`

`

Jumat, 26 Februari 2010

MENCARI DAN MENEMUKAN KETENANGAN

Pada hari rabu, 24 Februari 2010. Hari yang menurutku istimewa. Baru sekali dalam seumur hidupku. Saat dimana aku disah kan jadi Sarjana Pertanian (SP). Bagi sebagian orang mungkin ini biasa, bagi teman-teman yang sudah merasakannya mungkin juga tidak memiliki arti tapi bagiku LUAR BIASA. Walaupun hanya sekedar dua huruf dibelakang nama, tetapi ini adalah buah dari ikhtiarku-jatuh bangun mengejar cita-cita. Sesuatu yang aku tidak pernah menyangka sebelumnya-karena aku sadar bahwa kapasitasku dibawah standar.

Setelah bergulat terlalu lama dengan cacing tanah, seresah (padi, jagung, kedelai, dan mahoni), jagung, tiap hari harus mengisi daftar hadir di glass house, sekarang akhirnya “bebas”, terimakasih semuanya, instrumen yang mendukung penelitianku, dan orang-orang yang merasa memberikan kontribusi atas keberhasilanku. Setelah semua ini selesai, saatnya aku harus siap beradaptasi dengan fase baru, ya mungkin akan sulit, tapi mungkin tidak terlalu lama, dan aku yakin bisa melewatinya.

Aku tidak boleh terlalu lama berada difase ini, aku harus keluar mencari bekal selanjutnya, walau tidak berarti harus berbentuk barang, tetapi semua hal yang menurutkan akan melengkapi perjalananku kedepan.

Rabu sore (24 Februari 2010), aku segera bergegas menuju kota pahlawan-Surabaya. Sore itu kota Malang memang hujan-tidak deras, tapi kalau tanpa payung, mungkin seluruh pakaian akan bayah kuyup. “Hujan jangan sampai menghambat aktivitas, aku harus tetap melanjutkan agenda hari ini”. Aku akhirnya berangkat menuju terminal arjosari-naik bus jurusan Malang-Surabaya. Niatku setelah di bus, aku sekedar melepas lelah, aku ingin tidur, setelah seharian menunggu yudisium dimulai. Baru sekedar ingin memejamkan mata, seorang teman menghampiriku “ehh mas noval” sambil berjabat tangan dia menghujani aku dengan banyak pertanyaan, setelah dia duduk sebangku denganku, kita berdiskusi-nostalgia, dan berbicara tentang prospek organisasi kedepan. Yahh tidak heran kalau ketemu dengan saudara-saudara seperjuangan seperti dia-dan diskusi mesti lupa waktu, tak terasa ternyata sudah sampai di terminal bungurasih-surabaya. Tapi sayangnya diskusipun harus berakhir karena tempat tujuan kita berbeda.

Dengan tas ransel hitam yang selalu menemani, aku melewati tepi jalan di bungurasih, bising, kumuh, pagar besi yang belum utuh dipinggir terminal melengkapi warna bungurasih. Aku tidak begitu menghiraukan nyanyian apapun yang mengisi kebisingan surabaya. Aku tetap bergegas menelusuri suasana sore hari yang begitu panas. Setelah beberapa menit menunggu, jemputan datang. Kendaraannya berganti motor. Aku menuju kosan temanku, melewati jalan yang sedikit macet, pinggiran jalan dipenuhi warung-warung kecil, perjalanan menghabiskan waktu hampir 2 jam, kesasar, berhenti dibeberapa jalan yang salah, tapi juga menikmati karena suasana kota surabaya yang indah. Setelah ketemu, rehat sebentar dan mencari suasana warung kopi yang memacu inspirasi-diskusi tidak karuan antara pangkal dan ujung, berbicara filosofi, strategi, kaderisasi, politik, sampai skandal bank century pun diikutkan, asyik memang, ruang fikiran menjelajah mencari kepuasaan intelektual. Kepala sudah sumpek rasanya, seperti terisi beban banyak, semua dipaksa masuk demi kepuasaan pemenuhi ilmu dan wacana. Solusinya satu-istirahat (hahaha).

Keesokan harinya, aku menuju sebuah kota penuh harap, penuh cita dan impian. Berbekal semangat, dan asa yang menggunung, aku hadir dikota itu. Aku bertemu seorang saudara yang sering memberi inspirasi, membuka jendela wawasan, cakwala berfikir. Aku sering tertantang untuk menemukan hal baru. Ya karena model berfikir, gaya berbicara, dan pola sikap, yang menggambarkan kualitasnya setip orang mungkin akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang positif.

Aku berbicara banyak hal dengannya, aku menemukan ide yang membuatku harus menulis sesuatu, Sampai akhirnya harus pulang. Dalam benakku sebenarnya ingin membongkar rahasia tentang “hadiah” yang katanya ingin dipersembahkan. Tetapi tidak bisa-susah. Saya mungkin akan berfikir lagi tentang wujud hadiah itu, emas, permata, berlian, tembaga, atau mungkin batu biasa yang bisa saja ditemukan dimana-mana. Tetapi keyakinanku kuat tentang itu, sembari menyerahkan semuanya pada Zat Yang Maha Tahu aku hanya berfikir bahwa kalau hadiah itu takdirnya buat saya, siapapun tidak mungkin mendapatkannya. Hidup kan sudah terlalu kompleks, banyak hal yang harus difikirkan, tidak perlu terpaku dengan satu persoalan yang sebenarnya bukan hak kita. Sembari mengejar masa depan dan meningkatkan kualitas diri, aku akan menunggu hadiah itu sampai waktunya. Bukan bentuk dari suatu harapan kosong tetapi keyakinan akan setiap ungkapan saudara. Biarkan saja mengalir seperti air, kalau sudah saatnya mungkin akan ketemu disamudera takdir yang setiap orang tidak bisa menghindar lagi.

Akhirnya aku harus kembali ke tempatku. Menarik nafas panjang, dan melepaskannya. Semoga segala penat hilang tanpa sisa. Aku terus bergerak kemanapun aku menemukan ketenangan dan “kepuasanku”, sampai akhirnya harus berhenti diwarung kopi dan menemukan ide dan catatan untuk menulis setiap kisahku.

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin