`

`

Jumat, 24 Desember 2010

MUTASI MASSAL (Sebuah Refleksi)

Membaca judul ini sekilas memori kita mungkin akan menghadirkan beberapa kegiatan sosial yang marak dilakukan oleh kelompok tertentu dalam masyarakat kita. Menyebut mutasi massal ini secara spontanitas kita mungkin akan menyejajarkannya dengan sunatan massal, nikahan massal, dan beberapa kegiatan lain yang menjadi rangkaian bakti sosial padahal keduanya merupakan dua hal yang kontraproduktif. Kalau berbicara tentang bakti sosial secara defintif ini adalah kegiatan sosial yang menjadi bagian terkecil dari kegiatan mensejahterakan masyarakat. Sementara ketika kita berbicara tentang Mutasi Massal sangat akrab dengan tendensi politik yang mewarnai konstruksi sebuah pemerintahan di daerah. Seperti sedang terjadi di Kabupaten Dompu. Mutasi Massal ini biasanya beriringan dengan proses pergantian kekuasaan, Pergantian kekuasaan Bupati yang satu ke Bupati yang lain. Ketika pilihan ini berstandar profesionalisme dalam arti luas saya kira ini adalah progres yang sangat bagus untuk kemudian memberikan reward pada
orang-orang yang berprestasi melakukan bakti kepada Bangsa dan Negara atau khususnya Kabupaten Dompu. Begitupun sebaliknya mutasi ini juga dilakukan dalam rangka memberikan punishment kepada Pejabat Negara yang tidak amanah sehingga proses mutasi ini dilakukan untuk memberikan ruang refleksi kepada mereka sehingga bisa bekerja lebih baik lagi kedepannya.

Sangat ironis ketika Mutasi Massal atau Mutasi besar-besaran ini dilakukan hanya untuk memuaskan libido politik beberapa orang. Saya mencoba positif thinking dengan Pemimpin kita hari ini yang ingin melakukan perubahan yang terejawantahkan dalam visi dan misi bupati selama satu periode kedepan. Namun ketika melihat Mutasi Massal ini kita akan bertanya Kemudian siapa yang melakukan mutasi besar-besaran ini?Bupati kah?Atau mungkin orang-orang terdekat Bupati?Atau bahkan hanya pendatang baru yang sebenarnya tidak tahu tentang raport para pegawai tetapi karena politik balas dendam sudah menjadi orientasinya sehingga menutup ruang rasionalitasnya.

Mutasi ini seringkali terjadi pada masa awal pergantian kekuasaan, ketika legalitas Bupati sudah ada maka yang akan dilakukan pertama kali adalah Mutasi pegawai Negeri. Ini adalah masa transisi yang sangat berat dirasakan oleh rakyat negeri ini terutama oleh para pegawai yang sekian lama telah mengabdi di bumi Nggahi Rawi Pahu. Tan Malaka dalam risalahnya yang berjudul Massa Aksi, mengatakan bahwa setelah rezim otoriter ditaklukan oleh kekuatan rakyat, maka selalu saja ada satu masa yang disebut sebagai masa peralihan. Dan ini sesungguhnya adalah masa yang sangat kritis. Menyetir ungkapan Tan Malaka ini saya ingin melanjutkan bahwa kita memang tidak sedang hidup di masa orde baru, kita sebenarnya hidup dimasa kemerdekaan tetapi kita tidak pernah merdeka dengan hak dan kebebasan berekspresi kita karena dibatasi oleh represifitas penguasa. Dan masa peralihan yang disebut Tan Malaka dalam risalahnya merupakan masa paceklik yang berkepanjangan dirasakan oleh rakyat kita sampai hari ini.

Bagaimana tidak mutasi ini dilakukan sangat bebas standar, sangat jelas pemimpin kita menggunakan standar ganda. Disatu sisi mengelus sementara disisi yang lain membanting mereka yang ingin merdeka. Wajar tidak ketika kita menyebut ini adalah emperialis di negeri sendiri?Kita bisa melihat bagaimana para kepala sekolah yang punya prestasi bagus kemudian dimutasi menjadi guru biasa bahkan diberhentikan dari jabatannya, begitupun sebalinya ada pegawai negeri yang masih awam mengenal realitas pendidikan di daerah kita tetapi kemudian didongkrak ke jabatan yang sangat strategis. Sehingga di saat beberapa kelompok yang sedang memperjuangkan nasib dan orientasi pendidikan kita tetapi disaat yang bersamaan pendidikan dijadikan sebagai komoditas politik. Bisa dibayangkan oleh kita ketika intrik poltik yang tidak bermoral ini menghegemoni kemurnian proses pendidikan yang sedang kita lakukan. Lantas siapa yang akan memperhatikan pendidikan kita?Mau dibawa kemanakah orientasi pendidikan kita?

Sekilas menghadirkan memori lama tentang fakta-fakta yang terjadi sekitar tahun 2000-2001, atau mungkin fakta itu masih membumi hingga saat ini. Dimana ketika terdapat beberapa murid yang tidak naik kelas maka insiden pengejaran terhadap guru dengan benda tajam, pemukulan terhadap guru-guru kelas, menghancurkan gedung sekolah, bahkan disalah satu sekolah ada seorang murid yang melepas panah tajam dan menusuk leher gurunya. Nah ini realitas yang ironis yang sangat nampak di mata kita sekalian. Ketika fakta ini ada lalu apakah yang terjadi pada pendidikan kita?Apakah yang belum terselesaikan?

Dan bagaimana dengan hari ini ketika libido politik telah menghegemoni dunia pendidikan kita, Atau jangan-jangan ini adalah propaganda besar yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang ingin menghancurkan kearifan lokal bumi Nggahi Rawi Pahu ini, sehingga cara strategis untuk membuat kita hancur berkeping-keping adalah hanya dengan memecah belah dan membuat konsep pendidikan kita tidak pernah tentu arah.

Mari kita semua berangkat dari titik yang sama untuk merefleksikan eksistensi perjuangan kita hari ini, sekaligus memulai tindakan efektif kita untuk berbuat demi bangsa dan Negara teutama Islam yang kita cintai. Dalam buku Merebut Masa Depan : Sebuah refleksi untuk Aksi (Sebuah Pengantar), Syamsudin Kadir mengatakan Perubahan hanya dapat dilakukan karena adanya agenda refleksi dan aksi sekaligus. Syamsudin Kadir juga menambahkan bahwa disamping kemampuan reflektif, kita sebagai bangsa-terutama kaum muda-indonesia juga perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunya agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang nyata. Kemajuan bangsa kita tidak hanya tergantung kepada wacana tetapi juga agenda aksi yang nyata.

Yang pasti kita harus berubah! Siapapun yang membaca tulisan ini saya kira kita harus bersuara lantang dan menyamakan ritme dengan satu notasi. Sekerasnya kita harus katakan bahwa “Kita harus Berubah!!”. Marilah kita mencoba untuk menghadirkan nurani kita untuk berbicara sesungguhnya apa yang sedang kita kalutkan saat ini, supaya kemudian tidak ada yang hanya berseloroh dan meratapi kegagalan disetiap lompatan yang sedang kita lalui. Bangsa ini milik kita, daerah yang menjadi medan juang kita hari ini adalah milik kita bersama, siapapun saya yang menulis ini yang pasti nurani saya berkata selayaknya pemimpin dan orang-orang besar daerah ini bermimpi tentang masa depan rakyat kita nanti.

Kita tanggalkan baju-baju kuasa kita, ego-ego politik kita, tendensi-tendensi primordial kita, mari kita sama kan visi untuk formulasi gerak yang lebih lincah, produktif, dan sangat efektif sebelum nurani kita hilang oleh apatisme dan pragmatisme belaka. Dan sebelum langkah pertama ini kita mulai sejenak kita memandangi masa lalu yang cukup kelam yang telah terlewati-hitamnya masih belum pekat, ikhtiar kita harus lebih keras dari pekatnya masa lalu sehingga menatap masa depan gemilang itu dengan semangat dan optimisme.

Dan pertanda perubahan ini sudah mulai nampak dipermukaan, mari kita baca bersama-sama, jangan terus bersembunyi dibalik bayang-bayang kekuasaan, atau hanya menjadi boneka suruhan, kita harus merdeka mencerdaskan orang-orang yang tertindas, dan mengambil bagian dari jejak sejarah ini atau akan tergilas oleh jaman yang tak pandang bulu.
Mari berjuang untuk sebuah perubahan!!

1 komentar:

  1. Maunya kajian kritis biar ditanggapi serius, malah lahirnya reflektif,..
    ga apalah semoga yang sedikit ini bisa difahami,.
    Buktikan,..!!

    BalasHapus

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin