Menanti status baru memang penuh rasa
yang tak biasa, menjadi suami yang penuh siaga, harap-harap cemas karena ini
merupakan pertarungan antara hidup dan mati.
Sejak awal bulan September, usia
kehamilan istri sudah masuk 8 (delapan) bulan lebih, saya dan istri memutuskan
untuk menyiapkan kelahiran bayi pertama kami di rumah mertua. Pilihan terbaik
menurut kami sekaligus memenuhi keinginan mertua yang berharap mereka jadi
orang pertama yang mendengar tangisan cucu pertama mereka.
Selama 1 (satu) bulan di rumah mertua,
aktivitas saya tidak terlalu banyak, hanya membantu mertua berjualan, dan
membantu istri untuk disiplin soal jadwal jalan kaki pagi dan sore hari, karena
menurut saran beberapa orang yang pernah melahirkan, sering berjalan kaki
sangat membantu memudahkan ketika proses melahirkan.
Sudah genap 1 (satu) bulan kami dirumah
mertua. Masuk bulan Oktober membuat saya jadi suami siaga. Menurut hasil USG, dokter
memperkirakan istri saya akan melahirkan antara tanggal 15-18 Oktober 2014.
Tinggal menghitung hari kami akan berubah status menjadi bapak dan ibu. Karena
ini adalah anak pertama kami, tentu perasaan kami tidak bisa diterjemahkan
dengan kata-kata, ikhtiar yang terbaik tentunya kami lakukan untuk calon
mujahid/mujahidah kami.
Hari Perkiraan Lahir (HPL) makin dekat, buat
kami semakin siaga. Bapak dan ibu mertua juga ikut menyiapkan semuanya; dari
konsultasi ke bidan, konsultasi ke dokter kandungan, sampai menyiapkan segala
perlengkapan bayi. Dalam kecemasan tentu kami turut diselimuti kebahagiaan
karena sebentar lagi tamu baru yang telah ditunggu lebih kurang setahun akan
hadir ditengah kami semuanya.
Semakin dekat dengan tanggal 15 dan 18
semakin sering saya mendengar curahan hati istri yang takut menghadapi proses
melahirkan. Dia selalu inget cerita sulit dan sakitnya proses melahirkan. Saya
sering mengatakan kepada istri saya bahwa yang melahirkan itu tidak hanya dia,
tetapi semua wanita merasakan proses itu, tetapi mereka tetap hidup setelah
berusaha kuat melewati perjuangan hidup mati. Saya juga mengingatkan bahwa
luruskan niat dan orientasinya, tanamkan dalam diri bahwa niat melahirkan
adalah sebagai bagian dari ibadah, membantu seorang manusia yang bakal menjadi
generasi muslim. Dengan menanamkan niat seperti ini, meninggalpun telah dicatat
sebagai kebaikan.
Dan saat-saat seperti ini saya rasa
sebagai saat-saat terindah, adalah saat terbaik bagi kami untuk mulai
menanamkan keikhlasan dalam diri jika saja melahirkan menjadi jalan buat saya untuk kehilangan salah satunya; istri saya atau calon bayi saya. Mungkin ini
adalah rasa yang sulit dihadirkan apalagi untuk diterima oleh kami disaat yang
semua orang pasti merasa ini adalah saat-saat yang sangat membahagiakan, tetapi
kami mesti mulai membangun kesadaran bahwa kami tidak mungkin memaksa Allah untuk
mengikuti nafsu atau keinginan kami, kami mesti mulai belajar untuk yakin bahwa
apapun yang kami hadapi sebagai bagian dari ketetapan Allah sudah tentu menjadi
yang terbaik menurut Allah buat kami.
Saya merasa bahwa membangun nilai-nilai
ikhlas, nilai tawakkal, dan nilai-nilai yang lain dalam konsep membangun
keluarga Islami menjadi kewajiban saya sebagai suami, kewajiban pula bagi istri
sebagai calon ibu dari anak kami nanti. “Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan”
sehingga diskusi dan berbagi ilmu memang sering kami lakukan ketika sedang
berdua. Semoga tak ada kata terlambat bagi kita semua untuk belajar menjadi
suami, menjadi istri, dan menjadi orang tua.
Sudah masuk tanggal 15 bahkan sudah
lewat dari tanggal 18 Oktober 2014. Tepatnya sudah tanggal 19 Oktober 2014.
Belum juga ada tanda-tanda mau melahirkan pada istri saya. Bapak mertua setiap
pagi bahkan selalu menanyakan kepada istri saya, ibu mertua juga mulai sedikit
khawatir, takut kehamilan anak pertamanya ini sudah lebih jauh jaraknya dari waktu
yang diperkirakan oleh dokter. Saya hanya semakin sering mengingatkan istri
bahwa momentum itu selalu tepat, pasti ada waktunya sendiri, kalau saatnya
melahirkan sudah datang tidak ada kuasa kita untuk menghalangi, jadi
menenangkan diri lebih baik sembari berdo’a kepada Allah semoga semuanya
lancar, semuanya sehat, dan istri saya dan bayi kami selamat.
Keesokan harinya, tanggal 20 Oktober
2014. Jam 07.00 pagi. Istri saya melihat ada keluar darah dan lendir. Kami
mengartikan bahwa inilah waktu yang ditunggu-tunggu itu. Saya dan ibu mertua
menyiapkan perlengkapan melahirkan dan perlengkapan bayi. Kami bergegas menuju
rumah bidan. Bidan ini yang jadi tempat konsultasi selama ini, tempat bertanya
seputar keluhan kehamilan. Bapak dan ibu mertua menunggu didepan rumah bidan
sementara saya dan istri masuk ke ruangan praktek. Setelah istri saya
dibaringkan dan diperiksa ternyata menurut bu bidan, belum ada tanda-tanda
bahkan waktu melahirkannya masih lama. Setelah berkonsultasi banyak hal dan
merasa tidak puas dengan penjelasan bu bidan yang dikenal cukup ramah dan
tenang menangani pasien ini, mertua dan istri saya memilih datang ke tempat
praktek dokter kandungan yang dikenal cukup bagus di kota Mataram. Dan setelah
berkonsultasi ke sana pun mereka mendapatkan jawaban yang sama. “Masih belum
ada tanda-tanda mau melahirkan, sekitar seminggu lagi kalau masih belum ada
tanda-tanda mau melahirkan, nanti kesini lagi”. Begitulah kira-kira jawaban
dari dokter kandungan.
Antara sedikit tenang dan khawatir
sepulang dari dokter kandungan, bapak dan ibu mertua serta istri memilih untuk
berjalan-jalan di mall di pusat kota Mataram. Setelah satu setengah jam mereka
berkeliling area mall merekapun pulang ke rumah. Dan suasana dan aktivitas
kembali seperti biasa, mengurusi warung makan dan mengobrol ringan dengan
keluarga dirumah hingga waktu shalat magrib tiba.
Sekitar jam 21.10 wita istri saya mulai
mengeluh sakit perut. Rasa sakit yang tidak biasa. Sebentar sakit kemudian
sebentar lagi kembali tidak sakit. Lebih kurang jaraknya sekitar 10 menit.
Akhirnya kami satu keluarga mengantar istri saya ke Rumah Sakit Bersalin Tresna
Mataram. Lebih kurang pukul 21.50 wita istri saya ditangani oleh petugas dan
dokter disana.
Terdengar pembicaraan dari petugas yang
menangani, “ini sudah bukaan 10” sebentar lagi melahirkan. Setelah itu saya
diminta menemui perawat dimeja kerjanya.
Maaf
pak, istri bapak sudah bukaan 10.
Sebentar
lagi akan keluar.
Tetapi
maaf sebelumnya, istri bapak ingin melahirkan normal jadi akan banyak resiko.
Kalau
tidak ibunya ya anaknya.
Kepala
bayinya masih diatas belum bisa keluar.
Sekitar
1 jam lagi dari sekarang mudah-mudahan langsung bisa keluar bayinya.
Kalau
tidak bisa terpaksa kami ambil tindakan operasi.
Atau
sewaktu-waktu jika ada kondisi yang membahayakan ibu maupun anaknya kami juga
akan ambil tindakan operasi.
Terimakasih
bapak Noval, silahkan tanda tangani (sambil menyerahkan berkas penanganan
medis).
Setelah itu saya kembali menghampiri
istri saya yang sedang terbaring dan menahan rasa sakit. Semakin dia berkeringat
dan menahan rasa sakit, saya mengusap dahinya dan mengingatkan dia untuk
berzikir. Dan datanglah dokter yang menangani proses melahirkan. Namanya dokter
Lily. Tidak lebih dari 15 menit istri saya berjuang merasakan sakit dan
berusaha sekuat tenaga akhirnya bayinya keluar. Cowok.
Antara percaya dan tidak, hanya butuh
waktu 15 menit buat istri saya untuk melewati proses hidup mati itu. Dan detik
itu juga kami resmi menjadi ayah dan ibu. Luar biasa, saya bersyukur kepada
Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam proses melahirkan, dan bangga
kepada istri saya yang telah mampu melewati proses ini dengan mudah.
Dan sekarang mulailah cinta ini kami
bagi seiring bertambahnya anggota keluarga yang akan selalu menjadi perlipur
lara dan penyemangat hari-hari kami kedepan. Semoga kami mampu menjadi orang
tua teladan dan anak kami menjadi anak yang sholeh dan berbakti kepada kedua
orang tua serta menjadi generasi terbaik di zamannya.Amin
0 komentar:
Posting Komentar