segala tanggungannya. Komitmenku menjadi menantu yang berbakti. Mencintai anaknya dan mencintai kebaikan yang mereka cintai pula membuatku menikmati segala pekerjaan yang menjadi kebutuhan usahanya.

Hampir tiap hari aku ke pasar. Berbelanja kebutuhan menu di tempatnya berjualan. Aktivitas ini sebenarnya asing bagiku karena keseharianku sebelumnya bertemu masyarakat adalah dalam kepentingan pemberdayaan dan pencerdasan masyarakat. Tetapi aku suka sensasi aktivitas ini. Menyaksikan suara ibu-ibu pasar menjajakan barang jualannya. 

Aku belajar. Aku mencermati. Aku terinspirasi menjadi usahawan. Bekerja di usaha sendiri, tanpa ribet dengan segala keruwetan birokrasi pemerintah. Tanpa harus tersesak dengan hiruk pikuk kebisingan politik.

Bahkan dengan usaha sendiri mungkin aku bisa memberi banyak hal pada orang yang sedang membutuhkan. Menyediakan fasilitas lebih disekitar rumah untuk bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang berteduh usai mencari sesuap nasi.

Aku memang sepakat dengan politik. Tetapi aku tidak sepakat dengan para politisi yang sibuk di ruangan sidang dan hanya bicara regulasi tanpa berada langsung disudut-sudut desa. Tempat dimana bagian dari aspirasi pembangunan itu ada. Tempat dimana suara nurani masyarakat itu selalu mengeluh.

Sudah cukup. Tidak ingin lagi menyorot para birokrasi dan pengambil kebijakan yang tanpa mendengar keluhan rakyat. Andai saja aku sudah menjadi usahawan lalu menjadi milioner ingin ku beli saja jabatan presiden, Kursi-kursi DPR, dan Tempat-tempat diambilnya kebijakan strategis sehingga aku bisa membaginya kepada mereka yang sedang membutuhkan, mereka yang menghabiskan hari-harinya di emperan toko, di kolom jembatan, dan ditempat yang tidak layak dihuni oleh rakyat yang negaranya sudah merdeka.

Baiklah. Keinginan itu terlalu utopis. Yang paling mungkin adalah menjadi usahawan. Sehingga mampu berbagi kebahagiaan. Ini inspirasi yang ku dapatkan dari Bapak mertua yang sering berpetuah tentang asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk menjadi sukses berusaha. Semoga pada saatnya nanti aku bisa menjadi seperti mimpiku, seperti harapan mertuaku, memenuhi cita-cita yang telah menjadi ekspektasiku bersama permaisuriku. Semoga bisa “membeli surga”. Sukses amal, sukses usaha, dan menggadaikannya untuk kepentingan perjuangan umat.Amin.
                                                                                                                                 

2 komentar:

  1. bapak mertuanya keren.. istrinya juga pasti keren..bisa dampingi beliau..:)

    BalasHapus
  2. Iya dunk bapak mertua saya tidak hanya keren, dia unik. Kata ibu mertua saya seh, dia satu-satunya yang paling unik di dunia. makanya mahal..
    :D

    BalasHapus

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin