`

`

Jumat, 04 November 2011

MENYUSUN BATU BATA PERJUANGAN DI SINI


Mushollah ini adalah salah satu mushollah yang ada di Kelurahan Montabaru. Letaknya yang berada di pinggir kelurahan dan dekat dengan sungai membuat mushollah ini kerap tidak diketahui orang. Karena itu pula jauh dari sumber bantuan pemerintah, padahal mushollah ini seringkali kena sasaran banjir. Mushollah ini secara fisik dan sepintas kita melihat, sangat tidak berarti bukan karena fungsinya tidak pernah dipakai tetapi karena terlihat seperti bangunan kumuh yang tidak pernah dipakai lagi. Padahal mushollah ini istiqomah diisi dengan ibadah shalat berjamaah lima waktu.

Selain itu Mushollah ini sangat unik, Marbot sekaligus imam shalatnya adalah seorang tuna netra yang sudah menghafal lebih kurang 10 juz dari Al-Qur’an. Dialah yang setiap hari mengumandangkan azan, yang mampu menyejukkan hati masyarakat disekitarnya, mungkin secara umum menurut orang kebanyakan Bapak yang dipanggil Mahmud ini tidak bisa melakukan apa-apa, padahal sejak mushollah ini dibangun dialah yang mengisi amalan-amalan di mushollah ini. Belum lagi ketika bulan ramadhan dengan kafa’ahnya dia yang menjadi imam shalat lima waktu dan imam shalat tarawih sekaligus witirnya.

Kemarin ditengah kesibukan aku menyempatkan diri untuk shalat berjamaah di mushollah ini. Ketika mulai masuk ke pintu mushollah nuansanya begitu terasa, seperti memutar memori dahulu yang begitu kental dengan ukhuwah, perjuangan, dan keistiqomahan. Terasa sekali mushollah ini memberi semangat untuk memutar kembali kesuksesan yang pernah ada. Bukan karena sekarang tidak sukses. Tetapi nuansa perjuangan yang sangat terasa itu sekarang seperti semakin terkikis bersama kesibukan, fase masing-masing orang yang sudah berbeda. Tetapi aku yakin masih ada pejuang-pejuang baru, tinggal membuka kembali cerita sukses saat itu dan kemudian menjadikannya sebagai semangat baru.

Ada cerita yang mungkin bisa dibagi bersama mushollah kecil ini. Semoga membuat kita semakin mengingat sejarah-sejarah itu, semakin membuat kita belajar dari perjalanan selama ini. Dan Semoga pula mampu menjelma menjadi satu strategi menggores sejarah baru dimasa kini.

1.Awal kami belajar Islam
Dulu ketika aku dan teman-teman (Dahlan, Fitri Yunita, Damrah, Mariani, dan lainnya) masih di Sekolah Dasar (SD), disaat kami sedang mendekat dengan mushollah ini, disaat kami belajar menjadi anak-anak muslim, disinilah kami di ajarkan tentang tata cara shalat, disini pula kami di ajarkan membaca al-qur’an. Dan tidak ketinggalan kami juga di ajarkan tentang do’a sehari-hari. Mushollah yang jamaahnya lebih banyak orang tua renta ini dahulu menyimpan cerita pesantren bagi kami.

Tidak hanya itu, terasa sekali nuansa hati yang sejuk kala kami sering dikumpulkan diantara waktu magrib dan isya untuk mendengarkan tausyiah Bapak Marbot ini. Secara pendidikan kami lebih tinggi walaupun kami baru kelas 5 SD saat itu, karena marbot yang pernah menjuarai lomba Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat keluarahan ini tidak pernah menginjakkan kaki di bangku sekolah formal, tetapi beliau lebih banyak faham tentang Islam dan fiqh, sehingga kami benar-benar memanggilnya guru.

Beliau pula sangat sabar menghadapi kami, mengajari kami tentang agama, dan selalu siap mendengarkan curahan hati kami tentang sekolah, tentang kondisi di rumah kami masing-masing, dan tentang keinginan-keinginan kami esok ketika sudah besar.

2.Rumah Kedua
Selain itu ketika di SMP. Saat kami menghadapi Ujian Sekolah mushollah Hubussalam ini menjadi tempat efektif bagi kami untuk belajar. Waktu antara shalat dzuhur dan ashar bagi kami sangat efektif untuk belajar. Setelah pulang sekolah. Kami tenteng tas ransel yang berisi buku dan makanan-makanan ringan sekedar mengisi perut kami.

Memang mushollah ini benar-benar menjadi tempat pelarian kami dikala terasa dirumah kami masing-masing begitu bising sementara kami sedang membutuhkan ketenangan dan kenyamanan belajar. Dan saat itu mushollah kecil ini serasa menjadi rumah kedua bagi kami, karena tidak jarang kami juga menginap (MABIT) di mushollah ini.

3.Menyusun batu bata perjuangan
Tidak hanya itu. Aku masih ingat ketika mulai masuk ke Sekolah Menengah Umum (SMU) mulailah terasa begitu beda di sekitar tempat aku tinggal, karena semakin hari juga semakin banyak fenomena aneh yang menyerang generasi muda seumuranku saat itu. Begitu juga terasa sangat beda disaat azan berkumandang dan aku berjalan menuju mushollah kecil ini. Saat itu masih kental rasanya ingatanku ketika dengan beberapa teman sebaya serta beberapa orang yang telah pulang kembali dari perantauannya menuntut ilmu (kuliah). Awalnya hanya lima orang, bertemu dan sekedar diskusi di rumah Allah ini. Semakin lama semakin menjadi kekuatan, dan hari demi hari semakin bertambah. Sampai kemudian kita merasa perlua ada wadah untuk semakin mengorganisir aktivitas kita. Saat itu dibentuklah forum yang diberi nama Forum Pemuda Islam.

Dengan Forum ini kita mulai menyusun agenda, merapikan aktivisa kita menjadi satu gerakan yang terorganisir dengan baik. Beberapa agenda yang akhirnya menjadi rutinitas penguat jiwa-jiwa kami kala itu; Diskusi yang akhirnya kita sadari ternyata itu halaqoh, pengajian keliling ke rumah-rumah masyarakat dan setiap anggota mendapat giliran menyampaikan kuliah tujuh menit (Kultum) untuk melatih keberanian dan syiar, kemudian ada rekreasi (rihlah), dan olahraga atau riyadhoh.

Lama terasa begitu menyentuh jiwa-jiwa, sangat membentuk kepribadian kami, begitu membuat kami mulai belajar untuk berbicara yang benar atau kemudian memilih diam. Dengan itu pula kami mulai merasa bahwa akhlak-akhlak kami mulai dipandang, mulai menjadi dakwah bagi orang lain.

Dan ketika ukhuwah kami mulai terasa sangat kuat, dan keistiqomahan amaliah kami mulai terjaga kami mulai berbicara tentang mempengaruhi orang lain menjadi baik atau biasanya dibilang berdakwah. Saat itu Mushollah Hubussalam inilah menjadi tempat pertama kami menyusun batu bata perjuangan dikelurahan Montabaru Dompu.

Disusunlah struktur organisasi Remaja Mushollah, dengan seabrek rencana, segudang kegiatan yang mampu membangun citra baik kami sebagai remaja islam. Dan berawal dari mushollah ini pula kami merasa sudah tepat untuk merambah ke Remaja Masjid dan saat itu pula dakwah mulai bermetamorfosa hingga kini Kelurahan ini sering kami sebut sebagai gudang kader dan markas perjuangan.

2 komentar:

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin