`

`

Minggu, 02 Januari 2011

KEPINGAN KISAH YANG MENJADI MEMOAR*

Kepingan-kepingan kisah inilah yang menjadi teman paling mengerti tentang suasana hati dan hadapanku selama ini. Disaat aku menjaga jarak dengan kerumunan manusia yang berproses untuk hidup, aku menemukan sudut alam yang mendengarkan suara lirihku tentang nyanyian hidup ini. Lompatan-lompatan hidup ini begitu terasa, gesekan, benturan, dan dialognya begitu bermakna, selalu memberi ruang untuk menerjemahkan setiap pesan yang merapat bersama pertanda-pertanda yang ditunjukkan oleh makhluk yang selalu berharap ada makna dalam perjalanannya. Angin, pepohonan, daun-daun selalu bersekutu dalam mengantarkan kalimat-kalimat mulia yang mencerahkan, pesan-pesan berharga yang mendamaikan. Pantai, pasir, dan ombak pun selalu bernyanyi memberi irama dan menyentuh relung hati terdalam, menyejukkan memang, membuka ruang inspirasi yang luar biasa untuk berkarya, dan berproses untuk memberi makna pada setiap kisah yang sedang digores oleh para sahabat yang lain. Ini kisah harus di apresiasi, harus diabadikan dalam memoar kehidupan, jangan hanya berfikir tentang apa yang kita lantunkan hari ini tentang hidup tetapi coba membuka ruang prediksi tentang masa depan yang ingin kita kejar, sehingga memoar ini adalah bagian terkecil dalam menafsir masa depan yang ingin diraih.


Pergantian tahun bukanlah hal baru tetapi sesuatu yang menjadi mesti didalam perputaran waktu, karena perubahan tahun adalah sesuatu yang biasa maka kita harus menciptakan hal-hal yang luar biasa dalam mengantarkan perubahan tahun ini. Tentu berfikir tentang masa-masa kelam dahulu hanya membuat kita gagap melihat masa depan kita, sehingga harus ada ide untuk membuat semuanya lebih berwarna. Masa lalu memang bukan sesuatu yang indah untuk ditempati tetapi masa lalu atau sejarah yang telah kita goreskan dahulu bias menjadi romantisme, optimisme, dan bahkan menjadi prediksionisme dalam meraih keemasan di masa yang akan datang.


Tentu sesuatu yang telah kita lewati bersama dahulu tidak mungkin mengalir tanpa makna, mengalir tanpa ada nilai-nilai yang bisa kita petik, dan tak mungkin semua juga terjadi tanpa proses panjang, kecuali kita adalah orang-orang yang polos melihat siklus hidup ini. Hidup kita ini adalah scenario terbesar yang pernah ada, dan ceritanya juga tidak pernah sama, landasan fikir, dan ilmu yang mengantarkan kisah masing-masing orang sangat berbeda berdasarkan latar belakang masing-masing. Sehingga perlu membuat memoar yang menjadi sketsa perjalanan yang bisa menjadi ukuran sejauh mana kita melompat, dan beberapa kali lompatan itu tidak sampai pada ujung yang ingin kita capai. Tetapi itu tidak mejadi masalah, selama kita selalu bergerak dan berproses untuk menemukan makna dalam hidup kita maka akan selalu ada nilai lebih bisa kita gambarkan pada masa yang berbeda setelah kita. Yang tidak benar adalah kita berdiam diri dan tidak berproes menemukan jalan-jalan, dan ruang-ruang kita menuju gerbang sukses yang belum perna kita temui sebelumnya.


Kawan, perjalanan setahun terasa seperti sekejap mata, semakin dekat rasanya akhir waktu yang dijanjikan-NYA. Coba kita maknai perjalanan kita di masa yang telah meninggalkan kita, kita sepertinya perlu jujur untuk membuka diri sejauh mana mimpi-mimpi dahulu terekayasa menjadi sebuah kenyataan, atau minimal sedekat apa mimpi itu terasa akan menjelma menjadi realitas yang indah untuk dipandang. Mari berkaca pada cermin kehidupan. Mari bersama melihat kembali rekaman tahun kemarin. Aku mencoba membuat memoar untuk menjadi cermin diri dan menjadi cermin bagi sahabat-sahabat yang sedang berjuang dimanapun itu.


Awal tahun 2010, aku rasa adalah masa-masa sulit bagiku. Aku sedang melalui proses klimaks dari perjuanganku di kampus biru. Setelah sekian tahun aku mengembara di setiap sudut perjuangan di medan ini, kini saatnya aku melewati tantangan terakhir. Disisi lain aku ingin membuat sejarah pada perjalananku bersama rumah para pejuang, aku ingin mempersembahkan pengabdian terakhirku. Nah dua hal ini membuatku semakin bersemangat untuk membuat sejarah pertama dalam hidupku. Walaupun begitu sulit untuk difikirkan dan benturannya begitu keras dalam mengarunginnya aku berhasil mencapai tepi samudera itu. Tentu selalu ada pengorbanan disana, pengorbanan yang kita lakukan juga sebanding dengan sebesar apa cita-cita yang ingin kita kejar. Alhamdulillah aku berhasil membuat sejarah itu, ternyata memang benar ketakutan kita terhadap masa depan justru menutup ruang ikhtiar kita untuk menembus batas-batas kemampuan kita. Aku berhasil melewati tantangan ini, sejenak aku berkata “selanjutnya aku akan terbang kelangit impian”.


Bulan kedua di tahun 2010, saatnya aku mengumpulkan kembali energy-energi yang hilang bersama pengembaraan selama ini, aku melepas kepenatan, aku menanggalkan baju-baju beban yang selalu aku kenakan kemanapun aku melangkah. Aku mulai merangkai mimpi untuk menghadapi masa transisi terbesar yang akan aku alami setelah selama hampir 7 tahun aku mengenakan almamater tercinta. Aku sedang mengira-ngira dan menggambarkan tentang kisah apa yang akan aku alami dikemudian hari.


Bulan Maret, terasa semakin sayup. Aku merasa sedih bercampur bahagia. Medan juang ini akan aku tinggalkan, dan medan baru akan aku hadapi, berhelatannya tentu sangat berbeda, aku akan mengalami proses adaptasi panjang untuk melewati tantangan-tantangan baru esok hari. Tiba saatnya aku harus pergi dan meninggalkan Malang dengan sejuta kisah, aku harus mempersembahkan ungkapan terimakasih untuk mewakili rasa yang selama ini ada. Rumah para pejuang, kampus tercinta, dosen-dosen yang mulia, saudara-saudara yang selalu menjadi inpirator, motivator, orang-orang yang pernah singgah di hati kecil ini, warung-warung kopi yang siap mendengar mimpi-mimpi yang sedang dirangkai oleh para pejuang, dan jalan-jalan yang selalu siap dilewati selama menggores kisah ini bersama orang-orang yang berjuang dimedan ini. Selamat tinggal malang!


Bulan April juga menjadi masa-masa yang berat dalam perjalananku ditahun ini. Aku sebagai seorang mantan mahasiswa, yang selama ini perhelatannya selalu dipanggung-panggung kampus, menjelajah intelektualitas demi mencari makna yang berserakan, berhadapan dengan orang-orang yang penuh idialisme sekarang harus hadir dengan wajah yang lain, menjadi rakyat biasa. Kekhawatiran-kekhawatiran dahulu menjadi obsesi pengantar tidur, banyak kisah dinegeri yang sedang ku tempati ini tentang gugurnya para pejuang, baju-baju kebesaran penuh idialisme itu harus ditanggalkan demi hal-hal yang profan, terhenti langkah mereka hanya karena realitas yang heterogen-diluar zona nyaman mereka, histeris mereka menghadapi hegemoni alam dimedan yang sudah lama mereka dibesarkan tapi hadir dengan wajah garang dipanggung baru tempat perhelatan itu terjadi. Tapi itulah tantangannya, gugur berarti menghapus segala kenangan terindah selama ini, tergilas berarti menggores wajah proses yang selama ini meraup waktu, tenaga, fikiran, dan nilai yang dijunjung tinggi. Aku harus kuat!!! Aku harus mencari rumah tempat berlindung supaya tidak terbawa oleh banjir kehidupan ini. Ikhtiarku menemukan jalan menuju ketenangan hati dan fikiran, aku duduk bersama orang-orang yang selalu terjaga hati, niat, dan orientasinya tentang hidup ini. Akhirnya hipotesa buruk tentang cerita para aktivis dimedan baru ini terbantahkan, aku siap berjuang,.!!


Dibulan Mei, aku mulai mendialogkan keinginan-keinginan dengan realita-realita yang aku alami di negeri sendiri. Aku mencoba mentabulasi ruang-ruang yang membentangkan rizki dari-NYA. Sembari menemukan kongklusi dari pilihan-pilihan ini, aku diam seperti tak mampu bersuara, beryanyi tentang apa yang mencekam gerakku, yang pasti langkahku tak seindah dan sebebas dahulu, aku melihat dunia seperti ukuran rumah masa depan yang berada dibalik susunan papan dan dihantui kegelapan. Tapi ada satu hal yang membuatku menemukan ruang optimisme dan batu lompatan untuk menuju jalan-jalan masa depan yaitu menulis. Buku dan pena mampu hadir dan menjadi teman terbaik dikala itu, mereka tak pernah protes dengan apapun keluhan kita, apapun celotehan kita, apapun keluh tangisku saat itu, mereka sungguh mengerti. Nah aku menemukan cahaya di tengah keredupan alam yang aku diami saat itu, hingga kini cahaya itu terus menunjukkan jalan terang kemanapun kakiku melangkah. Aku mulai berdamai dengan realitas yang aku hadapi saat itu, mereka ibarat kawan lama yang tak pernah dilirik tetapi hadir dengan segala kesempurnaannya, memberi dan menerima disaat kita membutuhkannya. Tetap semangat,..!!!


Bulan berikutnya benar-benar menguji nyali dan menguji proses yang sudah kulewati sebelumnya. Aku dihadapkan pada agenda PEMILUKADA, dan pilihan besar dalam hidupku. Ditengah-tengah kesibukan merapatkan barisan dan kerja-kerja demokrasi ini aku juga dipaksa untuk mikir berat, hasrat untuk menyempurnakan agama begitu kuat bersama hikmah dan keutamaannya. Kerja PEMILUKADA mengantarkanku pada sudut pulau yang ada disebelah barat; jalannya yang masih belum diperbaiki, jarak yang begitu jauh, medan yang begitu menantang, dan aku bersama beberapa mujahid melewati itu dengan kemampuan seadanya. Tetapi terlepas dari itu semua jalan ini mengantarkan pada titik sejarah yang belum pernah aku lalui sebelumnya. Okey aku lewati ini. Setelah proses ini mengalir dan berakhir, aku harus menguras fikiran untuk berbicara tentang menyempurnakan agama, aku temukan ruang yang sedang menyapaku, aku merasa jalannya semakin dekat menuju tenda kebahagiaan, semua mengamininya, semua membuka jalan itu, tetapi pada satu kesempatan pertandanya tidak begitu bersahabat, semangat dan notasi nyanyian kita berbeda, ternyata kita sama-sama melewati satu jalan tetapi harus berpisah pada persimpangan yang membelah dua, secara gradual pintu itu tertutup, dan menyapa keindahan di nuansa yang lain. Tak ada yang berkaca dan menangisi karena semua adalah proses yang sangat biasa, semua hanyalah lompatan-lompatan kecil yang harus disimpulkan menjadi bagian dari ikhtiar menuju keberhasilan. Nah akhirnya langkah ini terasa sangat pelan sembari mengatur iramanya. Aku ingin merangkai mimpi-mimpi yang lebih realistis dengan dunia yang dipijak, tidak ingin terlalu tinggi menatap langit sementara tangan tak mampu menjangkaunya.


Bulan Juli adalah bulan yang penuh hikmah dalam perjalananku. Aku merasa majelis itu semakin meyakinkanku tentang kuatnya melewati samudera ini, karena siraman-siraman penyejuk hati itu membuat langkah-langahku semakin lincah di medan ini, aku jadi merasa sangat perlu mengencangkan ikat pinggang dalam menemui benturan-benturan terbesar di percaturan ini, aku berani melompat setinggi apapun kalau seperti ini, aku siap menghadapi seburuk apapun proses ingin mengajarkanku tentang kehidupan ini. Sekencang apapun aku berlari mengejar citaku tetapi ritmenya selalu aku jaga, aku pelihara, dan ku biarkan ketika tantangan menghadangnya. Dan disaat itu aku harus bernostalgia dengan kota penuh cerita dan kenangan-kota Malang. Sejenak aku tinggalkan Dompu dan cerita yang sedang dimulai, aku harus ke Malang, aku sambut seruan bahagia di akhir perjalananku dikampus biru. Dalam hatiku berkata “Malang, kota seribu cerita buatku, kini aku kembali padamu, sejarah yang pernah tergores semoga kembali menjelma menjadi warna baru buat ceritaku dihari esok, dan ini indah, seindah nuansa hati yang selalui diwarnai cinta, cinta Sang Pemilik Cinta”. Aku sampai di kota Malang, semua memori itu di review--dihadirkan dihadapan realitas yang sedang aku lalui, kemudian pakaian kebesaran para mahasiswa begitu melekat juga ditubuhku, aku bangga dikala berdiri bersama orang-orang yang sedang memetik hasil karya terbesar yang dikejarnya sampai bersimbah darah di kampus ini. Aku sukses dan berhasil menuju ujung jalan ini, dibatas waktu yang telah kutentukan, sekarang tiap detik ku hitung ku rasakan detakannya semakin dekat dengan waktu-waktu perpisahan, air mata ini mengalir menetesi setiap jalan pulang yang kulalui, dan yang pasti ini menjadi kenangan terindah dalam album perjuanganku. Selamat tinggal Malang, entah kapan aku akan bersua kembali bersamamu…


Setelah kembali untuk mengabdi di desaku, Ramadhan menyambutku dengan penuh cinta. Aku ingin ramadhan kali ini lebih baik dari sebelumnya, aku ingin hari-harinya ku muliakan bersama amal-amalku, ibadahku, dan kerja-kerja berharga dalam hidupku. Di ramadhan ini beberapa momentum indah terjadi; ada Basic Training Pelajar Islam Indonesia (PII) walau aku tak ikut menyelam disana, aku yang pasti mengambil bagian peran yang lain yang tidak disentuh oleh teman-teman. Dan ada waktu untuk bermunajat lebih banyak bersama Pemilik diri dan kehidupanku yaitu Allah Rabb sekalian alam. Sesekali harus mengumpulkan jejak orang-orang dahulu yang pernah membuat sejarah dijalan dakwah ini, jalan itu yang terus coba disusuri hingga akhirnya mengangkat kaki di bumi ini.


Dibulan September, Oktober, November aku menemukan jalan yang membuatku sedikit bisa tersenyum, bahwa teka-teki hidup ini mulai hadir dengan warna yang cukup membahagiakan, aku mulai belajar untuk bertanggung jawab tentang sesuatu, aku merasa ini materi kuliah tentang menjadi orang tangguh, aku mulai belajar tentang itu, aku ingat satu ungkapan bahwa waktu yang sulit tak pernah bertahan selamanya tetapi orang yang tangguh akan bertahan selamanya. Ini awal waktu aku merangkai rasa untuk menjadi orang yang siap berjuang untuk hidupku, tak ada lagi kata menggantungkan diri sama orang lain atau siapapun, saatnya merangkai dan melewati mimpi diri untuk sebuah cita besar di masa yang akan datang. Selama 3 bulan aku melakukan proses member makna pada orang lain, mentransformasi sesuatu yang sudah menjamur dalam otakku, sampai tanggung jawab itu selesai pada masa nya, Aku kemudian tak mungkin berdiam dalam rentang waktu ini tetapi terus mencari dan menemukan makna yang bisa diberi pada orang lain, saudaraku yang lain, mereka yang selalu berharap ada cinta dibalik kekerasan hati mereka, saatnya memang kita memberi pencerahan pada alam, dengan cara apapun selama waktu dan kesempatan itu ada.


Dipertengahan bulan November aku menemukan peluang terbesar yang pernah dilalui oleh saudara-saudaraku sebelumnya sehingga menyentil saya juga ikut merapatkan diri ke sana, mencari sesuap nasi dengan proses yang sangat eufimistik, aku kejar semampuku, aku raih sebisaku, walau dalam doaku meminta yang terbaik dengan standarNYA. Dalam jedah proses ini aku terus mengembara mencari nilai sejarah yang bisa menguatkan langkah-langkahku, ada tiga sosok penting yang menginspirasiku kala ini, mereka memberi tetesan warna yang berbeda dengan warna yang ku goreskan dalam kisahku selama ini. Siapakah mereka?mereka yang pasti bukan orang sembarangan, mereka adalah pejuang tangguh dimasanya. Pertama, dia adalah seniorku dahulu ketika dikampus, dia yang selalu member petuah-petuah berharga, petuah itu seringkali sangat khas dan tak pernah ku temui dari siapapun, dia juga terkadang melihat sesuatu yang biasa ku lihat dengan sudut pandang yang berbeda, dan seringkali sangat menyempurnakan, sangat cocok dengan performa yang selama ini melekat dalam pribadinya. Kedua, dia adalah orang baru yang ku temui, tidak sering hadir tetapi beberapa kali berbagi khasanah cukup kuat dengan keidiriannya yang dibentuk dari organisasi normatif, dia cukup kuat dan matang berbicara konsep perjuangannya yang transformative. Ketiga, dia adalah orang yang kutemui di jejaring sosial, sengaja ku abadikan alamatnya, ku susuri ia hingga jalan-jalan kecil, sampai ku temui dia ketika itu berada di markas perjuangannya, mendengar suaranya sangat tergambar sosoknya yang luar biasa sebagai pejabat dan pejuang rumah yang dibangun tahun 1998. Satu hal mungkin yang memantik arus diskusi yang terus mengalir hingga kini adalah pikiran positifnya yang tak pernah terkotori oleh ketakutan dan kecurigaan yang berlebihan tentang orang baru yang mengusiknya. Sejak itu banyak hal yang membuka dan mendobrak cara berfikirku yang parsial tentang pejuang dan markasnya. Dalam beberapa perhelatan bersamanya memang dia tak pernah menghadirkan jurus-jurus yang mematikan dan ilmu kanuragan yang luar biasa, tetapi kemampuannya mendengar dan menghargai perbedaan proses masing-masing serta kebijaksanaanya melihat hidup membuatku begitu ingin mengabadikannya dalam karyaku.Kau hebat saudaraku!!kau satu diantara seribu. Dalam perjalananku ada banyak orang yang berwarna sama denganmu tetapi karena ilmunya yang begitu luar biasa membuat mereka menutup ruang-ruang kebaikan, menghujat hal-hal yang sedikit berbeda dengan mereka, menghindari perbedaan yang sebenarnya menjadi pelangi yang sangat indah diperjalanan ini. Tetapi kau membongkar generalisasiku yang menyapu rata semua orang yang seirama denganmu. Tetapi satu hal yang terkadang membuatku sedikit gerah denganmu, kau tak pernah ingin membagi khasanah berharga yang sudah kau kumpulkan selama penjelajahan dalam medan perjuanganmu. Tetapi inilah yang sesekali membuatku harus berkata ‘kau seperti padi’. Semakin tinggi ilmumu semakin membuatmu harus merendah, dan itulah justru bacaanku semakin kuat tentang kekayaan khasanahmu yang luar biasa. Semoga kalian semua selalu menemukan jalan terbaik disetiap pilihan berat yang sedang kalian hadapi!
Dan proses mencari sesuap nasi berakhir di pinggir jalan yang sering dilewati oleh orang-orang yang berjuang dalam hidupnya. Aku menyapa mreka dengan penuh harap mereka mau berbagi ilmu denganku. Setelah prose situ usai, maka tidak harus berhenti dipersimpangan ini tetapi harus mnemukan jalan lain untuk berkarya dan terus mencari makna hidup ini.


Bulan Desember, detik-dtik akhir tahun yang penuh teka-teki, penuh keajaiban. Setelah tidak mendapatkan tempat menjadi aparat Negara, saatnya membaca pertanda-pertanda lain dari alam. Aku harus melihat peta untuk membaca symbol mana yang bisa dijejaki. Perjuangan ini belum berakhir, baru memulai, dengan ruang-ruang yang masih terbentang luas. Aku sangat yakin bahwa Allah memiliki scenario terbaik dan pilihan terbaik yang akan kita hadapi, DIA Maha Mengtahui sejauh mana potensi dan kemampuan kita, sehingga pemberian-pemberiannya sesuaikan dengan takaran itu. Tepatnya tanggal 28 Desember 2010, aku di berikan ruang untuk berekspresi sesukaku di medan baru ini, aku nyaman disini, tetapi aku melihat tantangan besar yang akan aku hadapi esok. Tentu gesekan-gesekan akan aku alami disini, mudah-mudahan optimisme yang mengakar dalam diriku menjadi jalan kemudahan yang Allah berikan kepadaku. Dan diakhir perjalanan tahun ini aku merasa perlu memulai untuk membuat memoar, yang menjadi potret perjalananku setahun ini, tentu ada banyak pelajaran yang bisa ku petik selama ini. Semoga kebaikan-kebaikan, kemenangan-kemenangan kecil, prestasi-prestasi yang aku raih di tahun ini menjadi batu lompatan untuk meraih asa yang mengakar dalam jiwaku selama ini.


Selamat datang tahun 2011, cita-citaku yang masih berserakan semoga bisa ku kumpulkan menjadi satu karya di tahun 2011. Semoga doa-doa yang belum terkabul menjadi kenyataan ditahun ini, empat hal yang menjadi visi terbesarku yaitu kerja profesional, agama yang sempurna, konsistensi, dan karya nyata, menjadi kenyataan yang bisa ku petik diakhir tahun nanti. Allah mendengar doa hamba-Nya, dan tak akan ada yang menjadi kenyataan tanpa restu dan izin dari—Nya. Semoga dikabulkan. Amin.
Semangat!!Allahu Akbar!!!!


*Tanggal 01 Januari 2011, tepatnya pukul 00.15 WITA

1 komentar:

  1. Hanya ingin mewakilkan perjalanan bersama orang-orang yang sempat terlintas dalam benak ini,..adapun yang belum, semoga dilain waktu kita bisa bersua kembali,..

    BalasHapus

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin