Jumat, 16 November 2012
POTRET PERJALANAN DAN MIMPI MENUJU ANGKA 28.
Jumat, November 16, 2012
Curhat, Curhat Perjuangan, Curhatku tentang Obsesi, TulisanQ, Wacana
2 comments
Ternyata hari ini tanggal 16 November 2012,
bertepatan dengan tanggal kelahiranku. Setelah 28 tahun yang lalu dilahirkan
oleh seorang ibu tersayang yang sekarang sedang melanjutkan perjalanan menuju
surga-Nya (Amin). Diusia yang sudah sangat muda ini tentu banyak perhelatan
kehidupan yang telah ku lalui, kalau diingat-ingat tidak cukup kapasitas
memoriku untuk memutar kembali segala perhelatan itu. Sebagai sebuah estafeta
perjalanan aku hanya mampu mereview
beberapa waktu terakhir. Ingin mencoba memutar kembali potret
perjalanan setahun sebelum menuju 28 tahun hingga hari ini.
Banyak inseden luar biasa, peristiwa berharga, serta kejadian-kejadian yang
membuatku harus berkesimpulan bahwa tahun ini-aku melewati
tanjakan kehidupan yang sangat berat. Melaluinya
dengan tertatih-tatih, tetapi bersama semua ini pula
membuatku belajar untuk bijaksana, dewasa menempatkan diri bahwa sedih itu tak
harus melepasnya dengan air mata, dan bahagia itu tidak harus membuatku harus
tertawa bahagia dengan hidup ini. Tetapi pergantian cerita senang hingga perih dihati
membelajarkanku untuk membaca hikmah dibalik semua cerita itu. Dan aku ingin memotret semua perjalanan ku setahun ini serta mimpi menuju
dan melewati angka 28 tahun.
Bertahan ditengah Perbedaan
Pada saat mengawali usia ke-27 lalu aku genap setahun
di LSM. Ruang proses sekaligus tempatku menggantung sisi materi dalam menopang
ekonomi di keluarga. Hal-hal yang terlewatkan sangat berarti dalam peningkatan
kapasitas dan kepemimpinan diri yang terus ditempa. Saat itu merupakan tahun
pertama aku bekerja sebagai petugas lapangan di sebuah LSM yang sedang
konsentrasi dibidang pelayanan publik terutama di ranah pelayanan kesehatan.
Mendampingi 5 desa tentu bagi aktivis pemula LSM merupakan hal yang tidak
sederhana juga, karena indikator keberhasilan program yang sedang diseriusi
oleh Lembaga bergantung pada sejauh mana capaian-capain serta keberhasilan-keberhasilan
yang ada di desa. Kita mendampingi warga untuk peningkatan kapasitas warga
dalam mendorong Pelayanan publik terutama kesehatan yang pro masyarakat miskin,
perempuan, dan masyarakat marginal. Kemudian selama setahun capaian berkaitan
dengan perubahan perilaku ditingkat kader dampingan dan pelayan kesehatan yang
diintervensi oleh teman-teman aktor di desa semakin bagus.
Modalku sebenarnya adalah keyakinan akan pengalaman
proses yang dulu pernah ku geluti ketika masih bersematkan aktivis PII.
Aktivitas mengelola training yang berorientasi proses pada paradigma orang
dewasa membuatku bekerja serasa memainkan peran ketika dahulu sering terlibat
menjadi instruktur di training-training PII.
Aku merasa nyaman. Itu yang bisa ku sampaikan setelah
merasa idealisme kampus dan suasana setelah bermasyarakat mengalami kesenjangan
yang sangat jauh. Tetapi “ber-LSM” membuatku menemukan kembali duniaku dahulu
meski tidak persis sama, tetapi kultur diskusi, apresiasi terhadap sebuah
kapasitas, menghargai perbedaan, egalitas, membuatku nyaman. Aku merasa sangat
nyaman karena dunia birokrasi yang begitu otoriter dengan logika raja dan pelayan
menjadi pembanding bagiku disaat semua orang mengejar dunia birokrasi sebagai
satu-satunya ruang memperoleh rejeki.
Bijaksana. Kata ini juga yang bisa aku rasakan
mengalir bersama aliran darah prosesku menempa diri menjadi orang sedang
belajar menjadi pemimpin. Tentu ini kata yang meski menyatu dalam diri ketika
dahulu menjadi aktivis LDK dengan nilai normatif memandang interaksi sebagai
sebuah hal yang sangat kaku. Aku ingin katakan bahwa disini aku belajar
mempertahankan nilai normatif yang ku fahami ditengah kebebasan berekspresi
dengan gaya yang begitu halus. Disini juga aku semakin kuat karena kebebasan berekspresi
salah satu terjemahannya adalah kita bebas memilih nilai mana yang kita jadikan
pijakan dalam memilih spektrum berfikir kita. Aku tentu merasa bahwa kader umat
itu justru semakin kuat ketika berada diantara kemajemukan berfikir manusia
karena kita tahu tantangan apa yang sedang kita hadapi.
Hingga kini aku ingin tetap menjadi agen perubahan
lewat model perjuangan dengan kawan-kawan di LSM, memulai dan mengawal
perubahan berbasis masyarakat lalu pada saatnya mampu mengintervensi kebijakan
yang pro terhadap kepentingan rakyat.
Srikandi, Inspirasi Kehidupanku
Momentum sekaligus insiden luar biasa juga yang ku
hadapi di usia menuju 28 tahun adalah saat-saat dimana aku melewati pembekalan
untuk sebuah masa transisi yang sangat luar biasa beratnya. Bermula dari aku
harus menunda kesempatan menaklukan ketinggian gunung rinjani karena menuruti
permintaan seorang ibu tercinta yang minta ditemani sakitnya. Ternyata beberapa
waktu kemudian beliau kembali untuk menuju kehidupan yang abadi. Beliau
meninggal dunia. Pasca itu setelah beliau meninggal pada tanggal 2 Desember 2011
aku baru merasa bahwa selama 6 bulan lamanya beliau membekali aku dengan segala
peran untuk menggantikan beliau. Tiba-tiba hati ini merasakan perhatian yang
sangat luar biasa bedanya, seolah menumpahkan air dari bak air hingga tak
tersisa. Tiba-tiba sering berbicara tentang harapannya untuk menikahkan aku sebagai
anak sulung. Lalu ditengah peliknya persoalan yang tengah ia hadapi seolah
mengalirkan doktrin ketegaran dan optimisme ke dalam setiap aliran darahku.
Kemudian hati ku begitu merasa beliau sangat memberi inspirasi tentang
kehidupan, ide-ide yang sederhana tetapi logis dan rasional. Serta banyak peran
dirumah tangga yang secara langsung beliau ajarkan dengan prakteknya dalam
kehidupan sehari-hari. Hingga setelah ia kita antarkan ke tempat peristirahatan
terakhir namanya tetap harum hingga air mata perpisahan tertahan oleh senyum
kebanggaan karena terlahir dari lahir seorang Srikandi yang tetap menjadi
inspirasi kehidupanku hingga bersamanya nanti di alam baka.
Peran ini Berat
Ibu memang hanya melahirkan kami berdua-yaitu kedua
anak laki-lakinya yang sangat dia sayangi. Ekspresi sayang yang tidak bisa
diapresiasi dengan sekedar kata pujian. Hanya do’a yang bisa kami berikan untuk
keselamatan dan kebahagiaan hidupnya di alam sana. Semoga Allah memberikan
rahmat-Nya, dijauhkan dari siksa kubur, diberikan kenikmatan kubur, hingga
saatnya beliau menikmati syurga Allah SWT.
Rumah sepeninggal ibu diisi oleh kami berdua dan
seorang Bapak yang sudah menyembunyikan rasa lelahnya menemani ibu yang berobat
di Bali, belum selesai merasakan kesedihan beliau juga harus memainkan peran
yang pincang tanpa pasangan peran untuk menyempurnakan pilihan dan hadapan
kehidupannya sehari-hari. Dan aku pribadi merasa segala beban itu bertumpuk
pada bahu mungilku yang masih terlalu dini untuk menanggung beban yang seberat
ini. Tetapi aku tetaplah sebagai Noval yang sangat pintar menyembunyikan keluh
dan kesedihan didepan orang lain, hanya sajadah dan sujudku yang mendengarkan
isak tangis perpisahan serta adaptasiku akan kehidupan baru saat itu. Pada saat
itu pula sangat terasa aliran peralihan beban yang sangat mengundang tangis
dalam mata hati.
“Semua sudah jadi Takdir-Nya. Allah yang mensutradarai
semua cerita ini tentu Dia yang paling tau hikmah terbaik apa yang hendak
dititipkan dalam fase ini. Dia pula Pemilik segala yang ada dan dititipkan
kepada manusia, sehingga meratapi segala hal yang telah berlalu hanya
mengurangi waktu berharga untuk merencakan kehidupan terbaik esok hari. Ibu
boleh hilang dari kehidupanku tetapi semangat dan motivasinya selalu hidup dan
menjadi inpirasi bagi kehidupanku sehari-hari. Semoga engkau diberikan tempat
yang tebaik disana.”
Kalimat ini membuatku kembali belajar tentang hidup.
Bagiku ini adalah fase yang pasti menjadi siklus. Setiap orang pasti
melewatinya, dan aku hanya satu diantara semua manusia yang hidup dimuka bumi
ini yang juga melewati fase yang sama. Aku tegar dan aku yakin ketegaranku akan
mengembalikan kondisi dikeluargaku.
Hari-hari tentu aku lewati dan perankan dengan berat.
Lalu rasa yang sering melankolik entah kemana perginya, mungkin sudah hilang
bersama hembusan angin yang tak tau ujung kembali. Yang ada tinggal bertahan
dengan segala rasa yang mungkin tak berasa lagi. Tetapi aku merasa justru semakin
tegar dan bijak menghadapi aliran kehidupan yang tidak searus dengan fikiran
manusiaku. Aku justru belajar untuk selalu melihat kehidupan dengan sisi yang
lain yang beda dengan keumuman orang banyak.
Aku sudah terbiasa dengan soal-soal yang berbeda meski
belum pernahku temukan jawaban sebelumnya. Hingga saatnya aku meminta dan
mensukseskan bapak untuk menikah kedua kalinya. Aku hanya sebagai seorang anak
yang tidak mungkin mewakilkan diriku untuk memerankan segala peran yang akan
dimainkan oleh seorang ibu bagi kami sekaligus sebagai istri bagi bapak. Dan
kebutuhan dan fase kehidupan yang dihadapi oleh bapak jelas berbeda dengan aku
yang masih melajang. Aku mencoba memahami dan membijaksanai itu. Aku tetap
meyakini bahwa menikah sebagai sebuah sunnatullah tidak mungkin menjadi sumber
keterpurukan bagi siapapun yang memilihnya. Menikah bahkan menjadi solusi. Pada
akhirnya bapak menikah kedua kalinya dengan seorang wanita yang terbaik kedua
setelah ibuku. Dan alhamdulillah juga menjadi sumber pahala bagi kami sebagai
anaknya untuk selalu mendapatkan pahala berbakti kepada mereka.
Saatnya Untuk Menikah
Saatnya untuk menikah mungkin mengingatkan kita semua
dengan bukunya Muhammad Fauzil Adhim. Tetapi aku tidak sedang bicara tentang
buku itu aku ingin katakan momentum menikah saat ini membuka ruangnya untuk aku
pilih. Jika dahulu ada beberapa alasan yang membuatku begitu berat menjatuhkan
pilihan pada pilihan menggenapkan separuh Dien ini karena pilihan “berbakti
kepada orang tua” serta ibu masih belum bisa diduakan karena menderita sakit
tumor payudara dan harus dirawat intensif.
Momentum menikah ini terasa sudah sangat dekat. Aku
mencoba menghadirkan alasan-alasan yang membuatku menunda justru alasan-alasan
itu menjawab dirinya sendiri. Dan aku yakin saatnya untuk menikah. 10 hari
terakhir bulan Ramadhan 1433 H kemarin aku menengadahkan tangan dan menundukkan
kepala kepada Rabbi sekalian alam, menabur mimpi dan meminta untuk dijaga
diistiqomahkan oleh Allah SWT sehingga niat menyempurnakan agama ini mampu
kutunaikan tahun ini.
Aku menanam komitmen untuk menikah tahun ini, tahun
2012 yang tersisa tidak sampai dua bulan. Takdir harus diikhtiari. Takdir tidak
mungkin hanya ditunggu didalam rumah, tetapi harus dijemput. Dikejar waktu
tentu lebih menakutkan dari pada dikejar hewan buas karena waktu tidak mungkin
bisa diputar kembali, tetapi jika melawan hewan buas masih ada pilihan untuk
mati dan hidup. Karena waktu sangat berharga!
Diwaktu yang tinggal beberapa saat ini, semoga tulisan
ini menjadi bagian dari do’a untuk didekatkan dengan jodoh terbaik yang Allah
berikan. Karena kita semua sudah terlahir dengan takdir jodoh masing-masing dan
selanjutnya adalah meyakini bahwa jodoh itu tidak mungkin tertukar.
Bertambahnya Usia menjadi Momentum untuk Berdo’a
Pada pertambahan usia yang ke-28 ini, pertama kali yang
bisa ku katakan adalah menyadari bahwa sesungguhnya jatah umur ini semakin
berkurang. Kemudian mencoba introspeksi, sampai dititik ini sudah sebaik apa
kualitas diri, kapasitas semakin bertambah atau malah terdegradasi oleh
keadaan, untuk kesuksesan sudah sampai pada tahan mana?hal-hal yang perlu
direnungkan untuk lembaran baru mulai esok hari.
Milad yang bertepatan dengan momentum tahun baru
hijriah ini memebuatku merenung sejenak, menggali kedalaman obsesi dan mimpi
tentang hari esok. Atau menambal sulam mimpi yang telah ditanam dahulu dengan
strategi pencapaian yang lebih efektif.
Aku ingin mengawalinya dengan memupuk benih kedewasaan
yang masih terlalu kerdil, sehingga kedepan dia bisa tumbuh, tinggi, berbuah
besar, dan tidak mudah dimakan oleh ulat yang membuatnya tak bermakna.
Sekaligus adalah proyek penaklukan ego diri yang masih tersisa hingga saat ini.
Implikasi dari kedua hal di atas adalah kerja
profesional. Sampai hari ini aku belum terlalu bijak untuk menatap
kelemahan-kelemahan proses dikantor sebagai sesuatu peluang untuk berbuat baik.
Aku perlu belajar banyak untuk meraih salah satu tahapan ini. Dan komitmen
untuk menuju kesana selalu terjaga dalam prosesnya.
Istiqomah, ini doa yang selalu ku panjatkan, karena
sampai detik ini aku masih merasa menjadi orang yang belum terlalu istiqomah
dengan amal yaumiah padahal penopang istiqomah sebagiannya ada disana.
Menikah, aku merasa tahun ini adalah kesempatanku
untuk menciptakan momentum terbaik ini. Semoga diberikan kemudahan dan
kelancaran dalam proses menuju pernikahan. Insya Allah.
Aku ingin menjadi penulis. Mimpi yang sudah hampir 5
(lima) tahun terlewatkan tanpa bekas, ada bekas tetapi tersendat kualitas, ada
harapan terhadap kualitas tetapi lusuh oleh kepercayaan diri. Semoga menulis
ini mampu ku raih di usia 28 tahun ini.
Dan semoga beberapa impian ini disaat mengurutkan
huruf-huruf ini sekaligus menjadi do’a di usia yang makin bertambah dan lembaran
baru di tahun hijriah ini, dan semoga Allah membimbing langkah ku mencapainya. Amien
*Usia ini sudah tidak muda tapi tidak mau terlalu renta untuk
menjemput mimpi
*Milad ke 28 tahun
Langganan:
Postingan (Atom)
Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin