`

`

Senin, 06 Mei 2013

PEMBAHARUAN SEMANGAT KADER PII DALAM MEMBINA NEGARA JAYA INDONESIA

Foto : Randy Muchariman (Aksi Bintang Pelajar di Jawa Tengah)

PIDATO HARI BANGKIT NASIONAL (HARBANAS)
PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) KE-66 TAHUN.
Aula DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, 24 Jumadil Akhir 1434 H/ 5 Mei 2013 M

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah subhana wa ta’ala yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam. Kita juga bersyukur kepada Allah subhana wa ta’ala yang telah memberikan kepada kita negeri yang subur dengan bentangan sumber daya alam yang melimpah. Sebuah negeri dengan jumlah penduduk yang besar.

Shalawat dan salam semoga terlimpah curah kepada Rasulullah Salallahu alaihi wa salam. Yang telah memberikan pengajaran kepada kita, suatu risalah yang membebaskan kita dari penindasan manusia atas manusia, yang mengeluarkan penghambaan manusia atas manusia hanya kepada penghambaan kepada Allah semata. Suatu risalah, yang dengannya manusia mampu membangun peradaban yang sebenarnya untuk memakmurkan bumi ini.

Begitu pula kepada para sahabat, radiyallahu anhu. Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali dan seluruh sahabatnya. Juga untuk keluarganya, dan semoga kita termasuk dalam bagian dari ummatnya yang kelak akan mendapatkan syafaatnya di hari akhirat nanti. Aamiin.

Hadirin yang berbahagia,
Allah subhana wa ta’la telah berfirman di dalam surat An Nisa ayat 9 :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (TQS An Nisa ayat 9).

Ayat ini, telah menjadi suatu petunjuk kepada kita agar kita benar-benar memperhatikan generasi muda dan memastikan kualitasnya. Jangan sampai generasi muda, pelajar hari ini, menjadi satu generasi yang lemah. Bukan saja dari sisi ekonomi (kesejahteraan), tapi juga dari segi intelektual, akhlak dan raganya. Oleh karena itu, sudah semestinya bagi kita semua untuk senantiasa memberikan perhatian yang begitu besar terhadap proses pendidikan di Indonesia. Karena hanya dengan pendidikan, generasi yang kuat itu akan terlahir.

Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera ditempatkan kepada tempatnya semula yang terhormat dan mulia. Pendidikan bukanlah permainan. Yang kalau sudah bosan ditinggalkan dan kalau dibutuhkan akan diperhatikan kembali. Pendidikan bukan pula barang dagangan di pasar. Yang dijajakan kepada pembeli melalui proses tawar menawar lalu transaksi.

Pendidikan juga bukan semata sekolah. Sekolah hanyalah satu dari sekian pendidikan yang dialami oleh manusia selama ia hidup di dunia. Pendidikan bukan untuk melahirkan pekerja yang baik. Pendidikan bukan pula untuk melahirkan warga Negara yang baik. Lebih daripada itu, pendidikan adalah upaya untuk melahirkan manusia yang baik.

Teman – teman pelajar yang saya banggakan,
Kalau indikator pendidikan itu adalah hasil Ujian Nasional, maka betapa sempitnya cara pandang kita terhadap pendidikan itu. Ujian Nasional itu adalah indikator penyelenggaraan sekolah, yang pada tahun 2013 ini pelaksanaannya berantakan. Ujian Nasional pada tahun ini, dicurigai terdapat tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraannya. Ujian Nasional tahun ini, merupakan suatu cobaan besar bagi bapak Mentri Pendidikan dan Kebudayaan.

Terkait dengan carut marut pelaksanaan Ujian Nasional tersebut dan terkait Ujian Nasional itu sendiri, Pelajar Islam Indonesia bersama Ikatan Pelajar Muhammadiyyah, yang tergabung dalam poros pelajar telah bersama-sama membahas, mencermati dan menelitinya. Dan menuntut agar :
1. Dihapuskannya Ujian Nasional.
2. Muhammad Nuh, harus mundur dari Mentri Pendidikan dan Kebudayaan.
3. Transparansi anggaran UN.

Tiga tuntutan pelajar ini bukannya tanpa alasan. Pasal 58 dalam UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.” Kami berkeyakinan, bahwa UN telah melanggar amanat pasal 58 UU Sisdiknas ini. Karena pendidikan seolah hanya dilihat sebatas penyampaian informasi, sebatas aspek kognitif saja. Dan mengesampingkan aspek psikomotor dan afektif, aspek ruhiyah dan akhlak.

Yang kedua, pelaksanaan UN ini telah mengambil hak atau otoritas pendidik, otoritas guru untuk mengevaluasi hasil belajar. Berdasarkan falsafah pendidikan Islam yang kami pegang, otoritas keilmuan itu memang berada di tangan individu yang memiliki ilmu itu sendiri. Sehingga sesungguhnya seorang murid itu berguru kepada gurunya. Murid itu belajar kepada gurunya. Bukan kepada sekolahnya, bahkan bukan kepada Negara. Oleh karena itu, sudah semestinya kelulusan itu ditentukan oleh guru dan bukan oleh UN.

Dengan landasan cara berpikir ini, kami merasa bahwa pelaksanaan UN itu adalah sebuah bentuk ketidakpercayaan pemerintah, ketidakpercayaan penguasa negeri ini kepada guru. Andaikata saya menjadi guru, saya akan merasa dizalimi oleh pemerintah dan melakukan gugatan atas ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah. Ini adalah sebuah penindasan intelektual. Ini telah mencoreng integritas guru sebagai seorang pendidik. Dan andaikata saya menjadi orang tua, saya akan merasa sangat kecewa karena pendidikan anak saya terganggu dan rusak karena guru dan seluruh elemen sekolah dituntut oleh sistem yang terdapat UN di dalamnya, sehingga membuat potensi, minat dan bakat anak saya tidak bisa berkembang dengan optimal. Dan andaikan saya jadi murid yang akan mengikuti UN, saya akan merasa sangat malu dan sekaligus marah, karena mempunyai pemerintah yang tidak mempercayai guru dan seluruh proses belajar mengajar yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Jika guru boleh menaikan atau tidak menaik kelas kan murid, mengapa guru dilarang memutuskan seorang murid lulus atau tidak. Ini suatu kebingungan, ini suatu confusion, kekacauan.

Hadirin yang berbahagia,
Tentu kita tidak bisa sekedar menghentikan penyelenggaraan Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan sekolah dan berhenti disana. Tentu kita bertanya, jika UN ditiadakan, apa penggantinya? Tentu, kita tidak bisa keluar dari kandang harimau lalu masuk ke mulut buaya. Kami menolak UN karena kami menghendaki keseriusan bangsa ini untuk membangun pendidikan. Oleh karena itu, harus ada perubahan besar dalam pendidikan kita. Pendidikan jangan menjadi komoditas politik. Pendidikan jangan menjadi sekedar pabrik tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional.

Oleh karena itu, kami senantiasa berusaha untuk membangun kemitraan dan sinergisitas dengan segenap bangsa Indonesia untuk membuat pendidikan kita menjadi baik. Pelajar Islam Indonesia, berkomitmen untuk bersama-sama dengan Ulama, guru dan orang tua, untuk bersama-sama membuat pendidikan yang dengannya akan lahir manusia-manusia yang baik, insan kamil. Tentu, hal yang sama kami lakukan juga dengan pemerintah. Dan dengan semua usaha itu, kami berharap akan lahir suatu masyarakat madani sebagai akibat dari lahirnya individu-individu yang baik, yang beradab, yang berilmu. Dan bukan sebatas sebagai sesosok tenaga kerja yang akan menjadi pemenuh faktor produksi dalam sistem pasar kapitalisme global.

Kami merasa kita tidak bisa lagi menunda keseriusan kita untuk sungguh-sungguh memperhatikan kondisi pendidikan di negeri yang kita cintai ini. Kita tidak bisa, menyimpan PR pendidikan sebagai prioritas terakhir yang baru kita perhatikan dengan tenaga sisa kita yang sudah habis untuk bertarung memperebutkan kekuasaan dalam sistem politik kita yang semakin liberal dan tidak lagi berdasar Hikmah Kebijaksanaan. Memperebutkan harta dalam sistem ekonomi kita yang sudah tidak lagi berkeadilan sosial. Memperebutkan proyek-proyek kemanusian dalam cara pandang kemanusiaan yang semakin sekular dan sudah tidak lagi berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kami, Melalui pidato Hari Bangkit Nasional Pelajar Islam Indonesia yang ke 66 di Yogyakarta ini, mengajak kepada seluruh bangsa Indonesia untuk mau mengakui bahwa keadaan pendidikan Indonesia saat ini begitu memprihatinkan. Bukti empris keadaan itu bisa kita saksikan di berbagai kota besar ataupun kota kecil. Masyarakat masih membuang sampah di sembarang tempat. Jika pendidikan kita berhasil, seharusnya sekedar untuk menahan dari buang sampah di sembarang tempat sudah bukan lagi persoalan.

Bukti dari kegentingan keadaan pendidikan dan pelajar di negeri ini bisa kita cermati dari hasil penelitian Badan Kependudukan dan Keluarga Berencanan Nasional (BKKBN) yang dilakukan sejak tahun 2010 sampai 2013 yang menunjukan bahwa prilaku seks bebas di kalangan remaja terus mengalami peningkatan. Data terakhir pada tahun 2013 menyebutkan bahwa usia 10- 14 sebanyak 43,8 persen melakukan seks bebas atau seks di luar nikah. Sedangkan untuk usia 14 – 19 tahun sebanyak 41, 8 persen.

Para ahli memperkirakan bahwa kasus aborsi di Indonesia berjumlah sekitar 2,4 juta jiwa pertahun. Dan 700 ribu diantaranya dilakukan oleh para remaja.

Bulan Mei ini, kita bersedih atas kejadian yang menimpa saudari kita, RN (16 tahun), di Sumatera Barat. Ia adalah seorang santriwati di sebuah pondok pesantren yang diculik, diperkosa lalu dibunuh oleh supir angkot ketika dia hendak menjenguk temannya yang sakit. Kami menuntut pelaku kejahatan itu dihukum mati. Dan kami menuntut, pemerintah bisa memahami keadaan kehidupan sosial kita yang sudah semakin rusak seperti ini. Pemerintah yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini. Hukum harus ditegakan terhadap yang lemah dan yang kuat.

Badan Narkotika Nasional menyebutkan bahwa setengah dari jumlah keseluruhan pecandu narkoba adalah pelajar/mahasiswa.

Bappenas menyebutkan, bahwa pada tahun 2008 dari jumlah penduduk Indonesia yang 228 juta jiwa, hanya 4, 42 juta orang yang mengunjungi perpustakaan. Artinya, hanya 1 dari 50 orang Indonesia yang berkunjung ke perpustakaan dari setiap tahunnya.

Informasi ini sudah cukup untuk membuka mata kita tentang keadaan pendidikan di negeri ini. Jika hal ini tetap, suatu hari, kami merasa Indonesia akan menjadi masa lalu. Akan ada satu generasi yang hilang yang akan mengancam keberlangsungan bangsa Indonesia. Tentu, kita harus mencari solusi atas kegentingan keadaan ini.

Hadirin yang kami hormati dan seluruh kader PII yang saya banggakan,
Tanggal 4 Mei, Pelajar Islam Indonesia mendeklarasikan tanggal itu sebagai Hari Pelajar Nasional. Kami berpendapat, 4 Mei adalah peristiwa penting yang menandai persatuan antara pelajar dari sekolah agama dengan pelajar dari sekolah umum. Mereka terpecah belah sebagai akibat dari dampak penjajahan Belanda. Pada tanggal 4 Mei itu juga, menandai bangkitnya pelajar untuk bergerak dan menjadi subjek perubahan bagi bangsanya.

Dengan menetapkan 4 Mei sebagai Hari Pelajar Nasional, kami mengajak segenap bangsa Indonesia untuk tetap bersatu dan tidak berpecah belah. Khususnya untuk ummat Islam di Indonesia, kita harus bersatu. Karena kerugian ketika kita berpecah akan dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia ini. Karena keterpecahan kita membuat para aggressor, sedikit demi sedikit menguasai negeri yang kita cintai ini. Oleh karena itu, sesungguhnya kami sangat berharap, Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia, di bawah kepemimpinan kanda Soetrisno Bachir dapat menjadi satu elemen terpenting dalam membangun persatuan ummat Islam di Indonesia.

Kami juga mengajak, dengan menetapkan 4 Mei sebagai Hari Pelajar Nasional tersebut, khususnya kepada seluruh pelajar, untuk tetap mengingat, melawan lupa kita, bahwa pada tanggal itu, 66 tahun yang lalu, takbir dikumandangkan, dan pelajar berkomitmen dan bersatu padu untuk Membina Negara Jaya Indonesia.
Kami berharap, upaya kami ini mendapatkan dukungan dari segenap bangsa Indonesia. Mendapat dukungan dari Ulama, guru dan orang tua. Dari seluruh tokoh bangsa dan dari pemerintah. Kami berharap, semoga ini menjadi salah satu upaya kita untuk memperbaiki pendidikan di negeri yang dimulai dengan benar-benar menyadari keadaan genting pendidikan kita sekarang ini.
Hadiri yang berbahagia

Pada tahun 2013 ini, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mengeluarkan kurikulum 2013. Kami, Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) merasa senang dengan adanya suatu pemikiran dari kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk berusaha meningkatkan keadaan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia melalui rumusan kurikulum 2013. Kami tetap berharap semoga rumusan pemikiran tersebut benar-benar mampu memberikan jalan keluar bagi bangsa Indonesia sehingga akan memberikan derajat dan martabat kepada bangsa Indonesia di hadapan Allah subhana wa ta’ala dan bangsa-bangsa lainnya di dunia.

Akan tetapi, kami merasa bahwa kurikulum 2013 tersebut tidak menjawab persoalan mendasar pendidikan dan kebudayaan bangsa Indonesia yang telah diwariskan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sejak lebih dari 60 tahun yang lalu. Yakni “Kepincangan di dalam lapangan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang berdasar kebendaan dan menghilangkan agama”.

Kesimpulan kami ini bukan tanpa alasan dan pemikiran. Akan tetapi berdasarkan suatu pemikiran atau idiologi pendidikan dan kebudayaan yang kami yakini kebenarannya, yakni Islam. Bahwa, hanya dengan menyesuaikan diri dengan kesempurnaan Islam sajalah lapangan pendidikan dan kebudayaan Indonesia akan mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa di hadapan Allah SWT dan bangsa yang lainnya.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) bermaksud memberikan masukan kepada kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Negara Republik Indonesia yang memiliki otoritas kekuasaan dalam lapangan pendidikan dan kebudayan di Indonesia. Kami berharap, dengan masukan ini akan membuat kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai Islam di Indonesia semakin terwujud. Berikut beberapa masukan yang kami berikan :

1. Peningkatan kualitas guru dan tenaga pendukung pendidikan seharusnya menjadi suatu program pertama dan utama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan kebudayaan di Indonesia. Program ini harus dilaksanakan dengan benar-benar serius sehingga akan berdampak besar terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

2. Otoritas untuk meluluskan diserahkan kepada guru. Itu adalah bentuk pengakuan dan penghormatan kepada guru yang memiliki otoritas keilmuan. Ujian Nasional, atau apapun nama-nama lainnya yang maksudnya sama dengan itu tidak menunjukan suatu itikad baik untuk menghormati guru sebagai penopang pendidikan. Ujian Nasional tidak berdampak secara sistematis untuk mewujudkan tradisi keilmuan yang berakar kuat dalam interaksi kehidupan yang meluas di masyarakat. Oleh karena itu, mulai dari semenjak dini murid harus disadarkan akan kedudukan guru yang mulia. Dan calon-calon guru harus disiapkan dari murid-murid yang terbaik pula.

3. Pendidikan dan kebudayaan harus menjadi hal yang utama dalam kehidupan bangsa. Pendidikan utamanya bukan untuk memenuhi kebutuhan industri, tapi pendidikan untuk melahirkan manusia yang baik. Oleh karena itu, kebutuhan industri dan ekonomi seharusnya mengalah kepada kebutuhan untuk melahirkan manusia yang baik. Dan justru bukan sebaliknya, bahwa kebutuhan akan industri dan ekonomi mengalahkan kebutuhan bangsa ini akan kelahiran manusia yang baik.

4. Pendidikan harus berdimensi transenden. Nilai transenden harus menjadi acuan utama dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, nilai transenden harus ada di dalam seluruh muatan kurikulum. Dan inilah yang menjadi titik pengikat medan makna bagi seluruh kompetensi yang akan diwujudkan dalam proses pendidikan. Oleh sebab itu, maka pendidikan harus melibatkan ulama sehingga nilai-nilai transenden ini dapat ditempatkan pada tempatnya yang sesuai dan pantas.

5. Mengganti penggunaan kata “siswa” dengan kata “murid”. Karena arti murid lebih cocok untuk menunjukan peran murid yang aktif, berkehendak, dan mempunyai tujuan serta semangat dalam mencari ilmu. Oleh karena itu, sejak dari awal murid telah dikondisikan dalam keadaan yang aktif dan tidak pasif.

6. Memberikan ruang aktifitas mandiri bagi murid dari mulai jenjang pendidikan menengah. Ruang aktifitas mandiri ini sangat diperlukan dalam rangka membentuk jiwa mandiri, keberanian, serta kepemimpinan seorang murid. Oleh karena itu, keberadaan OSIS dan organisasi intra sejenis lainnya sebagai ruang aktifitas mandiri bagi murid sesungguhnya tidak mencukupi kebutuhan ini. Karena yang dibutuhkan oleh murid adalah sebuah ruang dan waktu dimana mereka diberikan kesempatan untuk mengambil resiko, memutuskan dan pengalaman mengorganisasi kelompok sebaya, berinteraksi dengan masyarakat dan tokoh-tokohnya, bertemu dengan ulama, dan keluar dari sekat-sekat pagar sekolah yang mengkerdilkan jiwa dan semangat kepemudaan mereka. Karena kepemimpinan akan tumbuh dalam suasana seperti itu, maka organisasi Pelajar Islam Indonesia selayaknya didukung untuk berperan sebagai ruang dan waktu, suasana dan tempat bagi murid untuk mendapatkan latihan kepemimpinan tersebut.

7. Kami kembali menegaskan bahwa konsep ilmu fardu ‘ain dan ilmu fardu kifayah sebagai basis bagi pengembangan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia. Ini penting karena pengembangan pengetahuan sebagai kandungan pendidikan harus mengikuti tradisi keilmuan sebuah peradaban yang sesungguhnya. Dan dengan konsep ini pula, rancangan kurikulum itu seharusnya disusun.

Kita mengetahui dari sejarah bahwa pendidikan yang telah diberikan oleh Rasulullah shalalahu alaihi wasalam kepada para sahabatnya telah mampu membawa bangsa Arab keluar dari jahiliah kepada peradaban. Hanya dalam waktu sekitar 30 tahun saja setelah pendidikan oleh Rasulullah shalalahu alaihi wasalam diberikan, Islam telah menempatkan Arab sebagai pembebas dunia dari keserakahan dan kesombongan Romawi dan Persia. Jika kita bandingkan dengan bangsa Indonesia yang telah merdeka hampir 70 tahun, maka bangsa Indonesia belum mampu menumbangkan keserakahan dan kesombongan bangsa yang lainnya yang masih melakukan penjajahan di atas dunia yang hal itu bertentangan dengan pri kemanusian dan peri keadilan.

Untuk menjadi bagian nyata dari solusi atas keadaan bangsa ini, PB PII menulis sebuah buku yang berjudul “Yuk Kita Menej Indonesia: Sebuah Risalah Dakwah Untuk Bangsa Indonesia”. Dengan buku ini, semoga kontribusi PII untuk bangsa ini bisa semakin optimal karena dukungan dan sinergisitas dengan seluruh elemen bangsa. Dan dalam usianya yang ke 66 ini, kita baharukan semangat kader PII dalam membina Negara jaya Indonesia.

Allahu akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Billahi taufik wal hidayah
Wassalamu alaikum wr.wb

PENGURUS BESAR
PELAJAR ISLAM INDONESIA ( PII )
MASA BAKTI 2012 – 2015

RANDI MUCHARIMAN
Ketua Umum

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin