`

`

Minggu, 27 Desember 2009

OBROLAN SANTAI, MENYENTIL GAYA BERPOLITIK DI KABUPATEN DOMPU


Judul ini yang mungkin sedikit lebih tepat dari beberapa judul yang coba ditabulasi untuk menggambarkan dialog ini. Dialog yang terjadi disitus pertemanan-facebook, berawal dari sekelumit tulisan yang dikirim ke sebuah situs baru-sedang menggagas tentang pengembangan tekhnologi, dan memiliki keterikatan dengan pemerintah propinsi yang jika dalam beberapa waktu kedepan dipantau dan mengalami perkembangan akan dipercayakan mengelola program yang lebih besar. Dialog ini juga mengalir berawal dari kedekatan cultural sebagai mahasiswa yang pernah merantau di satu daerah diwilayah Jawa. Penggalan obrolannya seperti ini;
Si A : ass
Si B : walaikumsallam
Si A : gimana kabarnya?
Si B : baik-baik, lagi dimana ni?
Si A : masih di tempat lama, sedang mengejar takdir, skrg sudah sukses ya mas..?
Si B : yeeee....sukses dr mana…Sama aja,..masih ngeraba-raba
Si A : orang-orang sukseskan banyak yang ga lulus kuliah jg mas,..
Si B : hahhaaaa....iya, tp di Dompukan beda,..apa-apa harus ada inilah, itulah
Si A : iya itu kn omongannya orang mas,..yang jalani kan kita,..
Si B : betul...tp lama-lama pressurex luar biasa...sy sampe ga betah
Si A : tp ga tahu ya mas, aq kan belum ngerasain tinggal di Dompu sekarang ya,..
Si B : hehehee…siap-siap aja….poko'e parah wes menurutku
Si A : okey mas,..iya ceritannya teman-temanku ya gitu juga,..
Si B : mungkin gara-gara banyak pengangguran…jd tiap hari kerjaannya cuma nyari kesalahan orang lain
Si A : iyo,..karakter tuch klo itu,..makanya kita bangun lewat buku,..hehehehe
Si B : iya tuh..betul,.
Si A : ngomong-ngomong, programnya gimana?
Si B : mudah-mudahan jalan program kita, kan luar biasa kalau akhirnya pemerintah punya perhatian khusus…
Si A : amiin,..klo tentang menulis dan ngeblog..saya dukung,..kalau politisi sekarang sudah banyak mas,..
Si B : iya itu dia,..kita kemaren diwanti-wanti biar independent
Si A : iya mesti begitu cak,..
Si B : klo ga gitu, bisa dimanfaatin ama pihak-pihak yang punya kepentingan
Si A : siip,..
Si B : kita rada was-was,..pasti klo dah jalan pasti banyak orang yang deketin kita buat pasang tampang,..kemarin aja ada orang yang nawarkan sesuatu yang ingin
menengkspos dirinya,…
Si A : wah politis banget,..
Si B : kita si ketawa-ketawa aja,..hahahaha…
Si A : hahaha,…zaman sekarang kan ga kayak zaman orde baru ya,..jd sudah pd tahu yg begituan,..
Si B : iya...mudah-muudahan ga ada masalah kedepannya,..
Si A : ya amiin,..secara dompu gitu ya,..kuasar banget kalau berpolitik,..
Si B : iyo,…udah sangat parah malah,..akut,..
yg paling parah, pns yng bertentangan ama bupatinya,..dijamin dimutasi jauh-jauh,..
Si A : Iya mas betul banget,..
Si B : aku off dulu ya,..ntar kt lanjutin ngobrolmya,,
Si A : okey,..

Begitu lebih kurang rekaman percakapan yang awalnya hanya sekedar “say hello” dan obrolan santai pada akhirnya obrolan merambah ke kondisi masyarakat di Dompu. Jika dilihat secara sekilas percakapan di atas hanya sekedar curhat biasa tentang kondisi masyarakat dan politik di Dompu, tetapi ini bukan hal baru, tetapi tradisi lama yang semakin hari justru menjadi karakter dan ciri khas daerah Dompu. Maka pada beberapa isi percakapan tentang kebisaan masyarakat dan tradisi poitik di atas saya tertarik untuk mengkajinya lebih dalam, walau hanya sekedar percakapan biasa tetapi tentunya sebagai masyarakat asli Dompu kita pada akhirnya diajak untuk mengeksplorasi semua rasa yang selama ini telah membeku dalam hati kita sekalian.

Kondisi yang sedikit menjadi bahan dialog pada percakapan di atas sepertinya jelmaan dari Neo orde baru, cerita seperti ini sangat akrab di tahun-tahun delapan puluhan-masa keemasanya Soeharto. Masa yang di klasifikasikan oleh Abdul Azis Thaba sebagai fase resiprokal kritis-fase yang hubungan antara Islam dan Negara ditandai oleh proses saling mempelajari dan saling memamahami posisi msing-masing. Pemerintah menyodorkan konsep asas tunggal bagi orsospol dan selajutnya untuk semua ormas yang ada diIndonesia. Fase yang menurut Eep Saefullah Fatah sebagai fase yang dimana ada rezim yang sangat represif, dan sebuah kondisi yang menutup ruang dialogis.

Kondisi seperti ini berjalan cukup lama hingga kini, percikan reformasi ternyata tidak melahirkan budaya demokrasi dan profesionalisme ditingkatan birokrasi. Ini potret politik yang sangat khas dengan aroma politik zaman orde baru, bedanya mungkin pada model represi pemerintah terhadap rakyat yang dianggap kontra dengan pilihan politik pemerintah. Di zaman orde baru, sikut-sikutan itu biasa, lebih ekstrim mungkin sampai pada penculikan aktivis, orang-orang yang vocal dalam mengkritik kebijakan orde baru tinggal menunggu giliran diculik saat itu. Menurut Andh Rahmat dkk dalam gerakan perlawanan dari masjid kampus bahwa legitimasi orde baru terletak pada kemampuannya dalam memperlihatkan kinerja ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan yang tinggi, dengan menjadikan ekonomi sebagai “panglima”, masyarakat “dipaksa” untuk tidak berpolitik. Hampir persis sama dengan saat ini di Dompu, tetapi menjelma dalam model pemecatan dan pemutasian. Saya masih ingat di tahun 1994 disemua rumah PNS harus ada stiker partai penguasa yang saat itu menjadi rezim, bahkan ketika saat itu karena masih kecil dan tidak tahu apa-apa saya lantas ingin melepas stiker yang ditempel didepan kaca rumah, dan saat itu ibu saya langsung menegur dan berkata “jangan dilepas, nanti dilihat orang”. Pesan ini cukup sederhana tetapi saya sampai saat ini belum sempat menanyakan siapa orang yang lantas harus ditakuti ketika melihat saya melepas stiker itu, saya pada akhirnya jadi berfikir tentang bagaimana hegemoniknya kehidupan saat itu. Ada lagi beberapa kasus pemutasian Camat, guru, kepala sekolah, dan yang jelas ketika pilihan politik rakyat berbeda dengan penguasa maka selanjutnya harus bersiap untuk hidup dibawah bayang-bayang pemerintah.

Kondisi ini harus segera diobyektivikasi oleh pemeran utama yang merengkarnasi sebuah rezim yang telah tumbang. Saya yakin dengan pernyataan bahwa kehidupan ini adalah siklus yang terus berputar, bukan tidak mungkin sesuatu yang pernah terjadi beberapa dekade sebelumnyapun akan terjadi pada saat ini. Satu hal yang sangat positif ketika kondisi ini sudah pada titik kulminasi, maksudnya dalam kondisi yang hegemonik dan ruang dialogis sudah tertutup seperti ini yang menurut Eep Saefullah Fatah marupakan lahan subur bagi tumbuhnya ketidakpuasan dan kekecewaan politik dikalangan kaum muda dan mahasiswa. Kekecewaan yang terus-menerus dan menggumpal inilah yang melahirkan alternatif-alternatif pencerdasan politik. Eep Saefullah Fatah menambahkan maka berbondong-bondonglah kaum muda mencerdaskan dirinya dengan berbagai cara. Hasil akhirnya bisa dipastikan yakni munculnya pandangan-pandangan kritis dan curiga pada pelbagai bentuk kemapanan.

Dan hari ini embrio itu sudah mulai muncul-menggugat kebijakan pemerintah atas nama rakyat. Walau sesekali disudut sana muncul gerakan yang sama tetapi ditunggangi oleh kepentingan oknum penguasa sebagai pihak yang ingin diakui sikapnya sebagai sebuah keberan. Ya mungkin mereka menunggangi sura mahasiswa yang idialismenya sudah tergadaikan oleh selembar rupiah tetapi gerakan-gerakan ini suatu saat akan bermetamorfosa menjadi kekuatan yang kokoh karena idialisme tak pernah mati. Ya terinspirasi oleh angkatan 08, 28, 45, 66, 74, 78, dan 98 akan lahir kaum muda intelektual yang mencoba menerjemahkan semangat angkatan itu dalam menghadapi realita kekinian. Dan pada akhirnya memang harus mengambil sikap, mengutip tulisanya Abdul Azis Thaba bahwa beberapa elemen reformis harus memilih gerakan etik dari pada gerakan politik yang melakukan pressure terhadap kekuasaan. Gerakan etik menggunakan simbol transformasi nilai oleh seluruh elemen. Gerakan ini lebih efektif diakukan oleh komunitas-komunitas atau organisasi Islam melalui alokasi nilai-nilai ke-Islaman. Ditingkat masyarakat dengn melakukan “gerakan penyadaran”, yaitu sosialisasi nilai-nilai politik, sedangkan pada tingkat pemerintah dilakukan dengan metode pendekatan personal, seperti berbagai lobbying. Dan satu hal yang harus dihindari adalah tindakan yang mengarah kepada koalisi yang mengabdi pada kepentingan-kepentingan individu dan sesaat. Perlu ada “koalisi besar” yang mampu mengimpun potensi yang berserakan.

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin