`

`

Menulis bersama Cinta

Aku akan menulis bersama cinta. Itu kalimatku. Ini langkah pertamaku untuk memulai merangkai kembali segala ide ini. Semoga memberi manfaat pada kita semua. Memberi manfaat pada dunia.

Usiamu Bertambah, Cinta

Perasaan menemukan ruang untuk menulis ini ketika aku harus memikirkan satu ruang untuk menempatkan ucapan “Selamat Milad ke-23” kepada dikau, istriku sepanjang sejarah.

Dia Hadir Lagi

Malam ini kenapa rasanya ia hadir lagi mengisi ruang rindu ini. Setelah setahun lebih dia meninggalkan kami dengan senyum kasih sayangnya. Entah apa gerangan yang membuat air mata ini tiba-tiba menetes di sudut mataku. Tiba-tiba aku merindukannya.

Menikah Mengajarkan Banyak hal

Menikah seharusnya difahami sebagai lompatan menuju keridhaan dan surga Allah yang tidak pernah putus kenikmatannya. Maka dalam melewatinya semestinya bertabur amal sholeh.

Memaknai Tahun Baru 2014

Silahkan tulis mimpimu. Yakinlah bahwa ini hal terkecil yang bisa kita lakukan untuk merubah keterpurukan menjadi kebangkitan. Kita tidak akan sampai di ujung titik kesuksesan jika kerja-kerja yang kita lakukan hanyalah berhenti pada kesibukan kita mendefinisi makna fundamental tentang hadapan kita saat ini.

Hanya Ingin Menulis

SAYA INGIN MENULIS. Adalah sebuah cita-cita akan perubahan yang pelan tetapi pasti. Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan.

Jejak Usia Menuju 29 Tahun

Sesaat,waktu seolah memberi ruang untuk berkontemplasi panjang,memandangi kembali jejak dan sisa perjalanan yang telah dilewati

Bunda Tersayang, Semangat dan Inspirasimu Selalu Hidup

Semoga semangat dan inspirasimu selalu hidup sampai generasi kami menggantikan peran-peran ini. Dan semoga Allah meridhainya. #Bundatersayang.Spesial untukmu #Bundatersayang, bahwa semoga Allah mengampuni dosamu dan menempatkan engkau ditempat yang terbaik. Amin

Catatan Perjalanan Ber-LSM

Sekedar mengenang jejak #berLSM yang telah setahun tidak ku geluti lagi.#berLSM Gerbang baru, tempatku menemukan warna-warni aktivitas yang tak asing.Aktivitas #berLSM memang fase tetapi bagiku untuk beberapa hal adalah seperti melanjutkan perjalanan. #berLSM itu; penuh dengan ruang-ruang dialektika,motivasi mengembangkan diri,dan egaliter.Ya sudah pasti kita bisa memelihara idealisme.

Jika Boleh Memilih (Part 1)

Jika boleh memilih, aku ingin kembali ke masa kecil. Disaat mengenyam bangku sekolah di Sekolah Dasar (SD). Hidup bagiku disaat itu adalah mandi pagi, berseragam dan berangkat sekolah. Bermain sesuka hati, belajar semampuku, makan lalu istirahat. Hidup mengalir tanpa beban. Yang ada adalah tumbuh dan besar ditengah orang-orang yang menyayangi.

Antara Pilihan

Tak ingin rasanya beranjak pergi meninggalkan persinggahan ini ruang sepi yang buatku terhenti diujung jejak-jejak perjalanan itu

Sepi ditengah Keramaian

Sepi ditengah keramaian ini semoga menjadi peristiwa-peristiwa yang indah jika dikenang kembali kelak. Bahwa bagian dari perjalanan ini adalah memupuk cinta diseberang pulau. Atau cinta bersemi dalam kejauhan. atau mungkin Cinta dalam ruang yang berbeda. Atau apapun lah yang menggambarkan cinta yang selalu membersamai waktu-waktu kami.

Untuk yang Terkasih

Sayang..Cinta itu menyembuhkan..ada yang beda saat dirimu hadir disini..dengan segunung rasa yang kau punya..kau menyebutnya cinta..ya sering sekali kau menyebut kata itu,menulisnya,mengungkapkannya,menuliskannya lagi,begitu,sering sekali,terus begitu,seperti tak mampu diungkap oleh kata,seperti tak selesai ditulis dengan pena.

9 Bulan Lagi Jadi Ayah

"Kak barusan saya test pack. Alhamdulillah positif..Sembilan bulan lagi sampean jadi abi..In shaa Allah..:)" Memang baru saja menyapa di perut ibunya. Belum genap sebulan. Masa-masa berat yang mesti dilewati dengan kesabaran. Semoga tidak ada halangan ataupun hambatan yang berarti. Selanjutnya harus mengatur aktivitas sebaik-baiknya sehingga dia tetap terpelihara hingga menjadi manusia seutuhnya dan hadir menyapa dunia. Amin

Dua Hari Cukup

Satu bulan berada berjauhan dan sudah saatnya waktu ini berdialog dengan cinta kembali. Membersamai hari-hari berdua bersamanya, kekasih hatiku. Aku meski sadar bahwa karena pertarungan ini masih berhelat maka tidak ada cukup waktu untuk menyapanya. Dua hari saja cukup untuk dia, untuk memupuk senyum dan bahagia dihatinya.

Dari Politik Ke Peradaban (part 1)

Semangat saya kembali ber-api membaca transkrip taujih @anismatta "Dari Politik ke Peradaban" dalam buku Integritas Politik dan Dakwah.Ini kira-kira isi taujih yang membuat saya bersemangat. Momentumnya tepat untuk membakar jiwa ditengah perang saat ini. Monggo dinikmati..Kedepan ada 3 cita-cita yang akan kita kejar, yaitu: cita-cita politk, cita-cita dakwah, dan cita-cita peradaban.

Dari Politik Ke Peradaban (part 2)

Cita-cita yang harus kita kejar yang ketiga adalah Cita-cita peradaban.Terjemahan implementasi dari apa yang disebutkan oleh Imam Hasan Al Banna sebagai cita-cita tertinggi dakwah kita,yaitu Ustaziatul Alam.Sementara sekarang peradaban barat tidak lagi mampu memberikan semua unsur yang diperlukan manusia untuk berbahagia.Sekarang ada kekeringan yang luar biasa. Sehingga yang dipikirkan oleh barat adalah mempertahankan hegemoni.

Merangkai Hidup Baru

#MerangkaiHidupBaru adalah episode baru yang aku adalah sutradara sekaligus pemainnya.Kenapa kok #MerangkaiHidupBaru padahal kan sudah 1 tahun lebih menikah? 1 tahun lebih menikah adalah episode yang berbeda karena muatan ujiannya berbeda.Kalau boleh aku ingin memberinya nama #MencariFormatHidup

Perjalanan Menuju Menang

Ingin mengurai satu demi satu cerita perjalanan #menang di 2014 ini. Karena ada banyak hikmah yang akan menjadi penguat langkah kedepan..Perjalanan ini harus dicatat karena ada pelajaran tentang perjuangan sungguh-sungguh kita untuk #menang..Kami ingin sefaham bahwa amanah berat ini adalah amanah semua..tugas saja yang beda..Masyarakat sudah tunggu bukti..semoga kami bisa amanah..Semoga ustad Nasaruddin diberi kuat,sehat, untuk penuhi dan perjuangkan hak rakyat.. Semoga istiqomah..Amin

Tebar Inspirasi Hingga Tak Terbendung

Tanggal 10 Mei 2014. Selamat Milad. Semoga usianya berkah. Semoga istiqomah. Semoga menjadi istri sholehah dan kemudian menjadi ibu teladan bagi anak-anaknya. Waktu-waktu belum habis untuk belajar semoga tetap mau belajar, semoga selalu memberi manfaat dimanapun, dan menjadi apapun. Tebar inspirasi hingga sekat tak mampu lagi membendungi arusnya.

Selasa, 30 April 2013

MIMPI DAN KENYATAAN


"Bagaimanapun samarnya mimpi-mimpi kita, ia memiliki cara untuk merahasiakan dirinya, dan meninggalkan kita tanpa kedamaian sampai kita mengubahnya menjadi kenyataan. Seperti benih yang tumbuh di bawah tanah, mereka tumbuh di bawah sinar matahari"

Catatan 8 Maret 2012

Senin, 29 April 2013

PELAJAR DAN INTELEKTUALISME


Kehadiran pelajar sebagai entitas sosial yang terdidik dan terpelajar, ia adalah kaum intelektual muda masa depan yang hidup dalam lingkungan yang kondusif dan ilmiah. Keanekaragaman potensi pelajar, baik berupa karya/prestasi akademik maupun non akademik adalah wujud pelangi kreatifitas anak bangsa yang akan menghantarkan dan mengukir prestasi kesejarahan dunia. Pena adalah senjata utama bagi pelajar dalam mewujudkan cita-citanya, dari kata yang tersusun secara sistemik akan menjadi proposisi-proposisi , yang kemudian akan melahirkan pemikiran atau gagasan/ide untuk disebarluaskan sebagai karya intelektual dan dijadikan bahan refleksi dialektis masyarakat dalam melakukan perubahan membangun dan menata peradaban.

Eksistensi perpustakaan sebagai taman kultur belajar/ilmiah untuk mencari ilmu dan menggali informasi pelbagai gagasan atau pemikiran nampaknya memang tidak bisa disingkirkan dalam membangun peradaban manusia yang kian berkembang pesat. Fakta historis, zaman kejayaan Islam masa lalu dalam konteks ilmu pengetahuan dan teknologi telah dimulai dengan membangun ‘baitul hikmah’ yaitu perpustakaan yang dibangun pada zaman dinasti abbasiyah dan dipergunakan sebagai ruang belajar untuk membangun tradisi keilmuan atau intelektualisme.

Kerinduan reaktualisasi tradisi intelektualisme di dunia muslim adalah merupakan spirit kebangkitan peradaban Islam mewujudkan cita-citanya membangun masyarakat beradab, adil dan makmur. Pluralitas pemikiran yang lahir dari akar tradisi agama, filsafat, kalam, tasawuf dan fiqih telah tumbuh dan berkembang subur dalam tradisi intelektualisme sepanjang sejarah peradaban Islam. Kecintaan ilmu adalah spirit kaum intelektual dalam menghasilkan karya-karya besar (khazanah keilmuan) untuk kemaslahatan dan kesejahteraan ummat. Kedewasaan, kebebasan dan keterbukaan pikiran adalah sikap dan karakter kaum intelektual dalam menerima segala bentuk dan sifat konsepsi pemikiran yang berbeda-beda untuk mencari, memahami, menyusun pengetahuan dan kebenaran. Keterbukaan berfikir adalah proses upaya sadar manusia untuk memaknai dan menyusun rumusan pengetahuan dan kebenaran proposisi-proposisi. Ruh memegang peranan penting dalam mendayagunakan instrument jasad dan hayatnya, ia adalah kekuatan berfikir yang digunakan manusia untuk menangkap dan memahami teks kebenaran serta menyusun pengetahuan, yang kemudian akan menghadirkan kesadaran akan hakikat diri dan kehidupan. Untuk memunculkan kesadaran akan hakikat diri dan kehidupan, manusia dalam mengemban dan menjalankan amanah suci atau tugas kekhalifahan (Wakil Tuhan) di bumi yaitu melalui Akal. Akal adalah daya ruh manusia untuk memahami dan merasakan kebenaran, ia adalah potensi dalam diri manusia yang digunakan untuk memahami proses dinamika kehidupan, menyakini kebenaran teks suci (baca : Al Qur’an), memaknai, menyusun atau merumuskan konsepsi kehidupan dan melakukan rekayasa peradaban.

Rekayasa peradaban adalah upaya sadar yang harus dilakukan oleh negara dan civil society dalam mengubah dan menata struktur social culture, ekonomi, politik dan aspek kehidupan lainnya untuk membangun masyarakat yang beradab, adil dan makmur. Pembangunan sebuah bangsa dan negara, sesungguhnya tergantung oleh kualitas warga negaranya yaitu rakyatnya yang berilmu pengetahuan, berfikir positif, dinamis, kreatif-inovatif, progresif, berdaya saing dan menjunjung tinggi nilai-nilai universal. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui tradisi intelektualisme yaitu membaca, menulis, berdiskusi dan meneliti. Sebagai bangsa religius dan mayoritas muslim, membaca adalah spirit dan perintah agama sebagaimana terkandung dalam wahyu pertama yaitu surat al Alaq. Menurut Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dalam Tafsir al Munir Jilid 7, surat al Alaq memiliki tiga cakupan yang sangat prinsipil : Pertama, menjelaskan hikmah penciptaan manusia, keutamaan perintah membaca (iqra’) dan menulis (’allama bi al qalam) sebagai keutamaan manusia dari makhluk-Nya yang lain. Kedua, menjelaskan tentang ketamakan manusia terhadap duniawi dan akhirnya hancur karena kecintaannya terhadap dunia (baca ; materialisme, hedonisme). Ketiga, mengkisahkan tentang Abu Jahal yang membangkang terhadap ajaran Nabi. Wahbah Zuhaili juga menyatakan bahwa nilai normatif yang terkandung dalam surat al Alaq ini, lebih mengajak kepada manusia untuk memahami urgensi membaca dan menulis. Dengan membaca dan menulis, tentunya akan menghantarkan manusia dari dunia kegelapan menuju dunia pencerahan.

Kesalahan sistemik yang masih menggejala dalam dunia pendidikan nasional, mulai dari lembaga pendidikan dasar, menengah sampai perguruan tinggi adalah tradisi membaca dan menulis yang bermasalah. Akar masalah krusial ini adalah karena iklim argumentasi logis seringkali hanya berlaku di ruang informal dan non formal. Sekolah formal sebagai ruang kultur belajar/ilmiah para generasi penerus bangsa (baca : pelajar), yang semestinya merupakan ruang kondusif dan ilmiah. Namun pada kenyataanya ruang ini belum bisa digunakan sebagaimana mestinya, seperti adanya fasilitas perpustakaan sekolah sebagai ruang kultur belajar (taman baca) masih minim pengunjungnya (sepi) karena sebagian besar pelajar lebih suka memilih mengunjungi tempat-tempat hiburan (baca ; mall). Pertanyaannya kemudian, kenapa hal ini terjadi?ada apa dengan life style masyarakat pelajar?ada apa dengan konsep perpustakaan sekolah kita?. Secara teknis dan praktis lemahnya tradisi menulis di kalangan pelajar dikarenakan belum adanya pelajaran secara intensif tentang teknik menulis mulai dari sekolah dasar sampai menengah atas.

Menulis adalah proses pembelajaran, aplikasi pengetahuan, gambaran peta pikiran manusia secara sistemik. Prinsip menulis adalah keterampilan (skill), menulis bukanlah kemampuan yang dapat mudah dikuasai dengan sendirinya melainkan dengan ketekunan dan kesabaran yang dilakukan dalam proses pembelajaran yang panjang karena menulis bukan hal yang mudah. Menurut perkataan Qatadah dalam Tafsir al Qurthubi, ” Menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh Allah, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu. Tanpanya, agama tidak akan berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah .... ”. Bahkan Abdullah bin ’Amru, seorang ulama salaf menyatakan ”qayyidu al ilma bi al kitabah” (ikatlah ilmu dengan menulisnya).

Membaca dan menulis adalah kegiatan yang dinamis dan produktif. Membaca firman Allah, baik yang tertulis (ayat) dan terlihat (alam) sebagai fenomena dan tanda-tanda kebesaran-Nya. Menulis sebagai aplikasi pengetahuan yang diperoleh melalui proses pembelajaran yang panjang dengan penuh kesabaran, ketelitian, ketekunan, dan kejelian dalam mengungkapkan atau mengambarkan peta pikiran/pemikiran/gagasan/ide seseorang yang disusun secara sistemik. Berdiskusi adalah proses pembelajaran yang terjadi atas refleksi dialektis terhadap teks. Interpretasi teks yang terjadi dalam ruang ilmiah adalah sebuah upaya kesadaran kritis manusia memaknai dan menyusun pengetahuan dan kebenaran proposisi-proposisi.

Dan meneliti adalah merupakan proses kesadaran analitis manusia dalam mengungkap dan menemukan kebenaran melalui proses pembuktian. Keterbukaan pikiran terhadap bukti baru dan/atau yang bertentangan adalah sikap ilmiah yang harus dipegang teguh sebagai seorang filosof/ilmuwan/intelektual. Proses pembuktian dapat dilakukan dengan cara observasi, study literatur/pustaka atau dengan metode/teknik lainnya. Proses penelitian harus dilakukan secara sistemik dan metodologis. Munculnya bukti baru dan/atau yang bertentangan bisa terjadinya jika ada proses dialektika yaitu adanya thesis dan anti thesis yang kemudian terjadi dialektika untuk menemukan sintetisnya, dan hasil sintesisnya akan menjadi thesis baru yang akan berhadapan dengan anti thesisnya, yang selanjutnya tersusun sintesis baru dan proses ini secara terus menerus berlanjut.

Menjadikan intelektualisme sebagai spirit pendidikan seumur hidup (long live education) adalah wujud komitmen Islam akan kecintaan terhadap ilmu. Tradisi kultur belajar/ilmiah ini terlihat dari kecintaan akan berteman dengan buku-buku. Kebebasan dan keterbukaan berfikir akan memicu tradisi intelektualisme. Dengan menjadikan perpustakaan dan masjid sebagai taman baca dan ruang bertemu untuk berdiskusi, memenuhi kebutuhan untuk berkarya dan berprestasi sehingga kemandekan pemikiran dapat diatasi.

Pelajar adalah kelompok sosial masyarakat yang memegang peranan penting dalam mengemban amanah kesejarahan untuk melakukan perubahan dalam membangun dan menata peradaban. Pelajar adalah subyek peradaban, ia adalah merupakan generasi penerus bangsa yang lahir dan tumbuh berkembang dalam lingkungan kaum terpelajar dan terdidik, lingkungan yang kondusif dan ilmiah. Tradisi intelektualisme akan menghantarkan pelajar dari dunia ’gelap’ menuju dunia ’pencerahan’.

* Ditulis Oleh Resapugar, Kabid PPO PB PII Periode 2006-2008

KAMMI MULAI BELAJAR BERMIMPI

 Foto : Musyawarah Kerja Komisariat 

Memaknai Kelahiran KAMMI sebagai Momentum untuk Ber-mimpi

Judul ini sekilas seakan mengerdilkan KAMMI sebagai sebuah organisasi yang sepertinya tidak memiliki mimpi dan cita-cita karena menggunakan bahasa MULAI BERMIMPI. Padahal tanggal 29 Maret 2011 KAMMI telah mempertegas langkahnya yang ke 13 tahun, mengarungi samudera kehidupan bersama perhelatan yang luar biasa, tentu jalan yang dilalui KAMMI bukan saja kemulusan dan kemudian meninak bobokkannya dalam perputaran waktu yang cukup panjang ini. Setting sosio politik yang melatar belakangi lahirnya KAMMI memberi isyarat bahwa KAMMI hadir untuk memberi warna solusi dan pencerahan pada umat ini, hingga kini ruh itu selalu ada pada setiap kesempatan dan dimanapun kader-kadernya bersuara lantang tentang realitas obyektif yang bebas norma. 

13 tahun sudah KAMMI hadir mengisi sudut-sudut negeri ini, memberi solusi pada ketertindasan rezim yang masih melekat. KAMMI tentu bukan saja mendobrak kemapanan yang tidak berpihak pada rakyat tetapi juga memberi solusi terbaik dan mengarahkannya pada jalan Ilahi, karena kehadirannya bukan menjadi trouble maker tetapi selalu memberi nilai perbaikan pada jalan sesat yang dilalui penguasa selama kiprahnya di percaturan ini.

KAMMI NTB adalah bagian kecil dari kereta besar yang sedang mengarungi jalan menuju Indonesia yang Islami. Tentu 13 tahun umur yang masih sangat belia bagi manusia, tetapi realitas internal gerakannya bersama kompleksitas hadapan yang dilaluinya hingga kini membuat KAMMI dewasa sebelum usianya; berfikir dan berkehendak merdeka, pemberani, petarung sejati, penghitung resiko yang cermat, memiliki daya analisis yang tajam, dan secara sadar disiapkan untuk masa depan Islam. Konsep yang benar-benar terjiwai dalam diri setiap kader ini menjadi citra dan kekhasan yang dimiliki oleh kader KAMMI.

Atas dasar kesadaran itulah pengembangan sayap KAMMI mendarat hingga Kabupaten Dompu. Dengan melihat potensi mahasiswa asal daerah yang kemudian kembali ke kampong halamannya membuat Para pembesar KAMMI merasa penting untuk menyediakan wadah perjuangan. Selain itu perlua adanya ikhtiar untuk meningkatkan peran serta mahasiswa dalam rangka percepatan pembangunan daerah, karena dengan adanya system Otonomi Daerah memungkinkan elemen masyarakat untuk berpartisipasi, termasuk para mahasiswa yang tergabung dalam gerakan KAMMI. Kemudian menjadi sebuah kewajiban untuk menyebarkan nilai-nilai Islam sehingga menjadi tepat KAMMI lahir di Kabupaten Dompu, dan pada tanggal 7 Februari 2010/ 22 Shafar 1431 H dibentuklah KAMMI dengan naman KAMMI komisariat Dompu.

Kammi Mulai Belajar Bermimpi
Setahun mengarungi bahtera perjuangan di periode pertama memberi banyak pelajaran berharga bagi kami bersama kereta dakwah ini. Sebagai anak bawang tentu setelah ada medan, ada kereta, dan ada nilai yang sedang diperjuangkan tidak cukup untuk membuat semuanya bisa berlari sekencang yang lain. 1 tahun berjalan membuat kami belajar banyak hal, hanya nama KAMMI yang melekat di hati kita, berbicara konsepsi dan strategi semakin mempertegas kami semua sebagai pendatang baru di organisasi ini, tetapi kami tidak pernah menyerah, kami tidak pernah patah arang dan kemudian memberikan saja waktu dan potensi yang kami miliki kepada kemalasan dan dijajah oleh inferioritas diri yang tidak ingin meraih mimpi sebagai mana orang-orang pertama dulu bermimpi setinggi eksistensi KAMMI hari ini.

Melihat perjalanan ini kita tentu akan merangkai masa depan yang gemilang itu dari sejarah yang kita lewati, perjalanan penuh perjuangan yang telah kita lalui, dan cerita-cerita sukses dari orang-orang yang telah merasakan implikasi dari bentukan KAMMI yang ada pada diri mereka.

Milad KAMMI ini tidak saja menjadi refleksi atas perjuangan yang selama ini ditorehkan tetapi bagi KAMMI komisariat Dompu menjadi momentum untuk belajar bermimpi. Di jejak-jejak awal menemukan pola perjuangan di bumi Nggahi Rawi Pahu membuat kami mengakui bahwa ada gesekan dari dialog panjang antara idialitas KAMMI dengan realitas medan dan sosiologis masyarakat yang menjadi hadapan KAMMI. Bagaimana tidak semua potensi pemuda muslim yang berserakan dikumpulkan menjadi satu kekuatan besar yang luar biasa, sehingga memaksa kita semua menamai KAMMI komisariat Dompu menjadi Komisariat Pelangi.

Dalam konsep rekayasa sosial kita di ajak untuk realistis melihat idialitas dan realitas. Sehingga kita akan selalu mendialogkan keduanya, apakah idialitas yang mengikuti realitas ataukah realitas yang dipaksakan untuk mengikuti idialitas. Nah berangkat dari sinilah perlu kiranya kita berijtihad untuk menemukan strategi perjuangan dalam etape dakwah yang tentu baru seumur jagung. Yang perlu kita fahami bersama bahwa pilihan ini bukan kemudian ingin berjalan diluar khittah ke-KAMMI-an tetapi analisa potensi kekuatan dan peluang yang dimiliki menjadikan pilihan ini adalah jalan terbaik hari ini. Kemudian dalam perjalanannya selalu ada ikhtiar penyempurnaan dan penuntasan asumsi-asumsi dasar menuju organisasi KAMMI yang sesungguhnya.

Jejak awal ini, dengan segala kondisi yang mengintervensi memaksa kita berani mengambil pilihan jalan walau disadari sangat susah menemukan sinergisitas dengan rencana strategis KAMMI saat ini. Tetapi kita tidak mungkin berdiam diri, kita harus bergerak, kita harus menyusun batu-bata peradaban ini, kita harus memformulasi ide besar untuk jalan-jalan yang kita lalui esok hari sehingga gerakan kita tidak menjadi gerakan yang reaksioner-prgamatis tetapi menjadi gerakan yang bervisi, gerakan yang punya ruh, dan gerakan profetik.

Soliditas internal menuju ekspansi dakwah. Ini adalah turunan kecil dari cita-cita mulia yang di impikan KAMMI. Kami menyadari bahwa sebuah gerakan dalam upaya merapatkan barisan perlu tiga hal yaitu kedekatan dengan Allah SWT, amal jama’I, dan memahami master plan dakwah. Dua hal pertama selalu kita kondisikan dengan wasilah-wasilah yang kita miliki sedangkan untuk master plan yang sesuai dengan kearifan lokal masih perlua kita formulasikan bersama. Sehingga ketika asumsi soliditas ini sudah kita miliki maka selanjutkan kita akan melakukan ekspansi dakwah.

Dalam rangka pemenuhan ini kita perlu strategi yang mudah-mudahan bersama formulasi ini Allah SWT mempermudah jalan menuju kesuksesan dakwah kita.

Pertama, Membangun Kultur Intelektual. Ketika kita berbicara peradaban setidaknya ada empat faktor penting mengapa peradaban Islam berkembang pesat dimasa lalu dan salah satu factor itu adalah pengembangan intelektual.

Kita menyadari bahwa kita baru mengayunkan beberapa langkah, sehingga terkesan utopis jika kita sudah berbicara tentang peradaban, tetapi kata-kata Abdullah Gymnastiar cukup memberikan motivasi kepada kita, beliau menyampaikan bahwa kalau perjuangan-perjuangan yang kita lakukan tidak bisa menghasilkan peradaban yang kita impikan, minimal kita akan dicatat dalam sejarah bahwa kita ikut andil dalam menyusun batu-bata beradaban itu.

Berbicara kultur intelektual kita hanya butuh waktu dan keberanian, waktu untuk membagi penat dengan buku-buku yang menggugah semangat, membangkitkan inovasi, dan memperkaya ide dan strategi, kemudian butuh waktu untuk meramunya dalam formulasi di forum-forum diskusi yang kita ciptakan. Awalnya mungkin berat karena baru hadir di dunia kita, tetapi memulai langkah pertama itu menjadi pertanda awal kesuksesan kita. Dan selanjutnya butuh keberanian untuk mendobrak keumuman yang tidak sejalan dengan ide kita, dan keberanian untuk mentransfer ide dalam rangka memberi pencerahan pada masyarakat.

Kedua, Membangun Jejaring. Jaringan ini dibangun setelah kita mempertegas eksistensi kita di permukaan, dan mengambil bagian pada kerja-kerja keummatan. Sehingga kedua hal ini bisa mengawali kita untuk membangun jaringan yang mapan.

Tetapi berbicara jaringan juga jika lepas kontrol akan menjerumuskan kita pada tendensi yang personalitas dan cenderung pragmatis. Maka jaringan yang ingin dibangun oleh KAMMI juga tentu sejalan dengan idiologi KAMMI dan mutualistik.

Kedua hal di atas merupakan pikiran yang menggambarkan bagaimana kita akan bertindak menapaki jalan juang ini hingga akhir masanya. Ini adalah akar yang akan melahirkan potret cita-cita yang akan kita raih pada saatnya nanti. Memang sangat penting untuk memperkuat konsep dan alur fikir kita tentang sesuatu yang kita lalui karena kalau kita mau merefleksikan bahwa rendahnya penerimaan public dan kapasitas citra kita, sebenarnya merupakan realitas-realitas kita yang tidak berakar pada pikiran-pikiran kita. Anis Matta dalam hal ini pernah menyampaikan bahwa pikiran adalah cermin besar yang memantulkan seluruh potret realitas kita secara apa adanya. Pikiran adalah ruang kemungkinan dan realitas adalah ruang tindakan yang telah jadi nyata. Bagaimana kita berfikir, begitulah kita akan bertindak.

Dan semoga milad KAMMI yang ke-13 ini dimaknai terutama oleh KAMMI Komisariat Dompu sebagai momentum untuk mulai belajar bermimpi tentang KAMMI kedepan dan cita-cita dakwahnya.

* Tulisan ini saya buat untuk menyambut MILAD Kammi ke-13 dan menegaskan arah gerak KAMMI Komisariat Dompu periode 2011-2012.

* Dimuat di blog KAMMI Dompu (http://kammidompu.blogspot.com/2011/04/kammi-mulai-belajar-bermimpi.html)

Kamis, 25 April 2013

MENEGASKAN TRADISI


“Tandang ke gelanggang walau seorang”

Beberapa kali langkah menuju ‘kemajuan’ kita dijegal oleh pemahaman kita yang salah tentang tradisi. Kita selalu ber-hujah pada pengalaman, kejadian masa lalu, dan prilaku orang terdahulu yang belum tentu berangkat dari nilai yang benar. Inilah persoalan utama kita sehingga tidak memiliki-meminjam istilah Muhammad Natsir-akal merdeka. Kita terkungkung dalam budaya yang tidak kita fahami sejarah dan filosofinya. Tidak jelas ini berangkat dari proses transformasi oleh generasi sebelumnya atau budaya yang lahir dari ketidakjelasan kita memandang sebuah aktivitas yang menjadi tradisi rutinitas dengan tradisi yang dilahirkan dan dijadikan sebagai sebuah gerakan.

Banyak hal yang bisa kita ungkap. Salah satunya adalah soal bangunan faham kita tentang konsep organisasi didalam organisasi PII dengan organisasi diluar PII. Implementasi dari konsep manajemen organisasi di PII tidak sekedar persoalan POAC, atau 5 W plus 1 H, tetapi lebih dari itu. Tidak juga memandang rutinitas berstruktur itu adalah profesionalisme kerja masing-masing bidang yang tersekat oleh job description-nya, tetapi melihat semuanya sebagai satu kesatuan yang utuh, saling berkaitan, dan saling mempengaruhi. Sehingga berlaku konsep membangun integritas tim harus dimulai dengan membangun integritas personal. Yaitu personal yang memiliki visi personal yang berkaitan dengan visi diri dan visi personal yang berhubungan dengan  membangun keutuhan tim menjadi super tim yang mapan.

Pada konteks ini juga kita perlu menyebut kaderisasi tidak hanya soal bidang yang mengurusi kader, pembinaan, serta follow up-nya tetapi juga kaderisasi sebagai salah satu bagian dari tim,  sehingga aktivitas kaderisasi bukan hanya sekedar tanggung jawab bidang yang menangani kaderisasi atau sebaliknya peningkatan pengetahuan yang berkaitan dengan kaderisasi PII tidak hanya dimonopoli oleh bidang kaderisasi. Pemahaman mendasar yang seharusnya telah kita fahami lebih awal adalah peran kaderisasi merupakan peran inti dalam mencapai tujuan dakwah PII, sedangkan filosofi kehadiran struktur adalah memberi input kapasitas untuk memenuhi bagian dari cita-cita kaderisasi untuk membentuk jiwa kepemimpinan kader. Artinya visi kaderisasi itu merupakan kepentingan semua bidang di struktur dan pola kebijakan bidang seharusnya mengarahkan pada satu titik orientasi yaitu kaderisasi.
Beberapa kali diskursus, mengobyektivikasi aktivitas berstruktur PII NTB sebagai representasi mikro dari keseluruhan kader PII NTB mempertemukan kita pada titik kesimpulan bahwa kita masih belum memiliki pemahaman yang mendalam tentang cara pandang berorganisasi di organisasi PII, belum memiliki nilai yang mewarnai kultur organisasi dan bangunan kultur komunal kita di NTB, serta aktivitas membaca, menulis, dan diskusi masih hanya menjadi rutinitas. Belum menjadi gerakan.

Pemahaman yang Mendalam tentang PII
Barangkali tidak aneh ketika ada pertanyaan, ekspresi berorganisasi kita di PII menggambarkan organisasi mana?Pertanyaan ini sangat lumrah dihadirkan saat ini. Ekspresi berstruktur kita layaknya jelmaan dari pola pikir lain diluar sana.

Yang harus dicatat adalah PII bukan lagi ibarat kanvas yang bebas kita lukiskan dengan warna apapun. PII sudah jelas dengan spektrum fikrah, dan pola berorganisasi yang dilahirkan oleh falsafah kaderisasinya. Jika dalam perjalanannya terjadi keterpotongan arah jejak antara masa lalu dan masa kini, coba dirunut, barangkali ada peta sejarah yang tidak tergariskan sampai hari ini. Sehingga orisinalitas itu menjadi ciri khas yang tidak bisa dikaburkan lagi. Selanjutnya konsep kader umat yang difahami sebagai filosofi arah juang kader pasca PII menjadi warna yang menyatu dengan arah pandang PII tentang peradaban. Maka lahirlah pemimpin yang tidak fanatik golongan, pemimpin yang bijak memandang perbedaan, pemimpin yang lebih mengedepankan substansi dari pada teks sehingga ruang-ruang curah pendapat dijadikan sebagai ruang menyelesaikan akar masalah umat.

Atas dasar cara pandang ini menuntut kader yang masih berjuang didalam struktur organisasi PII untuk terus berproses meningkatkan pemahaman tentang filosofi organisasi yang sampai pada detik ini telah banyak menciptakan pemimpin umat. Banyak hal yang bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan menjemput kesempatan dan ruang-ruang yang telah disediakan oleh Keluarga Besar (KB) PII di rumah dan lahan-lahan perjuangan yang sedang mereka geluti. Saya sangat yakin bahwa kebutuhan ini dirasakan sama oleh KB dalam konteks bincang PII antar zaman karena memang cita rasa perjuangan itu berangkat dari satu alat cetak yang sama. Maka kehausan akan ilmu dan informasi pasti dirasakan oleh kader dan Keluarga Besar (KB) PII. Sehingga kemudian terjadi saling terbuka dalam rangka menyambung titik-titik sejarah yang terputus.

Nilai yang Mewarnai Kultur Organisasi dan Bangunan Kultur Komunal di NTB
Kita sepakat bahwa PII NTB belum memiliki ciri khas kultur. Kalaupun ada, itu masih bias dan perlu ditegaskan dalam warna yang jelas. Kalau PII Jogjakarta Besar dikenal dengan intelektualitasnya, filosofi training yang kuat, budaya berstruktur yang tegas, jiwa training yang menyatu dalam dirinya, sehingga bisa dipastikan produknya adalah produk yang khas dengan warna Jogjakarta. Begitu juga jika kita menyebut PII Jawa Barat dengan heterogenitas yang tinggi, sangat filosofis, syarat dengan pergolakan wacana, sampai dengan tingkat kader yang paling ekstrim nyeleneh bertahan dan berproses lama di PII. Begitu pula yang bisa kita simpulkan ketika menyebut PII Jawa Tengah dan Jawa Timur yang kental dengan warna normatifnya.

Bagaimana dengan kita?PII NTB? Perlu kita urai dengan jelas mana kultur kita dan mana kultur yang ditransmisi dari gerakan diluar PII?Pertnyaan kemudian juga  muncul apakah PII mendoktrin menjadi satu fikroh PII?Dan yang mana fikroh PII?Kita kemudian menjawabnya dengan jelas bahwa fikroh PII adalah fikrah Islam. PII membebaskan kadernya untuk menimba ilmu diluar, berkontribusi diluar PII selama sesuai dengan Al-qur’an dan As-Sunnah. Dan didalam interaksi berstruktur di PII perbedaan-perbedaan diluar bukan kemudian menjadi bahan perdebatan dan permusuhan di dalam PII. Tetapi ini kemudian menjadi khasanah atau kekayaan intelektual kader PII. Semua perbedaan fikrah yang diperoleh dari proses menuntut ilmu dari kelompok ta’lim diluar PII itu menjadi bahan diskusi untuk menambah pengetahuan kader dalam memandang perbedaan kelompok umat Islam. Sehingga menjadi bijaksana dan dewasa dalam menghadapi warna-warni pemikiran umat Islam. Maka lahirlah sebutan kader PII sebagai kader Umat.

Menegaskan kultur PII NTB menjadi isu bersama kader PII NTB. Yang kemudian harus digelorakan dalam perbincangan di struktur maupun diobrolan-obrolan kultural, dalam perbincangan diinternal kader PII yang masih berjuang distruktur maupun bersama Keluarga Besar (KB) yang selalu berkontribusi dalam mempertahankan eksistensi PII.

Kita sangat menyadari bahwa kultur yang masih abstrak ini yang kemudian menjadikan ukuran-ukuran kita memandang sesuatu itu masih minimalis. Dalam mengukur komitmen kader saja bincang-bincang ditingkat instruktur sekalipun masih dalam perdebatan yang alot. Begitu pula dengan kontrak berstruktur maupun kontrak ber-instruktur. Mengadakan advance dan berhasil menghadirkan peserta lebih dari cukup menjadi suatu kebanggaan bagi kita tetapi persoalan kemudian mereka berkontribusi atau tidak kepada PII, mereka selanjutnya berjuang di PII atau malah keluar dan memilih organisasi diluar PII belum menjadi satu persoalan bagi kita, padahal fenomena ini adalah fenomena “kutu loncat” kader Basic Training (BATRA) yang harusnya tuntas setelah mereka mengikuti Intermediate Training (INTRA).

Aktivitas Membaca, Menulis, dan Diskusi Harus Menjadi Gerakan.
Dimanapun kader PII itu berada dan dalam ruang dan waktu yang berbeda sekalipun, outputnya pasti memiliki bakat menulis, rajin membaca, dan kebiasaan berdiskusi. Begitupula dengan kader PII di NTB, pasti memiliki tiga hal tersebut. Bisa dilihat dalam kesehariannya. Bisa disimpulkan dari cara bicara dan menganalisa. Sangat menggambarkan keluasan wacana dan kebiasaan menganalisa masalah yang semuanya dibentuk dari proses diskusi diforum-forum kecil, forum formal, dan non formal, baik dalam rapat maupun ketika berada diwarung kopi.

Persoalan kemudian adalah apakah kebiasaan atau ketiga tradisi tersebut sudah disadari sebagai sebuah proses komunal?Atau disadari menjadi sebuah gerakan membangun tradisi intelektual?
Jika gerakan PII difahami sebagai tangga menuju pembentukan peradaban maka harus disadari pula bahwa ketiga hal ini selalu mewarnai aktivitas sebuah peradaban. Begitu juga yang digambarkan oleh komitmen kepelajaran dalam Falsafah Gerakan PII tentang kepelajaran sebagai intelektualisme. Bahwa intelektualisme harus menjadi komitmen sepanjang usia kader PII, baik ketika masih distruktur maupun setelah menjadi kader umat di lain tempat. Pada akhirnya komitmen untuk menciptakan intelektualisme (kultur belajar) yang memadai di dalam kelembagaan PII. Dan PII harus mampu mengantarkan kader-kadernya sebagai intelektual yang memiliki semangat belajar yang tinggi (baca : Tri Komitmen PII).

Lalu siapa yang akan memulai tradisi ini?siapa yang akan menyadarkan semua personil struktur untuk menjadikan rutinitas ini sebagai sebuah gerakan?
Aktivitas menulis, membaca, dan diskusi ini sudah dilakukan, sudah dimulai, bahkan sudah melekat kuat dalam diri masing-masing tetapi semuanya masih berserakan, masih menjadi kesadaran personal yang saban hari akan sedikit demi sedikit menguap lalu hilang ditelan waktu. Berbeda jika tradisi ini disadari oleh setiap orang, kemudian disadari bahwa tradisi yang berserakan ini perlu ditata dan dijadikan sebagai sebuah gerakan, sehingga filosofi dan dasar pengetahuan dalam melakukannya bukan atas fluktuasi emosi, atau kemudian semangat yang naik turun tetapi proses sadar dalam membangun tradisi intelektual.

Jika kemudian pemahaman tentang berorganisasi di organisasi PII telah mengakar, mampu membangunan kultur yang khas di NTB, serta membuminya gerakan membaca, menulis, dan diskusi maka nafas gerakan ini akan terus hidup sampai pada lompatan sejarah dimasa yang akan datang. Sehingga generasi selanjutnya tidak lagi merisaukan persoalan-persoalan yang sedang kita tatap hari ini, mereka akan berkarya; mengabadikan sejarah masa lalu, hadapannya kini, serta cita-cita akan kemajuan gerakan PII dan umat dimasa yang akan datang.

Inilah cita-cita akan tradisi. Jika semua kita berfikir bahwa semua orang akan memulai mengkonstruk segala kebaikan ini maka semua kita juga akan memulainya, dan semua kita akan sama-sama memadukan gerak, mengatur ritme perjalanan, sampai pada cita-cita izzul Islam wal Muslimin. Namun jika kita bukan menjadi orang-orang yang menikmati sebuah kesuksesan merekayasa manusia dan peradaban tetapi yakinlah bahwa sejarah akan mencatat kita sebagai bagian dari orang-orang yang ikut andil dalam menata batu-bata peradaban.

*Intisari yang saya tangkap dalam diskusi kultural pekan lalu

HIDUP...


Hidup...
Semakin dilewati rasanya semakin jauh
Semakin digeluti semakin besar gelombangnya
Ingin kabur tetapi sudah sangat kuat dia mengikat
Hanya satu jalan untuk menghindari yaitu dengan melawan arusnya
Entah akan seperti apa kita kemudian?
Hancur berkeping-keping?
Bertebaran bagai kapas?
atau kemudian terlempar jauh dari pandangan?
Yang pasti kita harus berdiri kokoh memegang panji Agama sekuat genggaman kita
Hati yang selalu hidup dengan cahaya Ilahi
Mengisi ruang di sudut-sudut hati
Sampai tak ada lagi rongga bagi pesimisme
Tak ada lagi kesempatan bagi jiwa pecundang
Hidup ini hanya bisa dilewati oleh pejuang
dan orang-orang yang bernafas panjang adalah mereka yang berkorban untuk sebuah nilai
Nilai transidensi..
Bagi obsesinya
Bagi cita-citanya
Bagi mimpi-mimpinya
Bagi tapak-tapak kecil kakinya menyusuri jalan setapak kehidupan
Ingatlah bahwa khusnul khotimah menjadi akhir terbaik
Hidup mulia atau mati syahid menjadi tujuan antara bagi akhir cerita
Maka atas inilah hidup itu ber-visi
Bercita-cita besar
Bergulat panjang dengan nilai hidup
Bergelimang syukur dan sabar
Sebagai ikhtiar terbaik untuk cita-cita terbaik
Hidup bukanlah diam
Karena sesungguhnya itu adalah mati
Hidup bukanlah membebek
Tetapi ia haruslah merekayasa mimpi menjadi sebuah tatanan kehidupan  
Sampai hidup mencatatat kita sebagai bagian dari perekayasa sejarah kita dan umat ini
 

Rabu, 24 April 2013

CINTA DAN SEJARAH KITA


Cinta,..
Kau memang hadir disaat-saat terakhir
Saat aku menentukan pilihan untuk menyempurnakan Dienku.
Disaat aku bertarung dengan pilihan hidupku
Membelajarkanku untuk memilih sesuatu yang terbaik
Sesuatu yang aku tidak akan pernah menyesal memilihnya
Itulah bersanding denganmu selamanya

Sepanjang jalanku melewati hamparan bumi
Bersama mereka yang bertarung hidup mati untuk menegaskan dirinya
Bersama manusia-manusia yang lain yang bergulat denga warna-warni cinta
Hatiku tak pernah memilihmu sebelumnya..
Dialog diantara masa hanya menegaskan bahwa kau adalah bagian dari manusia yang melewati nafas panjang perjuangan di rumah tua itu..

Namun..
Kekuatan takdir tak mampu dibendung
Dalam waktu sekejap menyulap perhelatan biasa menjadi bermakna
Sampai akhirnya cinta itu menyapa
Dalam ruang takdir yang sempurna

Takdir kemudian merubah semuanya menjadi cinta
Berdendang dengan nada-nada penuh cinta
Bergerak dan menapaki jalan kehidupan dengan penuh cinta
Cinta,..
Cinta yang kita sandarkan pada pemilik cinta sejati

Lalu..
Ketika kaki kecil melewati jalan pada pilihan besar ini
Relasi telah menjelma menjadi hubungan yang penuh kepentingan
Tak ada pertalian darah yang melekat
tinggal sendiri, karena akulah sutradara sekaligus pelaku dari takdir ini

Seluas alam semesta ini
Setinggi gunung dan langit
sejauh mata memandang
tak mampu ku lewati dengan kaki mungilku

Sementara aku sangat tau begitu panasnya pertarungan
yang hitam dan putih sudah tampil dengan wajahnya sendiri
tak lagi ada yang kamuflase
semua bertarung dalam dunia yang sangat nyata

aku menyadari betapa lemah kaki mungilku menapaki jalan penuh bara
butuh penyangga,..
penyeimbang langkah ini
Yang meringankan pundakku memikul amanah juang ini
Menerjemahkan visi hidupku dalam bingkai ilahi
Dan bersama mengarungi kehidupan dalam istana keluarga yang penuh dengan cahaya Dien
itulah alasannya engkau dihadirkan dalam hidupku
karena dibelakang laki-laki hebat itu selalu ada perempuan yang luar biasa

Aku pula merasakan betapa hatimu penuh kasih
Jiwa tulusmu mengalir cinta yang tak mampu ku harga-kan dengan apapun
Ekspektasi kita sama tentang menulis jejak terbaik dalam sejarah kita
Sejarah yang akan kita ukir bersama
Sejarah terbaik..
Sejarah penuh nilai..
Sejarah penuh tradisi..
Sejarah yang disirami dengan baca, tulis, dan diskusi..
Sejarah penuh impian..
Sejarah yang akan terus didendangkan sepanjang sejarah manusia
Itulah sejarah kita

APA SIH ASYIKNYA DI PELOSOK?


Beberapa waktu yang lalu dapat pertanyaan dari teman saya: “Apa sih yang menarik buat kamu terjun ke pedalaman?”. Saya langsung mikir, ni pertanyaan simple tapi jawabannya panjang banget. Saya sempat ketik panjang utk menjawab, tapi apa daya, sinyal internet di rumah lumayan tidak lancar, hingga akhirnya memutuskan menuangkan jawabannya dalam sebuah tulisan. Mumpung banyak juga yang nanya, he he. Dan jawabannya adalah… eng ing eng... (lebay:P):

Di pelosok, ada anak-anak polos dan cerdas. Tidak peduli sejelek apapun dirimu, mereka akan terpesona dan mengatakan bahwa kau cantik sekali. Prasangka saya, karena kulit saya cukup putih. Setahun disana, setiap bertemu mereka masih akan berbisik kagum ke teman-temannya: “Bu Clara putee” (Bu Clara putih sekali ya). Begitu juga yang terjadi dengan teman-teman saya yang lain, meskipun kulit mereka tidak putih. Yup, mereka tidak pernah melihat dunia luar. Padahal kalau di kota kan ga ada yang mau ngeliatin saya :p. muncul sudah tantangan pertama: mengenalkan pada mereka betapa luasnya dunia ini.

Di pelosok, anak-anak polos (dan semua orang ding) meniru semua yang ada di televisi, karena menganggap itu real. Pada usia SMP pikiran mereka terforsir pada “pacaran, lawan jenis, dan selingkuh”. Jadilah, pengantin-pengantin yang diarak biasanya berusia SMP, paling banter SMU. Setelah itu mereka numpang dirumah orang tua sambil membantu di lahan. Jangan kaget ketika usia tamatan SMU sudah tiga kali kawin cerai. Muncul lagi kan tantangannya, mereka butuh teman yang memberitahu dan memotivasi untuk bisa hidup lebih maju. Sederhana saja, apa itu menstruasi, apa itu baligh, apa rasa dan manfaatnya menjadi seorang sarjana.

Di pelosok, anak-anak polos dengan binar mata cerah tidak kenal kebersihan. Budaya mandi hanya sekali sehari. Meskipun kepanasan dan merasa gatal, mereka tetap tidak mandi. Alih-alih pakai sampo, mereka memilih keramas dengan kelapa yang dilumat dimulut, campur air, dan dibalurkan ke kepala. Jangan Tanya bau badan dan rambutnya. Butuh waktu dua bulan bagi saya untuk membuat mereka mandi sebelum berangkat sekolah. 

Di pelosok, ada sosok guru pemuda bersemangat yang belum kenal komputer. Ah, jangankan computer, crayon pun barang asing bagi mereka. Datang ke sekolah dengan beban “Mengurusi anak-anak Bengal dan bodoh!” Belum-belum mereka sudah merasa terbebani. Jadilah mereka hanya berteriak dan memukul siswa alih-alih mengajar. Sungguh mereka butuh contoh, bagaimana rasanya mengajar dan mendidik siswa tanpa harus mengeluarkan ribuan energi negatif. Mereka butuh dibukakan matanya sehingga tidak lagi mengatakan :” Mereka ini bu clara, mau di ajar bagaimana juga tidak bakal bisa, dari sananya sudah bodoh!” Dua minggu kemudian, 5 dari anak-anak bodoh ini mengisi kekosongan lagu Mengheningkan Cipta dengan iringan recorder (bantuan Negara yang berdebu disuatu pojok kantor guru) setiap kali upacara bendera. Jarang lho, sekolah yang melaksanakan upacara bendera tiap senin pagi di kota-kota itu. Setahun kemudian, anak-anak bodoh ini tampil dengan hebatnya di atas panggung: drama, tari tradisional, tari modern, paduan suara. Penampilan seni yang merupakan metode pembelajaran menyenangkan dari saya untuk mereka agar pembelajaran menjadi efektif.

Oia, para guru muda bersemangat itu digaji Rp.300.000 per bulan, yang dibayarkan per tiga bulan. Itupun kalau Kepala sekolahnya tidak memakai uang BOS untuk "balik modal". Mereka juga dengan mudah bisa di pecat atau dipindahkan. Semuanya tergantung pada keputusan pejabat tinggi daerah dan para koneksinya. Maka saya akan banyak belajar pada sesosok super hero (pasti ada nih di setiap tempat :) yang menjadi panutan di sebuah desa. Sosok yang menolak menjadi kepala sekolah/desa  jika harus pakai uang. Serta dengan tulus ikhlas membantu para tetangganya untuk hidup lebih maju.

Sayangnya, sosok pahlawan ini pun sering kali kesulitan. Beliau membuang semua ampas jagung padahal sedang krisis pupuk. Mereka butuh sarjana pertanian yang mau dengan sabar mengajari bagaimana cara mengolah ampas jagung dan kotoran sapi yang berceceran di tengah jalan (dan sangat banyak) menjadi pupuk dan bahan bakar. Ah, tidak usah sarjana, lulusan SMU pun sudah cukup sebetulnya. Baca saja di internet cara membuatnya, praktekkan dengan doa yang kuat, Insyallah berhasil, he he. Hanya seperti pelatihan keterampilan kain flannel, martabak manis, dan memainkan alat musik yang saya dan teman-teman lakukan.

Hei, saya juga pernah beberapa kali dalam keadaaan bahaya. Ditodong hingga dipalak. Seram sekali, mereka berkelompok. Berapa sih besarnya badan, uang, dan tenaga yang saya punya. Mau menyalahkan siapa? Tidak ada. Mereka pun pastinya tidak mau jadi seperti itu. Hanya saja mereka belum mempunyai kesempatan untuk berkenalan dengan pendidikan, atau minimal cara hidup yang baik. Itulah sialnya menjadi akar rumput kan.

See,terlalu banyak hal menarik di pelosok. Di tengah masyarakat yang sangat bangga beragama islam 100% tetapi tidak ada yang shalat. Mengaji dengan suara keras dan cengkok yang berlenggak-lenggok, tetapi tidak hapal surat al-ikhlas. Bayangkan sulitnya mendidik agar anak-anak sholat, padahal orang tuanya tidak pernah sholat dan selalu diberi banyak kenikmatan oleh Allah. Sekali lagi mereka tidak butuh digurui, cukup hadir, bercengkrama sambil tetap melakukan hal-hal positif, on the right way. Hanya untuk membuka mata, bagaimana cara”hidup” yang benar. Tetap mandi walaupun air jauh, memasak dulu air berkapur untuk diminum, dan tidak membuang air kecil dan besar di sembarang tempat. dari hal-hal kecil hingga yang besar seperti shalat. Sejatinya, mereka hanya butuh ditemani :).

Dari FB teman SGI (Clara Novita Anggraini)

Senin, 22 April 2013

NEGARA BONEKA


Ia hanyalah sebuah boneka
Hidup dan menikmatinya dalam Negara boneka
Presidennya boneka
Menterinya boneka
Rakyatnya pula boneka
Layaknya dunia boneka
Mempertontonkan tawa aria tanpa duka cita
Menghidupkan keindahan
Mengubur mati duka cita
Karena dunia boneka adalah fatamorgana
Karena Negara boneka
Pemimpinnya hidup dalam imajinasi
Berkata dan berbuat dalam ruang fikir anak kecil
Karena boneka adalah dunia anak kecil
Menterinya hidup sebagai pelayan setia istana
Karena ikrar setianya pada imajinasi boneka
Rakyatnya hidup dalam selimut sengsara
Karena rakyat boneka terlupa oleh imajinasi boneka
Semua lestari dalam hukum yang disutradarai boneka
Itulah imajinasi boneka 

Sabtu, 20 April 2013

KARTINI


Aku ingin sedikit menulis tentang Kartini. Sedikit informasi dari cerita yang aku dapatkan atau persepsi-persepsiku sebagai seorang perempuan melihat perempuan yang satu ini. Ibu kita kartini, perempuan kritis dari kalangan ningrat yang tulisannya waktu zaman penjajahan Belanda dikumpulkan oleh Ny. J.H Abendanon, dan di bukukan dengan judul DOOR DUISTERNIS TOT LICHT (Habis Gelap Terbitlah Terang), oleh Armijn Pane. Belanda memang sengaja mewariskan tulisan-tulisan itu sebagai salah satu politik etis/politik balas budi. Lalu mengapa Belanda memilih sosok Kartini untuk ditonjolkan dibandingkan dengan pejuang perempuan lainnya seperti misalnya Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Siti Walidah Ahmad Dahlan, Fatimah (Marta Christina Tiahahu), dan Laksamana Malahayati.

Aku selalu berpikir, bagaimana pun juga, Kartini itu istimewa. Sebagai seorang perempuan ningrat yang kritis, berbeda dengan koleganya yang lain. Setelah lulus dari ELS Europese Lagere School saat berumur 12 tahun, Kartini hanya tinggal di rumah. Karena begitulah norma yang berkembang pada saat itu, perempuan tidak boleh keluar rumah. Kemudian menikah dengan Bupati Rembang, R.M. Soesalit, ketika dia berusia 24 tahun, sebagai istri ke-4. Setahun kemudian, beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya, Kartini meninggal dunia. Hidupnya begitu singkat, sebagai seorang perempuan yang hanya berusia seperempat abad, sosok Kartini dikatakan mempengaruhi pergerakan perempuan di Indonesia hingga saat ini. Kemudian, sebenarnya apa peran Kartini.

Sejarah selalu tertulis oleh siapa yang berkuasa saat itu. Dan hanya Kartini lah yang paham apa yang dia tulis dalam surat-suratnya kepada kawan-kawan penanya dari Belanda. Meskipun kemudian surat-surat itu dieksploitasi oleh orang-orang yang berkepentingan dan memanfaatkan sosok Kartini untuk politik mereka. Menyikapi hal tersebut, kaum perempuan saat ini pun terbagi menjadi dua, ada yang mendukung Kartini dan ada pula yang menganggap bahwa pengaruh Kartini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan pahlawan perempuan lainnya seperti misalnya Cut Nyak Dien atau Fatimah yang memimpin perang. Atau seperti istri Ahmad Dahlan yang mendirikan Aisyiah, organisasi perempuan yang concern terhadap pendidikan dan bisa bertahan hingga sekarang.

Kartini tidak menghunus pedang atau memimpin pasukan, Kartini hanya menuliskan surat di dalam rumahnya selama 12 tahun masa dia dipingit. Kartini membuka jendela dunianya sendiri. Melalui surat-surat yang dia terima, dia mencari jawaban atas kondisi sosial yang dia kritisi. Meskipun dari situlah Kartini akhirnya terpengaruh juga dengan paham pemikiran theosofisme dan pluralisme yang coba ditanamkan oleh sahabat penanya.

Salah satu contoh hal yang dia kritisi adalah tidak bolehnya menerjemahkan Al Quran dalam bahasa Jawa. Kartini pernah berkata bahwa ‘Orang Jawa tidak tahu ada harta yang sangat berharga.’ Al Quran ada di samping mereka tapi mereka tidak tahu apa artinya. Dalam suratnya untuk sahabatnya, Kartini berkata

"Mengenai agama Islam, Stella, aku hrs menceritakan apa. Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dgn umat agama lain. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tdk boleh memahaminya. Al Qur'an terlalu suci, tdk boleh diterjemahkan ke dlm bahasa apapun. Di sini tdk ada yg mengerti bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur'an tetapi tdk mengerti apa yg dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tdk mengerti apa yg dibacanya. Sama saja halnya spt engkau mengajar aku membaca buku berbahasa Inggris, aku hrs menghafal kata demi kata, tetapi tdk satupun kata yg kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi soleh pun tdk apa-apa asalkan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella..?? Dan waktu itu aku tdk mau lagi melakukan hal-hal yg aku tdk mengerti sedikitpun. Aku tdk mau lagi melakukan hal-hal yg aku tdk tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tdk mau lagi membaca Al Qur'an, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan bahasa asing yg aku tdk mengerti apa artinya, dan jangan-jangan ustadz-ustadzahku pun tdk mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tdk boleh mengerti artinya."

Tetapi, habis gelap terbitlah terang. Dua tahun sebelum Kartini meningga,l Kartini bertemu dengan Kyai Saleh Darat. Kartini bertanya "Kyai perkenankan saya menanyakan sesuatu, bagaimanakah hukumnya apabila seseorang yg berilmu namun menyembunyikan ilmunya..? Kyai Saleh Darat paham maksud pertanyaan Kartini, karena Kyai Saleh juga berpikiran sama seperti Kartini, kenapa Al Quran tidak diterjemahkan dalam bahasa Jawa agar dapat diapahami. Akhirnya Kyai Saleh menuliskan terjemahan AlQuran Juz pertama untuk Kartini sebagai hadiah pernikahannya dengan Bupati Rembang. Dari terjemahan itulah, Kartini mengutip kalimat Habis Gelap Terbitlah terang ( Al Baqarah: 257) yang sering dia ulang-ulang dalam suratnya yang kemudian menjadi judul buku dari kumpulan surat-suratnya.
Begitulah, yang diwariskan oleh Kartini bukanlah konde, baju kebaya, feminisme atau gender, yang dijadikan pembenaran oleh para perempuan untuk meninggalkan fungsinya yang sebenarnya. Kartini tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang anak perempuan dan istri bagi suaminya, dan itu tidak menjadi kendala baginya untuk mencari kebenaran.

Terlepas dari cerita diatas, kisah Kartini memang masih banyak menyimpan misteri. Tulisan ini adalah salah satu interpretasi dari kutipan surat Kartini. Makna sesungguhnya ialah Allah yang Maha Mengetahui.


Sumber : FB Siti Alaa' 

Jumat, 19 April 2013

CELOTEH KERTAS BERNAMA UJIAN NASIONAL

Munif Chatib

Sudah hampir 10 tahun aku hanya sebuah kertas
Dan 2013 ini aku masih sebuah kertas
Namun mungkin aku kertas yang paling banyak dosa
Bayangkan aku ini ...
Membuat Pak Presiden bingung ...
Membuat Pak Menteri malu ...
Membuat jutaan guru kehilangan arah ...
Membuat jutaan siswa stres ...
Membuat jutaan orangtua panik ...

Aku sendiri bingung..
Mengapa aku ini masih ada?
Kalau boleh aku memilih, hentikan saja aku
Akan menyelesaikan jutaan masalah

Aku sendiri heran ...
Mengapa aku ini masih ada?
Padahal kalau kau buka dadaku
Aku hanya barisan soal tebak-tebakan
Dan mestinya aku berjaya di masa Romawi dan Yunani
Bukan pada abad satelit ini.

Aku kertas ujian nasional ...
Masih merasa bingung dan heran
Kalau boleh memilih ...
Aku ingin berhenti dan mengakhiri eksistensiku di tahun ini
Aku ingin mengucapkan selamat tinggal
Pada orang-orang yang menuhankan tes
Aku tak mau buat dosa lagi tahun 2014 ...


Kamis, 18 April 2013

JALAN INI...

 

Jalan ini…
Yang telah lama ku pilih
Yang telah lama ku pertanggung jawabkan
Yang telah lama ku tapaki
Yang bersama rumah pelajar menggenapkan diriku

Ia menjadi senjata ditengah goncangan kehidupan
Dengan penuh ruh
Penuh kobaran semangat
Tetapi dengan polesan cinta
Cinta yang mampu menaklukan ego

Sungguh ia telah melahirkanku kedua kalinya
Ruang proses ini menjadi ibu angkat bagiku
Bagi proses menemukan diriku
Dari perhelatan panjang menembus ruang dan waktu

Dengan wajah sama ia menyapa akrab
Membuat cinta ini semakin bersemi padanya
Pada Rumah yang di arsiteki Hasan Al-Banna
Guru umat ini
Guru peradaban yang sedang direkayasa

Aku adalah bagiannya
Menjadi seperti hari ini adalah proses panjang polesannya
Lewat kehidupan ia bernyanyi tentang peradaban
Dan mengakar kedalam diri mungil yang bercita-cita sebesar gunung
Seluas samudera

Hingga akhirnya kehidupanku bertepi
Tinggal sejarah yang akan mengabadikan jejak perjuangan
Tetapi rehat panjang ini menggoyahkan
Pilihan kecilku mengantarkan pada jarak yang mengusik
Sejengkal hingga terasa sangat jauh aku padanya

Ikhtiar ini..
Segala daya semampu jiwa ini ku perjuangkan
Berdiri di persimpangan jalan untuk menjaga nilai
Menjaga azzam
Menjaga estafeta semangat
Mempertahankan keberpihakan nurani

Tentu lewat jalan yang ini
Jalan yang ku yakini sebagai ijtihad perjuangan untuk merapat pada-Nya
Kini seruan itu ku nantikan
Yang akan mengokohkan kekhalifahanku dibumi
Bersama mereka orang-orang sholeh
Disini..
Dibarisan yang sedang merekayasa peradaban dunia

Semangat menulis akan secara perlahan mengganti kebiasaan yang sia-sia menjadi lebih produktif. Mengisi banyak kekosongan dengan aliran ide-ide dan cerita-cerita yang membelajarkan. Dan akan banyak peristiwa yang bisa ditulis disini. Semoga kemudian mengantarkan kita menjadi manusia yang bermanfaat. Amin