`

`

Jumat, 12 Desember 2014

KESAMAAN CARA PANDANG


Kesamaan cara pandang. Ada kebahagiaan tersendiri ketika kita memiliki cara pandang yang sama dengan orang lain, begitu pula ketika orang lain sama cara pandangnya dengan kita. Kita pertama kali bertemu dengan orang lain, dan ide kita sama dengannya tentu itu membangun kesan luar biasa pada diri kita. Dan semakin melahirkan keinginan mengobrol yang lebih intensif.

Dalam sebuah entitas, kesamaan cara pandang menyedot porsi yang besar dan memegang peranan yang sangat penting. Bisa dibayangkan jika sebuah entitas, pada intensitas pertemuan yang sangat, tetapi dalam melihat dan membicarakan satu obyek selalu tidak sama, tidak juga ada proses menyamakam cara pandang itu maka yang ada adalah tidak mendapatkan kesimpulan apapun, tidak juga ada nilai yang bisa dipetik, dan yang terjadi adalah komunikasi yang tanpa ruh.

Kesamaan cara pandang tidak lahir begitu saja, tetapi lahir dari proses yang tidak sebentar. Lahir dari proses panjang. Lahir dari hasil diskusi dan eksplorasi ide. Lahir dari keberanian membenturkan gagasan. Bahkan kesiapan untuk "dibantai". Lambat laun proses itu akan bermetamorfosa menjadi sebuah cara pandang komunal. Dan cara pandang kita sendiri juga terlahir dari sana.

Pada akhirnya diskursus-diskursus kemudian tidak lagi bicara panjang tentang menyamakan kerangka berfikir yang membentuk cara pandang, karena kerangka itu terasa sudah menjadi satu bagian dari proses yang telah lama dibangun. Dalam beberapa momentum kita pasti akan langsung menyentuh wilayah esensi karena asumsi kesamaan cara pandang telah terbentuk.

Saya sering mengalami. Bahwa kita cenderung terabaikan dengan kemapanan yang telah orang lain bangun. Kita bisa jadi hidup dalam persepsi orang lain, kita cenderung meninggalkan sisi obyektifitas kita hanya karena orang lain telah menutup diri dari sesuatu yang kita beri. Bisa jadi karena dia merasa lebih dari kita, ataukah merasa bahwa tak ada yang bisa kita beri kepada dia. Persoalan klasik seperti ini sering menyumbat proses seseorang untuk menjadi lebih baik.

Cara pandang harus difahami sebagai jembatan kecil yang akan mengantarkan kita pada satu visi dan satu gerakan yang sama. Cara pandang harus difahami sebagai gerbang awal untuk meraih sukses organisasi. Cara pandang harus difahami sebagai upaya mengintegrasi tujuan kita kedalam tujuan besar organisasi. Cara pandang harus difahami sebagai petunjuk sikap yang tegas. Dan gagal membangun cara pandang adalah gagal membangun cara sikap yang tepat dan bermanfaat.

Kita semua pasti merasa bahwa ada perbedaan jelas ketika kita bertemu dengan orang yang sama dan tidak sama cara pandangnya dengan kita.

Ketika bertemu dengan orang yang sama cara pandang dengan kita. Langsung konek. Sekedar dengan satu SMS mengundang diskusi. Ketika sudah bertemu tidak perlu dengan pengantar panjang. Langsung menyentuh esensi. Langsung berbicara pada inti. Atau mengawali dengan kelakar pemecah suasana, kemudian langsung bicara pada fokus persoalan.

Dan lebih sering tidak kaku pada waktu diskusi yang diagendakan formal tetapi selalu berlanjut pada moment apapun. Mampir ngopi, selepas main futsal, tak sengaja bertemu, dan sebagainya memulai pembicaraan dengan tema yang sama pula tak masalah. Selalu renyah. Seperti sedang sama-sama memikirkan satu agenda yang sama padahal berlatar belakang kesibukan yang berbeda.

Kita pasti pernah merasakan ini. Dan sebuah tim yang terbentuk dari orang-orang yang sama cara pandangnya semakin mengeratkan ikatan hati.

Berbeda ketika bertemu dengan orang yang berbeda cara pandangnya dengan kita. Selalu kebingungan memulai untuk bertemu. Ketika ada inisiatif untuk bertemu selalu muncul pertanyaan dalam hati "mau bertemu, dalam rangka apa?". Kalau tidak ada hal penting,serius,mendesak kita tidak terdorong untuk bertemu. Seolah-olah kita bersama atas sekedar kepentingan pertanyaan "apa".

Bisa jadi ada pola hubungan yang dibuat-buat. Bersama kita dia baik, tidak bersama kita dia menjelekkan kita. Ada juga seperti tergerusnya sikap apresiatif. Ada rasa ketidakpercayaan terhadap kemampuan kawannya. Padahal setiap orang pasti berangkat dari titik nol. Yang membuat dia semakin berkapasitas adalah prosesnya dan apresiasi yang sungguh dari lingkungannya.

Orang-orang yang tidak mampu membangun cara pandang yang benar pada tingkat strata sosial tertentu akan gagap dalam bersikap semestinya, akan kabur eksistensinya, dan perlu kembali merefresh orientasi hidupnya.

Orang yang berbeda cara pandangnya dengan orang lain karena keumuman pada cara pandang yang baik semestinya dia baik. Terlepas apakah memang tidak sama atau dia sejak awal menutup diri. Memang kajiannya perlu menghadirkan banyak faktor. Faktor tradisi yang membesarkannya, yang tidak pernah menyediakan kesempatan untuk mengasah diri, mengasah gagasan dan ide. Memang selalu ada pemikir dan pekerja. Pembedaan ini bukan lantas keduanya dibedakan secara tegas bahwa pemikir tidak bisa menjadi pekerja atau sebaliknya. Tetapi sekali lagi tradisi yang membesarkannya menjadikan dia seperti apa. Karena saya juga banyak menemukan ada konseptor sekaligus pekerja lapangan yang hebat. Berikutnya faktor lingkungan tempat dia hidup, yang bisa menjadi alat hipnotis yang luar biasa. Tak ada artinya aktivis kebaikan jika nyaman dalam lingkungan yang bisa membuat idealismenya tergadai. Proses tergadainya idealisme adalah proses yang sangat halus, proses yang pasti berawal dari memakzulkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai. Dan lambat laun tak terasa bahwa idealismenya diujung tanduk.

Itulah bedanya.

Bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin