`

`

Selasa, 09 April 2013

AKU TELAH LAMA JATUH HATI


Aku telah lama jatuh hati sama dia. Sang Gelombang-begitu dia dijuluki oleh orang kebanyakan. Pemikirannya yang seperti udara. Dialah Anis Matta. Aku jatuh hati ketika dahulu menjadi mahasiswa-membaca bukunya membuat kobaran semangat diri mampu menggerakan menjadi amal nyata dan gerak organisasi yang selalu produktif. Aku selalu tak ingin melewatkan setiap ceramah yang dituliskan dalam buku-bukunya. Dan baru-baru ini aku memiliki kebiasaan me-ndownload ceramah-ceramah beliau di youtube. Semua dalam mencharge semangat dan motivasi dalam melewati hari-hari, karena aku sangat terinspirasi. Beliau adalah orang yang gila baca dan suka memberi inspirasi lewat tulisan-tulisannya. 

Pertama kali aku bertatap muka adalah ketika dulu semasa menjadi mahasiswa aku bergabung dalam kepanitiaan bedah buku yang berjudul "Mencari Pahlawan Indonesia". Saat itu pula inspirasi membaca menulis semakin menjadi satu kebutuhan bagiku sekalipun badai kemalasan sering kali memberi sekat pada aktivitas bermutu ini. 

Aku jadi teringat beberapa referensi yang ku baca tentang membangun peradaban. Referensi yang mensyaratkan sebuah budaya yang berangkat dari tradisi membaca, menulis, dan berdiskusi. Tiga hal ini adalah tradisi yang meski dibudayakan ketika impian membangun peradaban Islam menjadi semangat kita hari ini. 

Karya-karya Anis Matta selalu menggugah dan menghidupkan ghiroh perjuangan yang tak akan pernah mati. Pribadi sederhana dengan kekayaan intelektual yang selalu mengalir disepanjang sejarah.

Pagi ini aku menemukan sebuah tulisan yang berkisah tentang diri beliau dengan judul "Putra Bone yang Gila Baca". Inilah isi tulisan yang coba saya muat dalam blog pribadi saya.

PUTRA BONE YANG GILA BACA

”Bagi saya kepopuleran itu mengganggu, saya mempunyai privasi yang tinggi, tetapi tetap mempunyai kontribusi yang besar” tuturnya dalam sebuah wawancara

Gaya bicaranya mengalir deras, menandakan isi kepala yang penuh meluap ,maka meluncurlah dari mulutnya kalimat demi kalimat yang mengandung hikmah yang membuat kagum pendengarnya Sebagian besar orang mungkin merasa aneh, pada saat semua orang berusaha untuk mencari ketenaran dan popularitas dengan berbagai usaha dan rekayasa yang menghabiskan banyak biaya-bahkan ada yang membombardir media dengan iklan dirinya- ternyata masih ada orang yang justru tidak mau dikenal, malah menghindarinya. Bukan karena tidak memiliki kapasitas dan kompetensi untuk terkenal di jagat intelektual,tetapi ia memang memiliki prinsip hidup seperti itu.

Dialah H.M. Anis Matta.”Bagi saya kepopuleran itu mengganggu, saya mempunyai privasi yang tinggi, tetapi tetap mempunyai kontribusi yang besar” tuturnya dalam sebuah wawancara. Lahir di Bone Sulawasi Selatan tanggal 7 Desember 1968, sebuah daerah yang terkenal dengan kapal Pinisinya yang mengarungi laut lepas dengan peralatan sederhana. Merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara, lima diantaranya wanita, adiknya laki-laki.

Sebagian besar masa kecilnya dihabiskan di desa kelahirannya. Ia pernah ikut orang tuanya berdagang ke Ambon, namun dipulangkan tahun 1979 karena kebandelannya. Sebagai anak laki-laki pertama dalam keluarganya, tentu Anis kecil dimanja orang tuanya. Mungkin karena itulah Anis jadi anak bandel. Anis bukanlah termasuk anak istimewa. Justru ia dikenal sebagai anak yang paling berani dan suka berkelahi, meski begitu ia pandai bergaul hingga memiliki banyak teman.Dialah satu-satunya anak kecil yang berjalan ke masjid sendirian di pagi buta yang sepi, ikut sholat subuh berjamaah,

Bersamaan dengan dimasukkannya Anis ke pesantren kebandelannya hilang, justru prestasinya terus menanjak dari juara berkelahi menjadi juara kelas terus sampai tamat dari pesantren 1986. Anis masuk pesantren ”Darul Arqom”, pesantren kader milik Muhammadiyah. Orang tuanya hanya seorang pedagang sederhana. Bapaknya tidak pernah sekolah, dia hanya belajar membaca sendiri. Ibunya sempat sekolah di SR, walau tidak sampai lulus. Dalam keluarganya berkembang nilai-nilai demokrasi. Ada ruang kebebasan yang amat luas. Anak-anak sangat dekat dengan orang tuanya dan biasa bebas bicara apa saja. Anis remaja mulai membaca buku-buku pendidikan remaja untuk memenuhi kehausan rasa ingin tahunya karena banyak pertanyaan di kepalanya yang tidak mampu dijawab orang tuanya- waktu itu dia sempat menyesali mengapa tidak dididik orang tuanya secara teratur. Anis merasa dirinya tumbuh dengan cara membentuk dirinya sendiri tanpa banyak intervensi orang tua.

Kehidupan orang tuanya sebagai pedagang menyebabkan nya sering berpindah tempat. Sejak kecil Anis biasa mengenal dunia luar , bergaul dengan lingkungan yang lebih luas. Itulah sebabnya sekolah anis jadi tidak teratur. Namun demikian, pengalaman itu telah membuka cakrawala berpikir dan memberi kesan yang sangat mendalam. Kepindahannya ke pesantren ”Darul Arqom” dalam usia sebelas tahun, mulai memberi perubahan dalam diri Anis. Disinilah dia mulai belajar dewasa dan gandrung membaca buku. Satu minggu setelah masuk pesantren, Anis bermimpi dan mengigau dengan bahasa Arab. Tiga bulan setelah itu dia bisa berbahasa Arab. Di pesantren ini Anis ditempa dan dididik menderita. Di sinilah Anis pertama kali makan nasi hanya dengan kecap, tetapi guru-gurunya mengatakan ” Satu saat kamu akan mengenang bahwa nasi kecap inilah yang membesarkan kamu”

Jauhnya letak pesantren dari sumber air, menyebabkan para santri mesti berjalan kaki agak jauh untuk mengambil air. Terlebih jika musim kemarau, selain jauh sumber air terkadang bau kerbau karena letaknya berdekatan dengan kubangan kerbau. Tetapi gurunya mengatakan ” Air kerbau inilah yang menjadi sumber kekuatan mu.” Di pesantren Muhammadiyah ini Anis belajar organisasi. Di situlah dia mulai berkiprah dalam dunia pergerakan pelajar maupun pergerakan Islam. Waktu duduk di kelas satu SMA anis sudah menjadi insruktur, dan waktu kelas dua menjadi sekretaris salah satu cabang Muhammadiyah.

Namun pengalaman-pengalaman itu malah membuat Anis mengalami guncangan batin. Salah satu diantaranya dia merasa bahwa yang ia peroleh dari organisasi dan sekolah tidak bisa mmenuhi kebutuhannya di alam nyata.Hal ini berlanjut terus sampai kepindahannya ke Jakarta melanjutkan kuliah di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab). Dari situlah Anis mulai membaca dan berkenalan dengan berbagai pemikiran Islam. Semangat belajar yang tinggi dan rasa ingin tahu yang mendalam menyebabkan Anis tumbuh menjadi mahasiswa yang gila membaca dan melahap semua buku. Dia membaca lima jam sehari di luar buku-buku kuliah. Jika masa libur, dia membaca dua belas jam sehari diselingi olah raga dan istirahat. Pernah dalam setahun dia mengharamkan dirinya membaca buku selain buku berbahasa Arab dan meninggalkan literatur bahasa Indonesia demi menajamkan dan mendalami penguasaan Bahasa Arabnya. Dia paksakan membaca literatur-literatur yang berat, walau mungkin hanya mampu menyerap 20 % saja dari isi buku, setelah itu dia ulangi lagi membaca buku tersebut demi rasa penasarannya dengan kandungan isi buku.

Anis rela menghabiskan lebih dari separuh beasiswa yang dia peroleh dari LIPIA untuk memborong buku. Selama kuliah setiap hari Anis makan hanya dengan tempe. Jika kondisi keuangannya sedang longgar dia makan dengan dua tempe tidak lebih. Jika tidak punya uang Anis berangkat ke kampus pagi-pagi agar temannya tidak tahu bahwa dia tidak sarapan karena tidak punya uang. Dari maniak membaca itu Anis dapat merangkum berbagai pemikiran dan mulai bergabug dengan para aktifis tarbiyah . Disinilah dia berperan aktif dan menemukan pencariannya. Semangat membaca yang menggila luar biasa melahirkan seorang Anis yang memiliki cakrawala berpikir sangat luas. Pikirannya jauh ke depan melebihi ide dan pemikiran orang kebanyakan. Dia sering diminta mengisi berbagai kolom di beberapa majalah Islam. Kumpulan tulisan dan ceramah-ceramahnya menggugah dan menginspirasi banyak orang. Bahkan ada yang menjadikan sebagai bahan tesis kajian ilmu komunikasi Program Pasca Sarjana UnPad. p>Dalam dunia tulis-menulis anis sudah memulainya sejak SMP. Namun karena kesibukannya yang sangat padat, dia tidak sempat menulis ide-ide dan gagasannya tentang berbagai hal dalam bentuk buku. Kecuali dalam bentuk tulisan-tulisan prosa yang bersifat renungan dengan gaya bahasa yang cair dan mudah dipahami. Hingga orang hanya butuh 2-5 menit untuk menuntaskannya dan menangkap pesan yang ingin disampaikannya. Adapun buku-buku beliau yang diterbitkan adalah merupakan kumpulan tulisan yang dimuat berbagai majalah, atas permintaan pembaca dan upaya penerbit maka kumpulan tulisan itu dirangkum menjadi sebuah buku. Kumpulan tulisan dari majalah saksi dibukukan dengan judul ”Menikmati Demokrasi”. Kumpulan tulisan pada majalah Tarbawi yang merupakan keprihatinan anis atas kondisi Indonesia yang kehilangan sosok pemimpin dan pahlawan dirangkum dan diterbitkan dengan judul ”Mencari Pahlawan Indonesia” . Tulisan di majalah ”Hidayatullah” diterbitkan dengan judul ”Dari Gerakan ke Negara”.

Anis tidak pernah bercita-cita besar, sebagai anak kampung dan pedagang. Ia hanya bercita-cita jadi petani dan pedagang yang memiliki perpustakaan besar sehingga dia bisa leluasa membaca dan menulis yang menjadi hobinya sejak kecil. Sebuah cita-cita yang sederhana. Bersekolah di Jakartapun karena saran dan anjuran gurunya. Itupun setelah dia minta gurunya beristikhoroh untuk dirinya, karena bapaknya menginginkan dia melanjutkan usaha dagangnya. Sewaktu libur SMP Anis pergi ke toko buku dan membeli sebuah buku berjudul ”Berpikir dan Berjiwa Besar” karya David.J.Schwartz. Itulah buku pertama yang dibaca dan sangat mempengaruhi jiwanya. Setelah lulus kuliah dia mulai masuk pola membaca tematis. Misalnya dia ingin mengetahui masalah pengembangan sumber daya manusia, maka dia mengkaji secara teratur dan berkesinambungan semua produk terbaru dalam bidang psikologi, khususnya psikologi terapan, teori-teori belajar, teori pengembangan diri, dan bacaan-bacaan lain yang berkaitan.

Ada keprihatinan yang mendalam pada diri seorang Anis melihat kondisi masyarakat Indonesia yang malas membaca. Dalam suatu seminar beliau mengatakan ”Budaya para Salafus Sholeh adalah budaya belajar, menulis dan membaca. Sehingga jika berkumpul dua orang atau lebih yang dibaicarakan adalah kalimat yang mengandung hikmah dan ilmu. Dan dengan budaya itulah peradabn Islam dibangun hingga mencapai kejayaan selama tujuh abad. Penguasa Islam ketika itu sangat mengapresiasi setiap karya para ulama. Setiap buku yang dihasilkan para ulama ditimbang beratnya dan dibayar dengan emas seharga berat buku tersebut”. Lebih lanjut anis mengatakan;”Bandingkan dengan budaya masyarakat Indonesia sekarang yang santai dan malas membaca. Sehingga jika bertemu dua orang atau lebih pembicaraan yang keluar adalah lelucon, gosip dan anekdot. Sehingga melahirkan masyarakat yang miskin ide dan miskin kreatifitas. Pemerintahpun kurang mengapresiasi setiap karya para peneliti dan ilmuan, sehingga banyak pelajar Indonesia yang enggan kembali ke Indonesia karena mereka bisa hidup lebih makmur di negara lain”. Dalam masalah kepemimpinan Anis melihat Indonesia kehilangan pemimpin yang negarawan, yang mampu membawa negara Indonesia yang luas ini duduk sejajar dengan bangsa lain. Yang sangat mencintai Nusantara dengan segala potensi alam yang dikandungnya. Sehingga tidak mudah menjual asset kepada asing, yang tidak membiarkan satu pulaupun lepas dari Indonesia seperti Sipadan dan Ligitan. Indonesia membutuhkan dan merindukan lahirnya pemimpin sekualitas Gajah mada yang mampu menyatukan Nusantara sampai Malaysia, Singapur dan Brunai.

Indonesia membutuhkan pemimpin yang visioner , berkepribadian utuh dan mampu menjadi perekat bangsa dengan segala kebinekaan dan kemajemukan menjadi satu kekuatan besar yang potensial dan menjadi modal utama untuk banghkit bukn menjadi bencana dan malapetaka yang mengakibatkan kehancuran. Pemimpin besar harus punya ide besar. Gajah mada dengan Nusantara, Budi Utomo dengan kebangkitan Nasional, Sukarno dengan kemerdekaan dan revolusi, Suharto dengan pembangunan. Kita? Apa Ide besar kita untuk Indonesia?? Penulis tiba-tiba teringat dengan tanda tangan dan pesan singkat Beliau dalam buku ”Mencari Pahlawan Indonesia, belajar cepat, berkiprah nyata, berkarya besar.

Sumber : Catatan Kembara Pramesywara

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin