`

`

Rabu, 19 Oktober 2011

MOHON PERCAYALAH,...(Pengantar Tidur)

Malam ini begitu hening, tanpa suara. Semua sedang terlelap menunaikan hak tubuh berharap semoga esok hari bisa menyambut pagi dengan semangat baru. Dikamar ini tinggal hanya ditemani kipas angin yang akan menjalankan tugasnya hingga mentari siap bertugas kembali. Membagi motivasi untuk semua penghuni jagat ini.

Ditengah keheningan ini, ada kau sebenarnya. Tidak disini, tetapi diseberang sana. Dipulau nan jauh disana, mengejar obsesi dengan segala perbekalan yang masih harus dipenuhi. Kita memang tidak pernah duduk dalam satu perjuangan yang sama, tidak pernah mengayun langkah dalam medan yang sama pula, tapi punya satu ruh yang menggerakkan kita menjadi satu visi yang sama, entah apa pun terjemahan yang menjadi pilihan perjuangan kita masing-masing. Yang pasti aku yakin waktu terbaik itu akan menjelma menjadi senyum terindah diantara kita dan orang-orang yang berdiri disekitar kita. Mereka pula mengharapkan itu.

Kau sesungguhnya hadir dengan segala pakaian kebesaran, gaun kerajaan yang yang membalutimu begitu khas. Tetapi semakin lama perhelatan ini kau ikuti, satu demi satu pakaianmu terlihat usang, hampir tak bisa dikenal aura istana yang mengantarmu hingga didepanku. Tetapi satu hal yang membuatku cepat mengenalimu, cahaya itu masih terpancar kuat dihatimu, cahaya kebaikan yang selalu kau agungkan, walaupun sering terjatuh kau tetap perjuangkan itu selalu ada menyertaimu.

Ditengah kunikmati lantunan syair penyejuk hati, aku seperti mendengar isak tangis kesedihan, seperti tak jauh dari tempat dudukku. Suara itu terdengar sangat khas. Hatiku lebih dulu mengenalinya, ternyata isak tangis dengan derai air mata itu, sangat ku kenali. Suara yang pernah membisik kata obsesi bersama mengejar kesempurnaan agama.

Aku akhirnya menghampiri sumber suara yang semakin lama semakin tak enak untuk didengar, memaksa air mata begitu deras bercucuran. Menarik masuk dalam aura kesedihan yang begitu menjebak.

Telah ku ada didepannya. Apa gerangan yang terjadi. Kutanyakan kepadanya. Adakah berita duka yang hendak dibagi untuk diselesaikan.

Ternyata ada harga diri yang terasa telah dipertanyakan. Digugat, dan diragukan. Di goyah dan diungkit kembali. Sangat menyesakkan. Ku elus bahu kecil itu dengan kata-kata, hingga ia tenang dan beristigfar. Ku dalami, hingga ku jejaki apa gerangan yang membuat ari mata seperti banjir menyusup hingga kesudut-sudut selokan.

Ternyata ia merasa dibunuh karakternya. Ia merasa ruang geraknya dibatasi. Ia merasa seperti tak dipercayai lagi. Apa guna hidup katanya, jika harga diri ini di tenteng seperti bangkai yang tak ternilai.

Mohon percayalah. Jangan terus berada dalam ruang paranoid. Ini pilihan mulia yang tidak bisa dikontaminasi. Ini ruang masa depan yang kita harus hati-hati memilih langkah pertama untuk memulai.

Kita bisa!!! Itu yang telah ia rasuki kedalam otakku. Hingga terasa begitu menggerakkan langkah ini.

Tertahan cukup lama isak tangis itu akhirnya hilang tanpa bekas. Air mata itu tinggal jejaknya. Ada harap yang ia titipkan bersama anggukan keyakinan setelah dialog panjang yang mereka geluti.

Entahlah,..
Akankah menjadi seperti pepatah katakana akan menjadi merugi ketika masuk kedalam lubang yang sama kedua kalinya.

Tapi percayalah tak ada obat penawar yang lain yang mahaguru dahulu berikan setelah ia nikmati setiap aliran darah yang dihinggapi bahwa Zat mulia yang ke-Maha Kuasa-annya tiada bandingannya menjanjikan kemuliaan dan kesempurnaan itu pada satu jalan terbaik yang selalu dikejar oleh para pencari kenikmatan hingga mereka berharap menjadi para hamdzolah modern.

Hingga jalan ini tetap kita lalui dengan segala ridho-NYA.
Restu disetiap langkah kita adalah kebahagiaan yang hendak kita petik disaat nanti..

2 komentar:

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin