`

`

Rabu, 16 Desember 2009

SANG JURU KUNCI



(Persembahan di titik akhir perjalanan)

Dahulu kala di sebuah desa di negeri antabaranta lahirlah seorang anak laki-laki yang gagah dan lucu. Anak laki-laki itu diberi nama Si Juru Kunci, nama yang sangat asing dinegeri itu tetapi mengandung makna filosofi yang begitu mendalam yang jika dimaknai akan mengantarkan kita pada warna-warni perjalanannya. Dia lahir dari keluarga sederhana, tinggal digubuk kecil, dibesarkan dalam kesahajaan. Dia tumbuh dan besar dalam dekapan cinta dan air mata, dalam desahan nafas yang sering terhentak oleh sentilan-sentilan problem yang melengkapi kesederhanaannya. Hijau alam dan kicau burung yang sering menjadi nada pagi penyegar hati, tidak lama dinikmati karena hegemoni alam begitu mengakar dalam pendewasaannya, mencolek kekokohan diri yang terus mencari arti hidup yang sebenarnya.


Sijuru Kunci lahirnya disambut dengan penuh cinta, senyum yang begitu indah, wajah yang berseri-seri memberi pesan tersirat baginya tentang kehidupan ini. Sejak kecil sampai umur 19 tahun ia hidup dalam keterkungkungan cinta, beberapa waktu membuka jendela rumahnya untuk melihat alam yang begitu luas. Saat itu memang situasi sosio-politik sedang carut-marut, peperangan dimana-mana, darah berceceran dijalan-jalan yang biasa dilewatinya ketika bermain, suara meminta tolong menggema dan tiba-tiba dalam sesaat menghilang sampai tak terdengar titik-titik suara yang mungkin saja bisa dicari kemana sumber suara itu berasal. Sungguh kondisi yang jelas telah tergambar dalam konseptualitas konflik yang sangat klasik, terlahir dan terwariskan oleh cerita orde baru yang hegemonistik.

Di umur yang sudah mulai beranjak dewasa si Juru kunci mulai menggugat eksistensinya yang hanya bagai bongkahan mayat yang bernafas-tak punya arti dan tidak memberi manfaat bagi orang-orang yang bereteriak meminta tolong bahkan bagi burung-burung yang kehilangan makanan akibat kekeringan yang berkepanjangan. Dalam sujud panjangnya meminta petunjuk pada Zat yang diyakini nya sebagai Kekuatan yang tak pernah punya tandingan, dia mulai berontak, nuraninya berkata dia harus tandang ke gelanggang, bergabung dibarisan orang-orang yang sedang berjuang untuk masa depannya dan masa depan negerinya.

Setelah berkontemplasi begitu lama, ia mulai menentukan langkah, keluar dari zona nyamannya, mencari perguruan beladiri yang ia harap bisa membekali untuk menjejaki ruang kehidupannya saat itu. Seluruh sudut desa telah ia lewati, makanan yang dibawanya sebagai bekal telah habis, ia pulang dengan tangan hampa, serasa tak ada asa yang bisa diharap. Sesaat hatinya bergumam, terdengar suara yang mengajaknya kesebuah perguruan beladiri yang telah berdiri cukup lama tetapi murid yang bisa dihitung dengan jari. Yach, disana dia belajar dan menimba ilmu, berguru dan berbakti, menyelami hidup sedalam mungkin, gubuk, cinta, dan kasih sayang telah ia tinggalkan demi obsesi dan cita-citanya untuk masa depan dan negerinya.
Usai sudah masa ia berguru, saatnya harus mengembara, menjelajah negeri antarabaranta, melewati ruang-ruang sulit demi cita mulia, mencari cahaya untuk menerangi gubuk tempat ia diahirkan.

Setelah itu ia kembali ke gubuknya, mencoba membuka pembicaraan tentang rencana pengembaraannya, seiring waktu akhirnya mendapat restu. Didapatnya perbekalan pakaian dan sedikit makanan pengganjal perut, diciumnya tangan kedua orang tuanya sembari berdiri didepan pintu gubuk dan memulai langkah pertamanya dengan bacaan basmallah.

Dimulainya pengembaraan itu, ditutupnya segala derita dan air mata negeri yang telah ia rasakan, berjalan dengan tegaknya, mata yang menyorot masa emas yang akan ia raih. Berjalan-melewati padang rumput yang begitu luas, tebing yang menjulang, bukit, pegunungan, dan sesekali harus berenang menyusuri sungai dan danau demi citanya. Tidak mulus memang sehingga dalam beberapa kali ia harus menunaikan hak tubuhnya-merapat dengan pohon, dedaunan, dan makhluk kecil yang memelas kehangatan darinya.

Bersambung....

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin