`

`

Selasa, 04 Januari 2011

BERBICARA TENTANG MASA DEPAN

Mengawali tahun 2011 aku mencoba mengetengahkan sketsa perjalananku selama setahun, goresan yang semoga merepresentasikan keluh-kesah, rasa yang bercampur, asa, dan cita-cita dahulu yang masih terus menjadi mimpi dengan menulis “Kepingan Kisah Yang Menjadi Memoar”. Dalam pada itu aku terus mengiringi mimpi-mimpi besar dalam setiap lompatanku, aku ingin meraihnya. Sembari terus berbicara tentang kepingan cerita perjalanan yang menjadi sebuah sejarah, aku ingin menatap masa depan dengan optimisme, aku yakin ditengah keredupan masa lalu itu aku temukan ruang masa depan yang lebih gemilang. Dan aku ingin hadir di masa depan dengan sebuah konsep yang lebih mapan, sehingga aku mencoba menyadari bahwa berbicara tentang memoar itu adalah langkah pertamaku menginjakkan kaki di ruang masa depan. Aku mencoba menjelajahi ruang fikir yang berbicara takaran ilmu tentang ruang masa depan, sehingga aku berfikir sangat pantas untuk menghadirkan Teori dan konsep Rijalul Imam seorang Ketua Umum KAMMI Pusat Periode 2009-2010, dan merupakan penulis buku Menyiapkan Momentum, dan bersama-sama dengan Aktivis KAMMI yang lainnya menulis buku Capita Selecta KAMMI: Membumikan Ideologi, Menginspirasi Indonesia (2010). Yang di elaborasi oleh Syamsudin Kadir dalam Merebut Masa Depan: Sebuah Refleksi Untuk Aksi (Sebuah Pengantar)--(aku kutip dari blog pribadinya yaitu akarsejarah.wordpress.com)dengan penjelasan seperti ini:

Menurut beliau Memprediksi dan menyusun rencana masa depan dapat digali dari teori-teori berikut ini. Pertama masa depan terletak di Masa Depan itu sendiri. Kedua, masa depan terletak di Masa Lalu. Ketiga, masa depan terletak di Masa Kini, dan terakhir masa depan terletak di dalam al-Qur’an.

Terletak di Masa Depan (prediksionisme)
Menurut Rijalul Imam, teori “Masa depan terletak di masa depan” menyatakan bahwa kenyataan masa depan itu belum terjadi dan hanya akan terjadi pada saatnya kelak. Karena belum terjadi, maka masa depan itu terletak di masa depan itu sendiri. Untuk mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, alat ukur yang digunakan dari teori ini adalah melakukan prediksi. Dengan memprediksi, maka apa yang akan terjadi di masa depan dapat diduga.

Sebenarnya teori “masa depan ada di masa depan” ini adalah satu hal yang mutlak, namun persoalannya bagi kita yang ingin berjalan ke masa depan apakah hanya diam dan pandai memprediksi apa yang akan terjadi? Yang kita inginkan bukanlah menjadi pengamat masa depan an sich, lebih dari itu adalah menjadi pelaku di masa depan. Agar teori prediksionisme ini lebih aplikatif maka alat yang digunakan bagi para pelaku perubahan di masa depan adalah dengan melakukan perencanaan. Dengan menjalankan rencana maka sesuatu itu akan terjadi. Merencanakan lebih dari sekedar memprediksi. Merencakan adalah mewujudnyatakan sesuatu di masa depan, sedangkan memprediksi adalah menduga atau mengetahui sesuatu di masa depan.

Perencanaan adalah ilmu alat untuk lebih mendekatkan diri kita pada realitas masa depan. Walaupun kita tahu sebagai manusia yang lemah, bahwa apapun rencana kita, tapi Allah jualah yang menentukan. Allah berfirman, “Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi esok hari.” (QS. Lukman: 34). Ayat ini menjelaskan bahwa perencanaan apapun mengenai masa depan bersifat nisbi, bukan mutlak, yang mutlak hanyalah Allah.

Memprediksi maupun merencanakan sesuatu dua-duanya bersifat nisbi karena ia adalah upaya untuk menggapai masa depan. Yang perlu digarisbawahi dalam perumusan masa depan bagi umat dan diri kita adalah menyandarkan segala tujuan itu hanya pada Yang Mutlak. Dengan menyandarkan diri pada Yang Mutlak masa kini dan masa depan, maka kita mendapat pencerahan yang jelas, karena arahannya satu dan tidak bercabang-cabang. Dengan menentukan satu tujuan (Objective) maka segalanya dapat diarahkan pada tujuan itu secara terpadu.

Di dalam surat al-Insyiqaq ayat 6, Allah telah menjelaskan bahwa sesungguhnya semua manusia tengah menuju pada-Nya disadari ataupun tidak. Bagi yang menyadarinya maka ia harus bersungguh-sungguh menyandarkan diri dan perencanaannya hanya pada-Nya, menuju-Nya, dan menjalankan dengan cara yang diinginkan-Nya.
Allah menginformasikan, “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (QS. Al-Insyiqaq: 6).

Perencanaan membangkitkan umat dan bangsa harus disadari dalam rangka menuju dan karena-Nya. Dengan menyandarkan pada-Nya maka seluruh aktivitas menuju masa depan harus mengikuti alur yang telah dirumuskan dalam syari’ah(jalan)-Nya.
Bagi yang tidak menyandarkan diri pada dan menuju-Nya, maka ia akan mengalami apa yang digambarkan al-Qur’an sebagai berikut:

Dan barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka dia bagaikan jatuh dari langit, lalu disambar burung, atau dihempas angin ke tempat yang jauh. (QS. Al-Hajj: 31)

Orang yang tidak memiliki orientasi ketuhanan, ia akan selalu kebingungan, sering terombang-ambing, dan tidak ada tempat mengadu yang hakiki atas segala persoalannya, maka ia menjadi mudah goyah dan putus asa. Jadi, memprediksi masa depan dan merencanakan diri dan umat ke masa depan harus dengan mengikuti jalan dan informasi-informasi yang dikabarkan Tuhannya melalui perantaraan wayhu dan para utusan-Nya.

Terletak di Masa Lalu (romantisme)
Orang-orang Barat jika ingin mengetahui nasib sebuah bangsa di masa depan maka ia akan mempelajari masa lalu bangsa itu. Dengan mendeteksi fakta-fakta yang telah terjadi pada bangsa dan komunitas itu, dengan mudah dapat diduga akan seperti apa nasib bangsa itu di masa depan. Karenanya mereka sangat kuat penjagaan data-data dan arsip-arsip sejarah bangsa-bangsa. Karenanya juga mereka lebih mengenal bangsa itu melebihi para penduduk bangsa itu sendiri. Penduduk sebagai pelaku, biasanya abai terhadap apa-apa yang telah dilakukan oleh kaumnya sebelumnya, karena bagi mereka yang penting adalah hari ini dan esok hari. Tapi bagi kalangan orang-orang yang memiliki kepentingan politik, untuk menghegemoni suatu bangsa, mereka membaca ‘tubuh’ bangsa itu secara komprehensif dari masa lalu hingga masa ia hidup.

Dengan membaca masa lalu akan didapatkan keterangan-keterangan yang berharga, setidaknya dalam dua hal yakni: sesuatu yang tetap dan yang berubah-ubah. Karakter apa yang tetap pada bangsa itu dan pola-pola apa yang dapat berubah pada bangsa itu akan disikapi secara berbeda. Dengan mengetahui data-data pasti apa yang terjadi di masa lalu, mereka dapat melakukan intervensi sosial, ekonomi, politik, budaya, dan pemikiran dengan caranya yang kreatif. Seperti misalnya, apakah bangsa Indonesia adalah bangsa yang disiplin, jika ya maka pendekatannya adalah pendekatan formal. Sebaliknya jika bangsa Indonesia adalah bangsa penurut dan tidak efisien, maka ia akan dijajah dengan cara harus tunduk pada aturan mereka.

Teori masa depan terletak di masa lalu, cukup banyak digunakan dalam berbagai kesempatan baik dalam proses perencanaan diri maupun perencanaan organisasi dan negara. Dalam merencanakan diri, sebelum merumuskan visi yang ideal, maka perlu membaca sejarah diri terlebih dahulu agar ketika cita-cita ideal itu tidak tercapai tidak jatuh dengan keras. Makanya dengan membaca sejarah diri menjadikan diri kita lebih arif dan lebih realistis.

Bagitu pula dalam upaya membangkitkan umat yang sempat berjaya selama seribu tahun memimpin dunia, tapi karena pergerakan peradabannya mengalami deklinasi selama seratus tahun lebih, maka upaya penyehatannya tidak bisa satu dua tahun, perlu ada jangka waktu tertentu untuk mengalami terapi dan uji coba pengobatan.
Teori “masa depan terletak di masa lalu” ini disebutkan juga di dalam al-Qur’an surat al-Hasyr ayat 18 berikut ini:
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa-apa yang telah dipersiapkan untuk esok, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr: 18)

Ayat ini menganjurkan kita untuk melihat masa lalu yang sudah terjadi atau yang disiapkan untuk menuju masa depan. Dengan menganalisasi masa lalu akan didapat bagaimana format masa depan bangsa ini. Tapi jika kita tela’ah lebih lanjut penggunaan lafdziyah pada ayat ini, akan ditemukan bahwa ‘memperhatikan’ atau ‘melihat’ masa lalu itu tidak menggunakan lafadz ra’a (melihat), tetapi nadhara yang di antara varibel katanya adalah an-nadhariyah atau dalam bahasa kita diartikan teori. Lafadz nadhara adalah lafadz yang berarti melakukan teoritisasi. Jadi yang diperintahkan di dalam ayat ini adalah melakukan teoritisasi sejarah. Dengan melakukan analisis atau teoritisasi sejarah akan diketemukan tingkat kemampuan bangsa atau umat ini untuk bangkit kembali. Maka dari sanalah sejarah masa depan akan terbentuk.

Di sisi lain ayat ini juga memerintahkan kita untuk melakukan perencanaan diri menuju masa depan itu. Sebab masa depan itu hanya akan ditemui oleh para pelaku jika ia merencanakan diri. Jadi masa depan sebetulnya adalah kumpulan perencanaan yang mengalami kesepakatan-kesepakatan, benturan-benturan, dan kompromi-kompromi. Ustadz Anis Matta mengatakan jika memperhatikan secara seksama, “bahwa ayat pendek ini diapit oleh dua perintah bertaqwa dua kali, itu artinya bahwa ekspresi terkuat dari ketaqwaan adalah merencanakan diri.”

Terletak di Masa Kini
Madzhab yang mengatakan bahwa masa depan terletak di masa kini adalah madzhab realis. Yakni bahwa masa depan yang kita bicarakan itu adalah masa kini itu sendiri. Juga yang dimaksud dalam pandangan masa depan terletak di masa kini itu adalah bahwa apa yang dilakukan di masa kini akan berdampak pada realitas yang akan berkembang kemudian di masa depan. Tradisi yang diujicobakan saat ini lama kelamaan akan menjadi karakter yang terbawa-bawa hingga ke masa depan. Kenyataannya memang demikian, karena jika pun kita memiliki rencana yang teratur rapi dan sistematis jika tidak diaplikasikan rencana itu tidak akan mewujud nyata. Oleh karena itu, perencanaan di masa depan sangat ditentukan oleh kenyataan hari ini.

Teori masa depan terletak di masa kini menjelaskan bahwa apa yang terjadi di masa depan tergantung dengan usaha kita saat ini. Ustadz Hasan al-Banna mengatakan bahwa, “Hari ini adalah hasil dari mimpi kita kemarin, dan masa depan adalah hasil mimpi kita sekarang”. Persoalannya apakah kita memimpikan sesuatu yang akan terjadi di masa depan dan bekerja penuh untuk mewujudkannya. Maka jawabannya jika kita bermimpi dan bekerja, masa depan akan terbentuk oleh kenyataan hari ini. Demikianlah bagi mereka yang menjalankan hidup dengan visi besar dan perencanaan, ia akan menjalankan hari-harinya dengan bermakna. Dan dia akan selalu waspada jika apa yang sudah direncanakan itu akan mengalami kegagalan. Oleh karenanya mereka yang menjalani hidup hari ini-nya dengan penuh makna akan menkimati proses dan perjuangan yang berliku. Dan karenanya pula ia harus bersabar menjalankan proses itu. Allah berfirman:
Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu. Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu. Dan kamu akan dikembalikan kepada yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata; maka Dia akan memberitakan kepadamu tentang apa yang kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)

Berkenaan dengan ayat di atas, yang terpenting bagi kita sebagai makhluk yang tidak tahu kapan jadwal ajal tiba adalah bekerja dan bekerja, beramal dan beramal. Dan amal yang kita kerjakan bukanlah amal yang sia-sia melainkan amal yang memiliki nilai yang nggul. Nilai yang unggul ini sebenarnya bisa karena banyak faktor, di antaranya adalah niat (visi) maupun kualitas kerja dan manfaatnya itu sendiri.

Kerja yang visioner mungkin dapat kita ambil contoh tentang tiga orang badui Mesir di zaman kuno yang tengah mengangkat batu. Ketiga-tiganya mengangkat batu yang sama beratnya dengan keringat yang sama derasnya. Tapi ketika ditanya, tampak perbedaan niat atau visi kerjanya, dan dari sinilah justru kualitas nilainya dapat diperhitungkan. Coba perhatikan bagaimana mereka menjawab pertanyaan yang sama ini:

“Apa yang sedang anda kerjakan wahai budak?” Budak pertama menjawab, “Apa kamu tidak melihat saya sedang kelelahan mengangkat batu berat ini?” Setelah budak pertama lewat, budak kedua ditanya lalu dia menjawab, “Aku sedang membangun piramida.”
Lalu, budak ketiga ditanya juga setelah budak kedua lewat, dia menjawab begini, “Aku sedang membangun peradaban Mesir.”

Coba bandingkan, dari satu pekerjaan yang sama ditanya dengan pertanyaan yang sama tapi dijawab dengan jawaban yang menunjukkan kualitas yang berbeda. Kira-kira mana budak yang visioner dan sangat memaknai hidup hari-harinya itu? Saya yakin masing-masing kita bisa menjawabnya dengan cerdas.

Jadi, masa depan terletak di masa kini erat kaitannya dengan visi dan impian kita serta usaha kita untuk mewujudkannya, sesederhana apapun yang kita lakukan ia akan berdampak kepada alam masa depan kita.

Terletak dalam al-Qur’an
Terakhir, setelah kita mengetahui masa depan terletak di tiga masa: lalu, kini, dan esok, kita perlu meyakini bahwa masa depan juga terletak di dalam al-Qur’an. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ayat-ayat yang ber-asbabun nuzul, konon mengisyaratkan akan terjadi pengulangan dalam alam kenyataan di masa kini dan masa depan. Sejauh mana tingkat kebenaran proposisi ini perlu ada riset yang dilakukan untuk mendeteksi ‘pengulangan’ kejadian itu dalam rentang 1400 tahun pasca wahyu turun. Allahu a’lam. Yang jelas masalah masa depan dan kaitannya dengan asbabunnuzul ini termasuk masalah yang ghaib.

Yang dimaksud dengan masa depan terletak dalam al-Qur’an adalah bahwa al-Qur’an merupakan firman Allah yang dijadikan sebagai petunjuk bagi semua manusia. Dari zaman Nabi Muhammad saw. diutus hingga umatnya di akhir zaman al-Qur’an akan selalu relevan dan menjadi panduan yang dapat membimbing manusia pada jalan kebenaran. Di dalam al-Qur’an juga termaktub informasi-informasi bersejarah, fakta informasi al-Qur’an menginformasikan kekalahan dan kemenangan Romawi dijelaskan dalam surat ar-Rum, dan itu semua disaksikan sendiri oleh para sahabat Nabi. Hal ini bisa kita pahami dari penjelasan Allah pada bagian awal surat ar-Rum.

Dalam konteks kita sebagai umatnya di akhir zaman, apa yang diinformasikan dalam al-Qur’an sesungguhnya adalah informasi berharga dalam merekayasa masa depan. Bisa jadi ayat-ayat yang dikatakan ayat masa depan itu karena keterbatasan manusia memahaminya, seperti langit ini bagaikan bunga mawar yang merah, di masa lalu tidak dapat dipahami, tapi di era sekarang baru diketemukan dengan teknologi astronomi yang canggih. Begitu juga dalam aspek historis dan empirikal kehidupan manusia. Al-Qur’an mengabarkan bahwa goncangan alam dan kerusakan lainnya adalah diakibatkan oleh tangan-tangan manusia, dan kabar-kabar lain yang jika diteoritisasi ayat-ayat itu akan ditemukan fakta bahwa al-Qur’an menjadi pembimbing yang paling relevan untuk pengembangan umat manusia di masa yang akan datang.

Berkenaan dengan proyek peradaban di masa yang akan datang yang akan dihadirkan oleh umat Islam, sesungguhnya al-Qur’an telah mengabarkannya empatbelas abad yang lalu. Namun bisa jadi dalam kondisi kita yang belum melihatnya secara kasat mata maka hal itu menjadi bab keyakinan tersendiri bagi kita: tinggal apakah kita meyakininya ataukah tidak, lalu bagaimana kita mewujudkannya. Begitulah gaya al-Qur’an menghendaki agar kita bekerja dan merancang kebangkitan umat ini dengan kehendak al-Qur’an. Seperti kabar gembira bagi kaum muslimin dan umat manusia bahwa masa depan muka bumi ini akan diwariskan pada orang-orang shaleh sebagaimana termaktub di dalam surat al-Anbiya’ ayat 105:

Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr (Lauh Mahfuz), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.
(QS. Al-Anbiya’: 105)

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin