`

`

Jumat, 14 Oktober 2011

NUANSA TERINDAH

Perjalanan sejauh ini, ingin rasanya mengukirnya dalam goresan emas, menjadi satu cerita terindah yang pertama dalam perjalananku.

Kau tahu kan kalau kita dahulu tak pernah bersua, kita hanya pernah saling curi pandang ketika aura itu begitu mengisi setiap ruang hampa dalam hati kita.

Aku sebenarnya hanya ingin hadir, sekedar sapa lalu pergi berlari mengejar bayang-bayang masa depan yang aku saat itu masih susah menggambarkannya lewat goresan pena.
Tapi, ternyata kita sedang berada disatu kapal menuju pelabuhan yang sama, kita punya cara pandang yang hampir sama untuk menahan gempuran gelombang, hembusan angin yang sesekali mengancam pelayaran ini.

Ditengah samudera ini kita kemudian mengungkap satu kata yang sama untuk sebuah perjuangan yang mulia, untuk sebuah obsesi yang kenikmatannya selalu dikejar oleh setiap pencari kenikmatan yang hakiki.

Dalam satu perjalanan ini, kita tahu sebelumnya bahwa ombak dan badai ini tak selalu membawa kita menyusuri pulau yang sedang kita tuju, kadang-kadang ia menerpa, menghadang, sampai kerajaan kita di atas laut ini hampir terbalik dan tenggelam, hampir saja memberikan berita yang tinggal namanya saja.

Aku tahu ditengah kelebihan dan kekurangan aku menentukan bahwa inilah pilihan terbaik, inilah jalan yang dahulu kucari untuk ku susuri hingga akhirnya nanti menjadi mahligai yang selalu harum.

Kita tak pernah bersua lama, hingga akhirnya bayanganmu sering menjadi muncul dan akhirnya tenggelam, sering seperti sempurna namun lebih sering tak jelas.
Kini kau hadir meninggalkan pena, merapat bersama dingin dan sepi menuju nuansa hati yang sedang hampa menunggu nasib.

Ada senyum menyambut tawa bahagia yang hadir bersama mentari pagi itu, menghapus segala lelah, menghilangkan segala penat yang lahir bersama kebisingan jalan kota yang ku lewati.

setiap lirik berbalut senyum menyegarkan hati-hati yang menunggu nasib, dililit sakit yang merenggut. Hilang waktu dan segalanya disita oleh setetes rasa yang aku sendiri tak kuasa untuk merintih. Hanya bisa ku tatap senyum keterpaksaan, menutup tetesan darah kehidupan yang tiap detik ku hitung, tiap waktu ku melihatnya, dengan susulan kegelisahan, apakah gerbang sehat yang menjadi selimut, ataukah tinggal menghitung hari berpindah pada alam yang penuh dengan perhitungan.

Hanya ada kita, aku dan kau. Mengukur jejak dengan segala canda obsesi yang sudah menggunung. Rasa menguasai jiwa, senyum tak hentinya menghiasi wajah seri yang aku tak akan pernah lupa bentuknya. Tapi rasa ini belum jelas hitungannya, antara maju terjerumus ataukah jauh kemudian kehilangan. Simalakama.

Aku nikmati saja, sembari ku syukuri ini adalah anugerah yang tak pernah ku rasa. Anugerah yang aku ingin mengulangnya setiap waktu yang berputar. Tak ingin lenyap rasa bahagia yang menandai jejak bahagia ini.

Aku mendamba nuansa terindah ini.
Aku berdoa semoga ini lah jalan itu.
Jalan yang salah satunya telah menjadi impian besarku dalam meniti kehidupan ini.

2 komentar:

  1. idih,,,, mas novall.... hehehe tulisannya bagus mas,,,, menginspirasi bangetz....

    BalasHapus

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin