`

`

Sabtu, 20 April 2013

KARTINI


Aku ingin sedikit menulis tentang Kartini. Sedikit informasi dari cerita yang aku dapatkan atau persepsi-persepsiku sebagai seorang perempuan melihat perempuan yang satu ini. Ibu kita kartini, perempuan kritis dari kalangan ningrat yang tulisannya waktu zaman penjajahan Belanda dikumpulkan oleh Ny. J.H Abendanon, dan di bukukan dengan judul DOOR DUISTERNIS TOT LICHT (Habis Gelap Terbitlah Terang), oleh Armijn Pane. Belanda memang sengaja mewariskan tulisan-tulisan itu sebagai salah satu politik etis/politik balas budi. Lalu mengapa Belanda memilih sosok Kartini untuk ditonjolkan dibandingkan dengan pejuang perempuan lainnya seperti misalnya Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Siti Walidah Ahmad Dahlan, Fatimah (Marta Christina Tiahahu), dan Laksamana Malahayati.

Aku selalu berpikir, bagaimana pun juga, Kartini itu istimewa. Sebagai seorang perempuan ningrat yang kritis, berbeda dengan koleganya yang lain. Setelah lulus dari ELS Europese Lagere School saat berumur 12 tahun, Kartini hanya tinggal di rumah. Karena begitulah norma yang berkembang pada saat itu, perempuan tidak boleh keluar rumah. Kemudian menikah dengan Bupati Rembang, R.M. Soesalit, ketika dia berusia 24 tahun, sebagai istri ke-4. Setahun kemudian, beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya, Kartini meninggal dunia. Hidupnya begitu singkat, sebagai seorang perempuan yang hanya berusia seperempat abad, sosok Kartini dikatakan mempengaruhi pergerakan perempuan di Indonesia hingga saat ini. Kemudian, sebenarnya apa peran Kartini.

Sejarah selalu tertulis oleh siapa yang berkuasa saat itu. Dan hanya Kartini lah yang paham apa yang dia tulis dalam surat-suratnya kepada kawan-kawan penanya dari Belanda. Meskipun kemudian surat-surat itu dieksploitasi oleh orang-orang yang berkepentingan dan memanfaatkan sosok Kartini untuk politik mereka. Menyikapi hal tersebut, kaum perempuan saat ini pun terbagi menjadi dua, ada yang mendukung Kartini dan ada pula yang menganggap bahwa pengaruh Kartini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan pahlawan perempuan lainnya seperti misalnya Cut Nyak Dien atau Fatimah yang memimpin perang. Atau seperti istri Ahmad Dahlan yang mendirikan Aisyiah, organisasi perempuan yang concern terhadap pendidikan dan bisa bertahan hingga sekarang.

Kartini tidak menghunus pedang atau memimpin pasukan, Kartini hanya menuliskan surat di dalam rumahnya selama 12 tahun masa dia dipingit. Kartini membuka jendela dunianya sendiri. Melalui surat-surat yang dia terima, dia mencari jawaban atas kondisi sosial yang dia kritisi. Meskipun dari situlah Kartini akhirnya terpengaruh juga dengan paham pemikiran theosofisme dan pluralisme yang coba ditanamkan oleh sahabat penanya.

Salah satu contoh hal yang dia kritisi adalah tidak bolehnya menerjemahkan Al Quran dalam bahasa Jawa. Kartini pernah berkata bahwa ‘Orang Jawa tidak tahu ada harta yang sangat berharga.’ Al Quran ada di samping mereka tapi mereka tidak tahu apa artinya. Dalam suratnya untuk sahabatnya, Kartini berkata

"Mengenai agama Islam, Stella, aku hrs menceritakan apa. Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dgn umat agama lain. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tdk boleh memahaminya. Al Qur'an terlalu suci, tdk boleh diterjemahkan ke dlm bahasa apapun. Di sini tdk ada yg mengerti bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur'an tetapi tdk mengerti apa yg dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tdk mengerti apa yg dibacanya. Sama saja halnya spt engkau mengajar aku membaca buku berbahasa Inggris, aku hrs menghafal kata demi kata, tetapi tdk satupun kata yg kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi soleh pun tdk apa-apa asalkan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella..?? Dan waktu itu aku tdk mau lagi melakukan hal-hal yg aku tdk mengerti sedikitpun. Aku tdk mau lagi melakukan hal-hal yg aku tdk tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tdk mau lagi membaca Al Qur'an, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan bahasa asing yg aku tdk mengerti apa artinya, dan jangan-jangan ustadz-ustadzahku pun tdk mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tdk boleh mengerti artinya."

Tetapi, habis gelap terbitlah terang. Dua tahun sebelum Kartini meningga,l Kartini bertemu dengan Kyai Saleh Darat. Kartini bertanya "Kyai perkenankan saya menanyakan sesuatu, bagaimanakah hukumnya apabila seseorang yg berilmu namun menyembunyikan ilmunya..? Kyai Saleh Darat paham maksud pertanyaan Kartini, karena Kyai Saleh juga berpikiran sama seperti Kartini, kenapa Al Quran tidak diterjemahkan dalam bahasa Jawa agar dapat diapahami. Akhirnya Kyai Saleh menuliskan terjemahan AlQuran Juz pertama untuk Kartini sebagai hadiah pernikahannya dengan Bupati Rembang. Dari terjemahan itulah, Kartini mengutip kalimat Habis Gelap Terbitlah terang ( Al Baqarah: 257) yang sering dia ulang-ulang dalam suratnya yang kemudian menjadi judul buku dari kumpulan surat-suratnya.
Begitulah, yang diwariskan oleh Kartini bukanlah konde, baju kebaya, feminisme atau gender, yang dijadikan pembenaran oleh para perempuan untuk meninggalkan fungsinya yang sebenarnya. Kartini tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang anak perempuan dan istri bagi suaminya, dan itu tidak menjadi kendala baginya untuk mencari kebenaran.

Terlepas dari cerita diatas, kisah Kartini memang masih banyak menyimpan misteri. Tulisan ini adalah salah satu interpretasi dari kutipan surat Kartini. Makna sesungguhnya ialah Allah yang Maha Mengetahui.


Sumber : FB Siti Alaa' 

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin