`

`

Jumat, 01 Januari 2010

AKU MENGGAGAS PII TANDINGAN

(Keping-keping kehidupan 5)

Aku adalah termasuk salah seorang yang pernah “dijebak” di PII. Setelah fakum 2 periode, Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) NTB, “menjatuhkan” pilihan ke saya sebagai ketua umum PII Kabupaten Dompu. Ya dengan proses musyawarah yang sedikit alot. Sebuah keputusan yang berani menurutku, karena aku hanyalah kader Intermediate Training (INTRA-Training tahap kedua di PII) yang belum begitu dalam mengenal PII. Seingatku Konferensi Daerah (Acara Pergantian Pengurus) diaksanakan satu minggu setelah Intra selesai aku ikuti di kabupaten Bima-Kabupaten yang menempuh perjalanan selama 2 jam dari Kabupaten Dompu.

Sebagai kader baru yang masih awam mengenyam dunia PII, tentu saja ketika diberi amanah itu, rasanya macam-macam (tapi bukan nano-nano), senang karena bisa menghidupkan PII lagi, bingung, takut, ndredeg, ya macam-macam pokoknya. Bisa dibayangkan ketika acara pergantian pengurus itu berjalan aku harus diajari banyak hal dan butuh waktu agak lama untuk meyerapnya. Aku kan sudah bilang kalau aku sangat awam. Berjejer disamping tempat dudukku teman-teman yang menurutku memiliki kemampuan lebih dari pada aku, mantan ketua sebelumnya-Abdul Hamid-dia juga mantan ketua osis di SMA ku, Mukhaiminul Ikhwan-Ketua Saka Bhayangkara-Pramuka, Andi Chandra-dia adalah temanku yang lebih awal mengenal PII 3 tahun dari pada aku, dan beberapa teman yang lain yang jadi pengurus inti juga di organisasinya.

Haruskah aku merasa tidak PEDE?
Ohh tidak, aku sudah bukan anak SMP yang manja, dan tidak PEDE, aku sudah sering keluar kota untuk mengikuti kegiatan saat itu. Aku tancap gas saja, aku segera menyusun kepengurusan dan jalan. Pengurusku saat itu bukan orang-orang baru tetapi teman genk ku, teman yang tiap hari menjadi tempat curhat, tempat belajar, bercerita, dan menyelesaikan masalah orgnisasi. Walau akhirnya mereka harus memilih untuk tidak begitu aktif karena tuntutan ujian nasional yang harus mereka penuhi. Ya seadanya-seadanya bukan menyurutkan semangatku tetapi justru melahirkan banyak teman yang akhirnya aktif di PII. Nah disinilah aku berfikir untuk menggagas PII tandingan.

PII tandingan. Sebuah gagasan yang lahir dari aku yang sangat awam mengenal PII. Tetapi gagasan itu muncul bukan tanpa alasan, justru sangat beralasan. Berawal dari undangan untuk mengikuti kegiatan regional se-Propinsi NTB, aku termasuk salah satu delegasi dari tiga delegasi yang diutus, dua orang lagi ada Wasidan, dan Mukhaiminul Ikhwan. Acara ini meninggalkan kesan yang menjengkelkan, aku merasa di jebak dalam permainan politik teman-teman yang hadir saat itu. Aku yang melihat PII sebagai organisasi yang “bersih” dari kepentingan merasa ini sebagai pelanggaran.
Beberapa waktu mengalir dan akhirnya hilang sekejap. Memang aku sengaja melupakan cerita itu. Aku ingin konsen pada kesibukanku di PII Dompu.

Pergantian pengurus baru di PW tidak berimbas pada aku dan PII di Dompu. Kita jarang di turba-I (turun ke bawah-kegiatan silaturrahim PW ke PD). Tidak pernah didampingi, apalagi pengurus kita yang baru seumur jagung. Beberapa PW yang bersilaturrahim (bukan kunjungan organisasi) hanya bercerita tentang keadaan PW yang mulai “rusak” banyak yang tidak aktif, mendiskusikan hal-hal yang tidak penting, memperdebatkan masalah daerah hanya untuk untuk menjatuhkan, dan satu hal lagi yang membuatku mangkel adalah PW selama ini sering turba ke daerah lain tapi tidak pernah singgah ke Dompu. Aku menganggap ini sebagai pelajaran yang tidak mendidik.

Aku akhirnya menggagas PII tandingan.
Aku benci ketidak adilan. Aku benar-benar tidak suka dengan sikap PW. Aku mengumpulkan teman-temanku. Ternyata tidak semua tertarik untuk membicarakan PII tandingan, sehingga hanya aku dan 2 orang temanku. Kabar ini didengar oleh PW setelah andi Chandra menginfokn ke mereka kalau kita telah membuat PII tandingan.
Berjalan cukup lama. Pelan-pelan kusadari, pelan-pelan ku mengakui sikap ini hanya lah buah dari emosi, ketidakpuasanku atas sikap PW yang tidak memperhatikan kita. Ini sifat asli yang selalu ingin menang, tidak ingin ditekan, ingin dihargai telah menyelinap diruang rasa, semua ku lakukan demi PII ku tercinta. Betapa rapuhnya hati, betapa sombongnya diri! Ini mungkin ujian pertama yang ku lewati bersama “rumah” ini.

Sejak kesadaran itu muncul, aku melihat kemajuan. PW mulai turba, sering menghubungi aku untuk sekedar bertanya tentang kondisi PII Dompu. Dan di akhir kepengurusan turun untuk mengelola training yang aku selenggarakan, dan datang untuk menyaksikan penyerahan amanah ke pengurus baru dan meantik mereka.
Sesungguhnya hanya butuh kesabaran sedikit lagi untuk menunggu semua yang diharapkan, bisa jadi semua yang memberikan penyelesaian bukan kita tetapi Allah yang sedang menguji kasabaran kita lewat masalah yang diberikan. Dia sangat penyayang, Maha segalanya, tak ada yang setara dengan-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin