`

`

Minggu, 06 November 2011

IBU, SEMANGATMU...


Takbir, tahlil, dan tahmid dikumandangkan oleh manusia di seantero jagat ini, muslim dunia tengah merayakan kehadiran Hari Raya Idul Adha. Di hari raya ini juga kita meneladani perjalanan Nabi Ibrahim a.s dan orang-orang yang bersama dengan beliau. Qodkaanatlakum uswatun hasanatun fii ibrahhiima walladziinama’ahhu.
Kita tahu bagaimana kesungguhan hati bahwa mentaati dan mencintai Allah ta’ala dan semua perintah-Nya adalah diatas segala-galanya yang bersifat duniawi dan berujung kefanaan.

Nabi Ibrahim, Bunda Hajar dan putranya Nabiyullah Ismail ‘alayhim assalam telah membuktikan itu semua sehingga keteladanan mereka itu diabadikan Allah ta’ala di dua tempat dalam kitab suci Al-Qur’an, firman Allah yang berbunyi:

101. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". 103. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). 104. Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, 105. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 106. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. 107. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Shaaffat: 101-107)

Dan semoga kita semua meneladani perjalanan Nabi Ibrahim a.s.

Nuansa Idul Adha ini sangat terasa dalam sanubari kita. Tidak hanya khutbah perayaannya yang menggugah jiwa-jiwa kita, menghidupkan kembali hati-hati yang sudah mati, memompa semangat bagi hati-hati yang kini sedang loyo, membuat semua bisa tersenyum bahagia dikala kemurungan mengisi hari-hari nya.

Setelah menunaikan kewajiban ini. Aku bergegas menuju tempat diadakannya pemotongan hewan kurban. Aku kebetulan ikut membantu panitia kurban. Tahun ini lebih banyak dari tahun sebelumnya. Sekarang ada 3 ekor sapi dan dua ekor kambing. Dan pemotongannya dilakukan dua hari berturut-turut.

Sesampai disana, masing-masing kita mengambil bagian kerjaan yang harus dituntaskan sebelum pembagian hewan kurban dilakukan. Ada yang menyiapkan tali untuk mengikat hewan kurban sebelum disembelih, ada yang menyiapkan karung untuk mengankut daging dan menjadi alas pemotongan, ada juga yang menyiapkan air dan snack bagi teman-teman yang bekerja. Suasananya hampir tidak ada yang berbeda dengan tahun sebelumnya.

Sampai dzuhur tiba, kami saudah selesai membagikan semua daging hewan kurban, dan masing-masing kami juga membawa masing-masing jatah untuk para keluarga dan tetangga. Dalam dua kali aku mengikuti pemotongan hewan kurban jauh terasa dalam lubuk hati perasaan bahagia karena bisa berbagi dengan keluarga dan tetangga. Merasakan bersama-sama daging kurban yang selalu menjadi perekat bagi semua keluarga yang merasakannya.

Dalam perjalanan pulang, rona wajah yang terpancar senyumku tiba-tiba berubah. Aku lupa kalau ibu belum ada di rumah. Ibu masih menjalani perawatan untuk di operasi. Sudah hampir sebulan beliau meninggal rumah. Beliau harus merasakan keterbatasan untuk menghirup udara bebas di luar sana. Padahal aku tadinya berharap masih bisa merasakan kenikmatan masakan beliau. Aku merasa sudah lama sekali tidak mencicipi setiap bumbu masakan yang sedap terasa dilidah ini. Aku kangen masakanmu ibu.

Seperti apapun aku tetap harus kuat. Melewati jalan yang dikerumuni kendaraan, ditengah keramaian orang merayakan kebahagian hari ini. Aku selalu mendoakanmu ibu. Kau begitu kuat memberi sketsa tentang obsesi menghadapi perjuangan hidup ini.

Sesampai di rumah aku menulis catatan untuk ibu tersayang..

Ibu..
Hari-hari ini terasa berbeda..
Suasana rumah tak sesejuk dahulu
Kala senyummu terpancar mengisi hati kami

Ibu..
Tak ada yang berharap kau berbaring disana
Kami ingin kau tetap jadi penyejuk hari-hari kami
Tapi ini mungkin takdir-Nya

Ibu..
Kesabaranmu membuatmu selalu kami nanti
Pemikiranmu membuat kami selalu bersemangat untuk hidup
Motivasimu membakar obsesi sukses kami

Ibu..
Kami tak kuasa menahan kehampaan hati kami
Dalam shalatku engkau selalu jadi doa dan persembahan terbaikku menghadap Sang Khalik
Ku ingin kau selalu sehat bagi jiwa dan hidup kami


Ibu..
Tangis ini mungkin mampu melepas rindu
Tetasan air mataku biarkan menyentuh fotomu
Semoga kau merasakan nuansa hatiku padamu

Ibu..
Semangatmu selalu ku ingat..
Jarak ini benar-benar membuat ku tak lagi bisa menikmati senyum tulusmu
Ya Rabb berikan kesembuhan pada manusia terbaik ini
Kami selalu membutuhkan siraman hati dari pesan-pesan mulianya..

Dihari Raya yang penuh pesan mulia ini, dalam mengingatmu ibu, sejenak aku teringat sejarah Bunda Mulia-StHajar, Istri dari seorang nabi Ulul Azmi. Ketika Allah mengarahkan suaminya untuk meninggalkan beliau, dia tidak mempersoalkan apa-apa dan tidak berprasangka buruk kepada suaminya.

St. Hajar adalah wanita yang sangat luar biasa, ditengah padang pasir disaat suaminya meninggalkan dia dan anaknya dia sabar mengadu dan meluapkan perasaannya hanya kepada Allah.

Ibu,..Bunda St. Hajar adalah bunda yang mulia. Semoga kau pula mampu meneladaninya. Semoga dengan sakit ini ada ibroh yang hendak menyusup dalam sanubarimu.

Semoga engkau selalu menjadi yang terbaik.

I love you ibu

1 komentar:

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin